Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #53

Kabar Mengejutkan Buat Arjun

Arjun menatap para adik stambuknya dari depan meja ajar. Mata kuliah penghantar hukum pidana tengah berlangsung. Topik hari ini pengenalan isi KUHP, pembagian bab-bab dalam KUHP.

Usai mengunjungi panti asuhan tanpa hasil, dia memilih menuju ke kampus- malas kembali ke rumah dan merenung sendiri. Uhh, itu benar-benar bukan sifat seorang Arjuna Wissesa. Jadi daripada bengong tanpa hasil, dia memilih mengerjakan sesuatu yang menghasilkan. Salah satunya menjadi asdos.

Setelah pembicaraan panjang lebar tentang bab-bab itu dan beberapa pasal di dalamnya secara garis besar, Arjun mengakhiri mata kuliah. "Oke, seperti janji saya sepuluh menit terakhir akan kita gunakan untuk membicarakan topik yang kalian bicarakan tadi." Memang tadi ketika Arjun muncul para adik stambuknya sedang disibukkan pembicaraan tentang tertangkapnya pencuri helm di parkiran kampus depan perpustakaan universitas. Pencurian helm acap kali terjadi memang. Entah bagaimana para pencuri ini sering lolos karena berpindah tempat operasi. Kadang di parkiran fakultas sastra, kadang parkiran fakultas kedokteran, kadang juga di parkiran fakultas hukum. Semua fakultas seakan digilir satu persatu. Para mahasiswa tentu saja geram dan ketika pelaku pencurian tertangkap tadi, tak ayal penghakiman massa pun berlangsung. Perusakan bukan hanya terjadi pada sepeda motor pelaku pencurian helm, tapi juga membuat si pelaku pencurian yang kini berubah status jadi korban penganiayaan nyaris sekarat. Untungnya sebelum orang itu benar-benar the end polisi datang mengamankan.

"Jadi setelah mengetahui kejadian itu apa yang bisa kalian katakan?" Arjun membuka diskusi.

"Jelas semua itu kesalahan dari pelaku pencurian. Dalam pasal ini pelaku pencurian dikenakan pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara." Arjun manggut-manggut mendengarkan ulasan seorang adik stambuk.

"Ada yang bisa membacakan pasal 362 KUHP?"

"Pasal 362 KUHP Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah." Seorang mahasiswi cantik dengan bersemangat membacakannya buat sang asdos tampan.

Arjun mengangguk. Menyandarkan tubuhnya di meja kelas. Tangannya bertumpu pada permukaan meja dan jemarinya mencengkram pinggiran meja. Dia nampak gagah di sana. "Unsur dalam pasal ini ada tiga. Barangsiapa: yang merujuk pada subjek hukum, kedua: perbuatannya: mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Ketiga niat : dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Memilki secara tidak melawan hukum tidak akan dihukum. Meminta dan diberikan tidak termasuk melawan hukum, membeli juga tidak termasuk melawan hukum. Pasal ini simpel. Intinya kamu mencuri kamu akan diancam hukuman lima tahun penjara. Seharusnya sesimple itu. Awalnya memang sesimple itu sampai Perma atau Peraturan Mahkamah Agung No. 12 tahun 2012 tentang Batasan pencurian muncul. Disana dinyatakan bahwa seorang pencuri yang mencuri dibawah dua koma lima juta rupiah tidak dapat dipidana karena dianggap tiping alias tindak pidana ringan yang hukumannya satu tahun atau dibawah satu tahun. Coba kita lihat berapa sih kisaran harga helm yang digunakan mahasiswa yang pasti nggak nyampek dua juta. Sementara penganiayaan dan perusakan barang ... dikenakan pasal 354 KUHP dan 406 KUHP dengan ancaman hukuman delapan tahun kenapa saya pakai penganiayaan berat, karena defenisi penganiayaan ringan sesuai pasal 352 mengatakan: Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan. Lingkup penganiayaan ringan itu tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk melakukan pekerjaannya. Selaku dia sudah dibawa dengan wajah babak belur dan berdarah-darah, kaki pincang bahkan menggunakan ambulans maka tidak mungkin dia tidak terhalang melakukan pekerjaannya, paling tidak dia harus mendapatkan perawatan rumah sakit sekitaran seminggu atau dua minggu ... artinya dia terhalangkan? Jadi bisa dikatakan ini bukan penganiayaan ringan, tapi berat. Sementara untuk pasal perusakan diancam hukuman penjara dua tahun delapan bulan. Keduanya jauh lebih berat dari kasus pencurian helm. Mungkin jika polisi tidak sedang malas mereka bisa mendapatkan bukti bahwa kasus ini kasus kejahatan berulang atau residive."

"Kalau gitu nggak adil dong, Kak!"

"Iya, ini nggak adil!"

"Maling kok dibela."

"Jadi maksudnya apa ini? Maling kecil dibiarin biar jadi maling besar gitu? Baru boleh dihukum?" Arjun mengangkat satu telapak tangan menenangkan kelas.

"Apa boleh buat masih seperti inilah hukum di negara ini. Lepas dari pembelaan yang diberikan MA bahwa peraturan itu berlaku hanya dilingkup Mahkamah Agung dan hakim dan bukan bermaksud untuk membuat polisi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, tapi perma no 12 tahun 2012, ini mematahkan semangat polisi menindak kejahatan pencurian di bawah dua juta lima ratus ribu. Jaksa mungkin juga akan mengembalikan surat dakwaan karena Perma no 12 tahun 2012. Siapa juga yang mau menangani kasus yang sudah pasti ditolak. Tunjuk tangan siapa yang pernah jadi korban tindak pidana pencurian, tapi dibawah nominal Perma dan tak ada kabar dari kepolisian atau polisi berkata bahwa ini tidak bisa disidik." Beberapa mahasiswa dan mahasiswi angkat telunjuk sambil bertatapan. "Saat itu kamu menyadari polisi hanya sebagai administrator yang mengetik surat untuk pemulihan dokumen yang hilang. Miris. Padahal pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan akan membawa terang kasus: alasan apa yang membuat pelaku melakukan kejahatannya dan sudah berapa kali dia melakukan kejahatannya itu. Bukankah pengulangan kejahatan adalah salah satu alasan pemberat hukuman dalam KUHP. Namun karena Pema ini ... semua blank. Itu sebabnya ketika kamu menjadi seseorang yang berhak mengeluarkan putusan, keluarkan putusan yang bijak. Niat awal Perma ini mungkin baik. Untuk membantu orang miskin yang terpaksa dalam tanda kutip mengambil milik orang lain sebagian atau seluruhnya untuk penghidupannya tidak dihukum artinya hukumannya dihapus."

"Contoh kasus." Arjun melipat tangannya di dada. Menatap lurus para mahasiswa mahasiswi yang nampak masih berminat mendengar pengajarannya. "Kejadian yang dialami Nenek minah di Dusun Sidoarjo, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa tengah pada 2 Agustus 2009 yang dihukum selama 1 bulan 15 hari karena memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan yang berujung pada urusan hukum. Miris memang mengetahui peristiwa ini walaupun kemudian beliau tidak harus mendekam dipenjara karena diberi klausula masa percobaan selama tiga bulan. Namun kasus ini jelas menunjukkan kurangnya rasa keadilan di hati hakim dan polisi. Beliau pada saat itu sedang panen di ladangnya dan tidak sengaja melihat tiga buah kakao yang sudah jatuh. Nenek tersebut mengambilnya dan untuk dijadikan bibit di tanah garapannya. Namun ternyata hal ini dilihat oleh mandor PT Rumpun Sari Atan. Si nenek kemudian mengakui mengambil dan mengembalikan tiga kako yang dia ambil. Namun ternyata dia dilaporkan ke polisi lalu kasusnya bergulir ke pengadilan dan pengadilan menjatuhkan putusan itu. Putusan yang mengusik rasa keadilan masyarakat. Kasus lain dimana yang miskin tertindas oleh hukum juga banyak. Media sosial menjadi salah satu cara masyarakat untuk mengawasi peradilan dan mengecam para abdi hukum. Mahkamah Agung mungkin melihat dan mendengar teriakan masyarakat dan mengeluarkan Pema no 12 tahun 2012 ini sebagai jawaban atas kritikan masyarakat. Namun menurut saya itu kurang lah bijak. Seharusnya Pema tak perlu dikeluarkan. Seharusnya setiap hakim berani melihat setiap kasus sesuai hati nuraninya sebagai manusia. Karena sebelum menjadi hakim, jaksa, pengacara atau polisi kamu lebih dahulu telah menjadi manusia."

"Coba bayangkan jika seorang ibu penjual asongan atau pedagang kaki lima dijambret dan kehilangan pendapatannya satu harian sebesar dua ratus ribu sampai satu juta, yang akan dia gunakan sebagai modal berdagang keesokan hari dan juga bakal digunakan untuk uang belanja keluarganya hari itu ... Untuk membeli seliter beras, seperempat kilogram minyak makan dan tiga butir telur beserta mie instan kemudian uang itu dijambret, dirampok ... terserah apa sebutannya lalu ketika melapor ke polisi lalu terkendala Pema No 12 tahun 2012, betapa menyedihkannya bukan? Jadi sebenarnya apa tujuan keluarnya Pema itu?"

"Di Itali seorang yang mencuri untuk mengisi perutnya saja tidak bisa dilaporkan ke polisi. Mereka harus merelakan para imigran ilegal mengambil satu atau dua roti lalu kabur tanpa membayar setiap hari, tapi merampok isi kasir atau mencuri minuman keras bahkan sekotak rokok pasti akan ditangkap dan dihukum. Mereka tidak bicara soal harga, mereka bicara soal tujuan dilakukannya kejahatan itu. Saya kira sebagai manusia beragama kita seharusnya sepakat untuk itu. Tidak menjatuhkan hukuman pada pelaku pencurian ini bukan berarti menyatakan mereka tidak bersalah pada perbuatan pencurian yang mereka lakukan. Pencurian tetap merupakan perbuatan yang dilarang hukum, tapi hukuman dihapus untuk mereka demi kepentingan yang lebih tinggi yaitu kehidupan/ nyawa dan kemanusiaan. Tapi bukan berarti demi membantu mereka yang miskin kita mengizinkan semua pencurian-pencurian kecil berlangsung. Mencuri untuk hidup yang lebih baik, tidak pernah bisa dibenarkan. Itu menghina hukum, menghina keadilan dan menghina Tuhan."

"Dalam sebuah putusan hukum seharusnya seluruh elemen azas hukum diakomodir. Ada tiga elemen azas hukum yang selalu harus kalian ingat: keadilan, kepastian dan manfaat. Tujuan hukum bukan hanya keadilan bagi sebagian orang, tapi bagi semua orang. Unsur kepastian hukum juga wajib ditegakkan bahwa semua orang yang melakukan kejahatan pasti akan dihukum tanpa melihat latar belakangnya hingga akibatnya hal itu membuat semua orang tanpa terkecuali wajib tunduk dan mentaati hukum dan terakhir manfaat. Sebuah keputusan seharusnya memberi manfaat bagi banyak orang dan bukan menimbulkan ambiguitas di masyarakat: dimana yang satu terlindungi dan yang lain merasa terzolimi." Arjun melirik arlojinya.

"Oke, kita sudah melewati waktu. Sampai disini kuliah kita kali ini. Selamat sore. Hati-hati dalam mengambil keputusan. Menjadi korban memang tidak pernah menyenangkan. Namun jangan pernah merubah status korban menjadi tersangka. Itu tidak akan menempatkanmu pada keadilan, tapi kerugian besar. Terima kasih karena telah mengikuti kuliah ini. Selamat sore."

Para mahasiswa mahasiswi itu masih menyambung pembicara kuliah dengan pendapat mereka masing-masing sambil membenahi peralatan kuliah ke dalam tas masang-masing. Memanfaatkan kesempatan, mereka melirik sang asdos tampan yang luar biasa dalam mengajar. Arjun melangkah menuju ke pintu kelas.

"Kak," seorang mahasiswi berlari mengejar Arjun yang masih berada beberapa langkah di depan pintu kelas dan menyodorkan sekotak coklat buatnya. Kesunyian segera terjadi di kelas. Semua mata mengarah pada kedua insan itu: Arjun dan teman sekelas mereka. "Untuk Kakak. Aku dengar Kakak baru saja sakit."

"Oh, cuma sedikit keseleo. Nggak parah. Tapi terima kasih. Saya duluan." Arjun menerima pemberian gadis itu. Baru saja dia melangkah, panggilan gadis itu terdengar lagi,

Lihat selengkapnya