Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #59

Barbeque

Arjun menatap kembali handycam yang kini berada di tangannya itu. Dia bersandar di balkon kamarnya. Mencuri waktu sejenak saat acara barbeque sedang berlangsung dan orang tuanya beserta om dan tantenya ... atau harus dia katakan ayah kandungnya beserta ibu tirinya dan om dan tantenya- untuk memastikan kembali apa yang ada dipikirannya.

Tangan Arjun yang memegang handycam jatuh terkulai. Vidio tentang kenangan masa kecilnya itu masih berputar. Suara pertengkaran papa dan mamanya masih terdengar. Dia tidak salah. Daddy Saint Michael bukan hanya bernama sama dengan nama papanya, pria itu adalah pria yang sama dengan pria yang ada di dalam handycam-nya. Papanya tidak meninggal. Dia masih punya ayah kandung. Sayangnya kini dia tak tahu harus senang atau sedih atas kenyataan ini.

Dada Arjun terasa sesak.

"Arjun, waktunya makan!" Suara teriakan Saka terdengar dari ambang pintu disusul suara berisik Saint yang membeo ucapkan Saka dari belakang punggungnya. "Ya, ampun anak nggak punya atititut."

"Pretty but bitch ...y."

"Ehhhh, lo ngomong apa? Gue bitch?" Saka nyalang. Si Saint melongos masuk saja ke kamar Arjun ketika pintu kamar terbuka. Benar-benar anak muda Amerika itu butuh dididik atititut dan jangan panggil dia Saka kalau dia tidak bisa mendidik anak tengil ini.

"I like your bed room. Can I be your roommate just one night?" Si tengil Saint duduk dan berbaring seenaknya di ranjang Arjun. Saka masuk dan mendatangi anak itu.

"I order you to apologize to me for calling me a bitch."

"Ouchh ... I never calling you bitch but bitchy. I think you have a problem in your ear."

"I hear you calling me bitch! Say sorry for me!" Saka baru hendak bergerak menghampiri anak itu ketika Arjun mendekapnya dari depan untuk menahan tubuhnya dan kemudian membawanya untuk keluar kamar.

"Dia bilang bitchy, Saka dan itu artinya judes."

"Gue tahu arti bitchy dan mengatai orang yang baru dia kenal sebagai bitchy itu beneran nggak sopankan?"

"Sikap lo malah membenarkan omongan dia. Padahal Saka Putri yang gue kenal nggak judes sama sekali malah baik banget."

"Lo muji-muji gue gini untuk bela sepupu lo kan? Isssh." Saka memasang wajah cemberut, Arjun hanya membalas dengan tawa sambil membelai ubun-ubun kepala Saka sementara Saint mengintip keduanya dari celah pintu kamar yang terbuka.

"Makan yuk lapar," pinta Arjun lalu memanggil Saint. Namun Saka buru-buru membekap mulut Arjun.

"Biar gue yang panggil tuh anak. Enak aja ke Indonesia nggak tahu bahasa Indonesia padahal bokap sama nyokapnya orang Indonesia," Saka mendumel. Arjun tak bisa menolak. "Saint, makan yuk. Cepetan turun atau kamu bakal kehabisan makan malam. Kalau kamu kehabisan daging panggang karena nggak ngerti bahasa saya, saya cuma bisa bilang: kacian deh lo!" Beralih dari menatap permukaan pintu kamar, Saka memandang hangat pada Arjun. Senyum gadis itu tersibak indah. "Lomba ke bawah. Siapa kalah nggak boleh nikah sama yang lain! Nikahnya cuma boleh sama yang menang!" Saka berteriak sambil berlari menuruni anak tangga, membuat Arjun yang tak menyangka adanya tantangan itu terdiam sejenak sebelum kemudian mengejar di belakangnya.

"Saka! Gue nggak bilang setuju sama klausula lo!" Saka tersenyum kecut. Membiarkan ucapan Arjun melintas di sisi telinganya. Arjun selalu hati-hati pada jebakan-jebakan kecil yang dia buat dalam hubungan mereka untuk menunjukkan perasaannya pada cowok itu. Arjun selalu memastikan dia tahu hati cowok itu nggak pernah buatnya.

Dan kejujuran itu menyakitkan.

Saint yang mengintip hal itu segera keluar dari dalam kamar lalu meluncur turun dari railing tangga diantara pekikan kaget dan kwartir dari Saka dan Arjun saat melihat anak itu meluncur melewati mereka.

"Saint, nanti kamu jatuh!"

"Saint, watch out!" Saka berlari lebih cepat menuruni anak tangga lalu mejadikan tubuhnya benteng di ujung railing tangga. Tubuh Saint yang meluncur terlalu cepat menghantam tubuhnya hingga terdolak ke belakang. Nyaris Saka jatuh membentur keras lantai andai Arjun tak berdiri menahan di posisi belakang, tapi karena kuatnya dorongan tubuh Saint ketiganya jatuh bertindihan diantara pekikan keras dari mulut ketiganya.

Mama dan papa Arjun, mama dan papa Saint termasuk Charlotte berlarian ke dalam rumah dan menemukan ketiganya.

Saint hanya bisa nyengir kuda saat Saka melotot menatapnya.

"Arjun, Sayang- kamu nggak apa-apa?" Suara Tante Kamila terdengar mengkuatirkan putra kesayangannya itu. Ketiganya saling membantu untuk bangkit.

"Are you oke, Boy?" Arjun belum menjawab pertanyaan mamanya ketika suara kekhwatiran itu muncul dari bibir pria itu. Tangan pria itu merengkuh tubuh Saint memastikan putra kecilnya baik-baik saja bahkan tanpa perduli jawaban Saint, pria itu memeriksa kondisi Saint. Mata Arjun mengawasi semuanya dalam diam. Namun sebuah pertanyaan menggelayut di benaknya kini: pernahkan dia melewati masa itu?

***

"Jangan nangis! Kamu jatuh karena kesalahan kamu sendiri! Apa Papa pernah mengajari kamu mencuri mangga orang lain?! Sekarang minta maaf pada Bu Dara dan kembalikan mangga yang kamu curi!" Pria itu mendorong punggung anak laki-laki yang nampak ketakutan dan hendak menangis itu untuk maju selangkah menghadapi seorang wanita setengah baya yang nampak gusar karena pemandangan di hadapannya. Sementara seorang pria berusia lima tahun di atas wanita itu berdiri menatap semuanya dari belakang wanita itu. Itu Pak Suroso, suami Bu Dara. Wajahnya yang galak nampak menegang emosi karena kenakalan anak-anak yang mencoba mencuri mangganya setiap musim mangga berbuah. Kali ini dia sukses menangkap salah seorang anak. Arjun yang gagal melarikan diri bersama teman-temannya karena berada di atas pohon keciduk oleh tangannya. Namun anak itu mencoba melarikan diri, tapi gagal karena bertemu dengan sang papa yang malah mengantarkannya ke hadapan suami istri itu.

"Kamu harus menerima hukuman apa pun yang diberikan Bu Dara, Papa tidak akan membayar kerugian apa pun yang kamu sebabkan. Kamu yang berbuat kamu yang harus bertanggung jawab." Anak laki-laki itu menunduk dalam. "Bu Dara kalau mau menghukumnya, hukum saja. Ini ada sapu lidi, Ibu boleh memukulnya." Anak laki-laki itu melirik sapu lidi yang diambil sang papa dan kini dijulurkan pada Bu Dara, gagang sapu itu terbuat dari kayu yang cukup kokoh. Rasanya pasti sangat sakit jika benda itu membentur tubuhnya. Air mata jatuh di pipi anak laki-laki itu. Kakinya bahkan gemetar saat melangkah.

"Bagas ..."

Lihat selengkapnya