"Kalau Mama ada, Mama pasti tidak suka kekacauan yang dia buat. Anak itu tidak bisa melakukan apa pun."
"Saka tidak biasanya seperti itu. Dia biasa membantu kami dan semua baik-baik saja. Mungkin dia cuma kelelahan." Suara Kamila terdengar membela Saka sambil menyapu lantai sementara Saka saat itu tengah membuang pecahan kaca ke tempat sampah depan rumah. Untungnya itu membuat Saka tak perlu mendengar ucapan sinis Bagas padanya. "Kenapa sih kamu bersikap sinis padanya? Kamu bahkan belum mengenalnya." Suara sewot Kamila membuat Satria yang baru saja memasuki pintu samping dapur dari halaman belakang segera bertanya.
"Ada apa ini?"
"Bagas nih, Pa. Dia bahkan belum mengenal Saka, tapi malah bersikap sinis pada Saka. Kan kasihan Saka kalau mendengar ini."
"Saka dan Arjun sudah bersahabat sedari mereka kecil, Bagas. Aku kira aku pernah menceritakan tentang dia padamu. Saka adalah orang yang membuat Arjun kembali membuka diri setelah kejadian itu."
"Apapun alasannya Arjun seharusnya fokus pada kuliahnya alih-alih dialihkan oleh gadis itu. Anehnya kalian mengizinkan kedekatan mereka bahkan di depan mata kalian. Kalian tidak melihat aku? Aku tidak mau Arjun mengulangi kesalahanku." Senyum lebar terlihat di wajah Satria. Dia segera menghampiri sang adik lalu merangkul pundak Bagas.
"Kau mengkuatirkan Arjun?"
"Tidak. Aku mengkuatirkanmu. Aku tidak mau kau mengalami nasib seperti yang dialami Papa dan Mama karena anak durhaka yang salah memilih pendamping hidup." Satria tak tahu bagaimana hatinya saat melihat dan mendengar ucapan dan sikap dingin Bagas barusan. Andai Arjun tahu dan mendengar kalimat itu, sesakit dan sehancur apa hatinya ... Ahh, ini memang lebih baik. Diam dan menyimpan rapat rahasia itu sampai dia mati hingga Arjun tak perlu terluka. Satria yang baru saja mengambil keputusan, tak bisa menyembunyikan kekagetannya saat menemukan Saka muncul di hadapan mereka. "Saka? Sejak kapan kamu ada di sini?" Dengan tatapan mata bingung dan aneh Saka menatap pada Om Satria lalu memutar mata.
"Sejak tadi, Om. Sebelum Om pulang dari rumah sakit, aku udah ada di sini. Bahkan makan barbeque, masak segede ini Om nggak lihat." Saka mencoba melucu untuk membuang ketidak nyamanan di hati Om dan Tante Kamila padanya karena sikap sinis adik laki-lakinya yang muncul tiba-tiba di hadapan mereka malam ini. Om Satria terkekeh kecil. Saka menambahkan.
Menghela nafas panjang, Bagas memilih pergi dari dapur mengacuhkan tatapan penuh tanya di mata Saka. Mengalihkan pandangannya Saka kini menatap Tante Kamila dan Om Satria bergantian. Ada sebuah tanya yang menggelayuti benak Saka.
"Tan ..." Pertanyaan Saja terhenti saat erangan tangis seorang gadis kecil terdengar dari ruang lain.
"Ada apa itu? Kenapa Charlotte menangis?" Tante Kamila memotong ucapan Saka sambil beranjak keluar dapur. Suara tangis Charlotte memenuhi lantai satu rumah ini.
Mereka menemukan Bagas tengah menggendong Charlotte kembali sambil mendengarkan penuturan Verro, "dia mencari Michael dan tak ingin tidur bersama kita karena suara dengkuranmu." Verro tertawa ngakak.
"Memangnya dimana Michael?"
"Michael tidur bersama Arjun malam ini," suara papa Arjun terdengar membuat Bagas menatapnya. "Biarkan mereka mendekatkan diri. Mereka saudara ..."
"Tapi ..."
"Biarkan saja. Itu bukan hal aneh, Sayang. Aku dan sepupuku juga melakukan hal itu. Tidur sekamar bersama-sama saat kami bisa bertemu," Verro menambahkan.
"Aku akan memanggil Michael untuk tidur bersamamu dan Charlotte, aku akan tidur di luar." Bagas baru akan mengoper gadis kecilnya itu kembali ke sang isteri ketika suara Satria terdengar memprotes keputusannya:
"Apa salahnya jika Michael tidur bersama Arjun? Mereka bersaudara, kenapa kau masih seperti dulu, menyala ..."
"Papa!" Pekikan keras mama Arjuna terdengar membuat sang suami menghentikan ucapannya lalu menoleh menatap sang istri yang segera menghampiri dan mengelus lengan Satria. Menghela nafas panjang Satria menatap tajam pada sang adik yang juga tengah menatapnya.
"Jangan mencoba menjauhkan mereka, Bagas. Tolonglah."
"I want sleeping in the Big brother Arjun bedroom."
"But your girl, Sweetie."
"Kalau kau cemas karena Charlotte anak perempuan, Saka bisa menemaninya. Arjun anak yang baik, dia tidak akan pernah melakukan hal buruk apalagi kepada Michael dan Charlotte." Giliran Kamila yang bersuara. Wajah Satria masih nampak tak dapat menyembunyikan kekesalannya. Bagaimana bisa adiknya itu masih tak menganggap Arjuna sama sekali padahal Arjuna adalah anak kandungnya sendiri.
"Saka antarkan Charlotte ke atas. Temani dia. Oke?" Verro mengambil alih Charlotte dari pelukan sang suami lalu menyodorkan gadis kecil yang baru berusia tak lebih dari enam tahun itu pada gendongan Saka yang mau tak mau menerima tugas itu.
"Soal piring nanti Tante yang selesaikan," Mama Arjun menimpali, "Dan Papa lebih baik istirahat saja. Papa jelas kelihatan lelah sekali itu." Kamila mendorong punggung suaminya dengan penuh senyum, menggiring tubuh suaminya menuju anak tangga mengikuti Saka yang telah menaiki anak tangga sambil menggendong Charlotte.
***
Saka memayunkan bibirnya. Untuk kesekian kalinya dia kalah dalam permainan menyusun kata scrambler. Ketika membawa Charlotte ke kamar Arjun, dia menemukan Arjun dan Saint bukannya tidur malah sibuk bermain scrambler. Dan atas ajakan Arjun dan tantangan sinis Saint dia memilih ikut dalam permainan itu lalu berakhir dengan membiarkan tawa bocah itu terdengar mengejeknya. Seperti saat ini ketika dia gagal menyusun lima huruf berawalan A dan berakhiran L dalam bahasa inggris.
"Ckckck. You English so bad."
"Who's said i can't speak english? I can speak English. I just don't like Indonesian descent, but don't respect the culture. It's like you, can't speak Indonesian because you are too proud of a foreign language."
"Siapa bilang aku tidak tahu bahasa Indonesia?"
"Kau bicara bahasa Indonesia?"
"Bahasa Indonesia ku jelas lebih baik dari bahasa Inggris mu." Saka memeletkan bibirnya menjawab pernyataan Michael. "Kalau begitu menyusun kata dengan bahasa Indonesia?" Tantang Saka berharap akan memenangkan permainan itu kali ini.
"Siapa berani?" Michael menjawab dengan wajah songong.
"Siapa takut," ralat Saka.