Preeet!
Pekikan suara terompet yang ditiup keras di sisi telinganya membuat Saka memekik keras dan melompat bangun diantara tawa keras dari bibir Saint yang segera berlari menjauh. Saka melotot menatap anak itu. "Saint!" Sekali lagi Saint membuyikan terompet plastik bak klakson mobil yang dia peroleh dari laci Arjun kemarin hingga membuat Saka memekik menutup telinga diantara tawa nakal Saint. "Kemarikan terompet itu." Pekik Saka sambil menyibak selimut.
"Take it if you can."
"Awas kau kalau aku mendapatkannya akan kubunyikan di telingamu." Saka menerjang melompat turun dari ranjang, tepat ketika teriakan suara Arjun terdengar melarangnya. Dia terjerembab jatuh karena sesuatu terasa menahan kaki kirinya, sekali lagi suara tawa Saint terdengar kencang bak pemain antagonis dalam film-film.
"Saint!" Kali ini Arjun yang memekik protes membuat anak itu seketika terdiam sambil memandang wajah Arjun dengan sesal.
"Kalian ditunggu di bawah untuk sarapan!" Pekik anak itu sambil membuka pintu. "Tante Kamila menyuruhku membangunkan kalian," lanjutnya lagi sambil berlari turun dan memaksa sang adik ikut. Charlotte terlihat tak ingin meninggalkan keduanya- matanya menatap lekat pada Saka dan Arjun, tapi tarikan tangan sang kakak membuatnya menurut. Saka memegang seutas tali yang terikat di pergelangan kakinya, tali yang menahan geraknya untuk menangkap Saint bocah laki-laki yang usil itu, menarik tali itu untuk memastikan kemana Saint mengikat tali itu.
"Upps. Sabar. Mereka mengikatnya ke kakiku," Arjun memberitahu. "Apa sakit?" Arjun bertanya sambil menghampiri Saka yang mencoba membuka ikatan tali di pergelangan kakinya.
"Sedikit."
"Baguslah. Ikut aku."
"Kemana? Kita harus membuka ikatan inikan?"
"Mengambil gunting. Simpulnya terlalu kuat."
"Keponakanmu ... Maksudku adikmu Saint itu nakal sekali."
"Dia masih anak-anak, Saka. Anak laki-laki biasa sedikit usil."
"Tapi kau tidak."
"Mungkin tidak padamu, tapi pada orang lain."
"Aku tidak pernah melihatmu usil pada orang lain," sanggah Saka cepat. Mata gadis itu memandangi Arjun yang tengah mencari gunting diantara kaleng peralatan tulis yang ada di atas meja belajarnya lalu segera berjongkok menggunting ikatan pada kaki Saka.
"Mungkin tidak pada saat bersamamu. Tapi aku bahkan pernah melakukan kenakalan lebih parah."
"Apa?"
"Mencoba mencuri mangga orang lain." Arjun berujar sambil menggunting ikatan di kakinya. Saka memandanginya tak percaya. Mendongakkan wajahnya Arjun bertanya: "Kenapa? Kau tidak percaya aku pernah melakukan kejahatan itu? Aku nggak semanis dalam ingatanmu. Papa bahkan menghajarku saat itu."
"Apa? Papamu ...? Om Satria atau ... Upss .. Sorry gue lihat handycam itu ..." Saka memainkan jemari telunjuknya. Matanya menunduk takut Arjun marah. "tentang masa kecil lo."
Arjun menghela nafas. Tanpa Saka beritahu juga ketika kemarin dia melihat Saka mematung di antara halaman belakang rumah dan dapur, dia bisa menebak Saka mendengar pembicaraan antara dia dan papa Bagas kemarin malam. Tapi bagus. Itu artinya nggak ada lagi yang perlu dia jelaskan pada Saka. Sekarang Saka tahu semua tentang dirinya. Bahwa dia nggak seperti anak lainnya, dia punya keluarga yang sedikit berbeda. Orang yang selama ini merawatnya ternyata bukan papa dan mamanya. Papanya bukan papa Satria ... "Papa Bagas." Arjun meletakkan gunting kembali dengan gontai. Jelas nafasnya berat dan gusar.
"Kamu nggak apa-apakan?" Saka menepuk pundak Arjun, lalu merangkulnya berharap bisa memberikan sedikit kelegaan pada cowok itu. "Taken easy, Boy. I don't care who you are. Where you're from. What you did. As long as you love me."
"Ngerayu teroos." Saka tertawa ngakak membuat Arjun ikut tersenyum. Menatap wajah gadis itu sejenak, Arjun kemudian melanjutkan lagu itu dari lirik pertama sambil merapikan bed cover yang dia gunakan sebagai alasnya tidur di bawah. "Althrough loneliness has always been a friend of mine, I'm leaving my life in your hands. People say I'm crazy and that I am blind."
"Mmm ... Malah nyanyi."
"Daripada nangis. Nanti lo bingung sendiri mesti gimana."
"Iya, juga sih. Ya udah. Nyanyi aja teroos. Suara lo bagus. Gue suka. Gue kasih golden platinum deh ...ehh .. nggak. Kartu golden buzzer deh, lo bisa langsung ke babak final." Saka bicara seakan-akan dia Simon Cowell- salah satu juri di American Got talent yang menyelamatkan Putri Ariani salah satu peserta AGT dari Indonesia ke final AGT, membuat senyum di wajah cowok itu tersibak lebar. "Gitu dong senyum. Nggak perlu nyanyi. Senyum aja lo udah jadi pemenang di hati gue."
"Capek deh. Ngerayu teroos. Gak punya uang receh nih gue."
"Nggak apa. Tapi hati masih punyakan? Kasih hati lo buat gue aja." Arjun tak bisa menahan tawanya lagi.
"Masih pagi, Saka. Lo jangan buat gue sakit perut terus. Serius dikit dong."
"Isssh ... Orang serius dibilang ngelawak. Parah sih lo. Tapi btw kemarin ...seingat aku. Aku nungguin kamu di teras loh, kok tadi aku bisa tidur di tempat tidur? Kamu yang gedong aku ke atas, ya?"
"Siapa lagi? Emang lo pikir lo bisa pindah sendiri?" Saka nyengir lebar. Tuh artinya Arjun perhatian banget sama dia kan? "Udah dibilangin juga tidur aja jangan nungguin. Masih nungguin."
"Abis sayang sih." Arjun mencebikkan bibir. Kalau diajak bicara Saka bisa merayu tetus. Arjun memilih melangkah menuju pintu kamar.