Bandara Soekarno Hatta nampak ramai di pagi menjelang siang ini. Bertumpuk calon penumpang dan para keluarga yang mengantar terlihat di sana. Sebagian mengantri di depan loket maskapai masing-masing untuk check in, sebagian lainnya duduk selonjoran di kursi-kursi bandara yang terbatas, sebagian lainnya memilih menjajaki toko-toko yang ada di sepanjang bandara. Ya, bandara kini bukan hanya tempat melepas dan mendaratkan burung-burung besi, ada destinasi lain yang bisa di dapati calon penumpang pesawat dan keluarga mereka sebagai pengantar ataupun penjemput untuk memuaskan selera makan dan belanja.
Bagas menatap wajah kedua anaknya yang tetap saja cuek padahal mereka kini ada di restoran bandara. Kemarin lalu saat mereka tiba di Jakarta, Saint dan Charlotte mengatakan betapa lezatnya makanan di tempat ini dan mereka ingin kembali ke sini. Namun kini keduanya terlihat tak berselera padahal menunya masih sama nasi goreng seafood spesial.
"Kenapa makanannya tidak dihabiskan? Kalian bilang kalian suka makanan di sini." Tak ada yang menjawab. Tepat disaat itu ponsel Verro berbunyi. Saint dan Charlotte segera menatap benda itu serentak. Jangan sampai itu dari kak Atjun atau Saka karena itu berarti papa akan memarahi mereka habis-habisan lagi. Mereka tadi menghubungi Arjun dan Saka diam-diam ketika mama pergi ke toilet dan sang papa sibuk dengan urusan check in sekedar untuk mengatakan tentang kepulangan mereka kembali ke USA.
"Siapa?" Bagas bertanya dingin. Namun belum sempat sang istri menjawab, dia telah meraih ponsel sang isteri dan membaca nama di layar dan men-slince-kan ponsel itu. "Biarkan saja." Bagas berujar sambil meletakkan kembali ponsel itu di atas meja. Sekilas Verro melirik penelpon. Kak Mila-Indonesia. Verro menegak ludah. Rasanya ingin mengambil ponsel itu dan menjawab, tapi itu akan membuatnya dan Bagas berakhir dengan pertengkaran. Tadi pagi ...oh bukan, sedari semalam. Tepatnya sejak Saint dan Charlotte pulang dari Dufan bersama Arjun dan Saka mereka telah berakhir dengan berdebat, pagi tadi juga. Itu karena Bagas tiba-tiba membangunkan mereka lebih cepat dan berkata bahwa mereka akan kembali ke New York dengan penerbangan lebih awal dari yang mereka rencanakan. Verro merasa lebih baik menahan diri saat ponselnya berkedip-kedip kembali menunjukkan panggilan masuk.
"Saint? Charlotte?" Verro mengalihkan tatap pada sang suami yang ternyata masih belum selesai dengan anak-anak mereka.
"Mungkin mereka kekenyangan. Kita tidak mengajari mereka makan nasikan? Porsi ini cukup banyak bagi mereka, lagian tadi mereka sudah sarapan di restoran hotel. Mereka cuma minta es krim, tapi kau memesankan semua ini."
"They have mouth to say no."
"Do you think they have the courage to talk to you after you were so angry with them last night?" Suara Verro terdengar sedikit meninggi. Bagas melirik anak-anaknya dengan tak nyaman. Kemarin adalah pertama kali baginya memarahi Saint dan Charlotte
"Aku memarahi mereka karena mereka pergi dengan orang lain tanpa meminta izin padaku ataupun padamu. Mereka masih ..."
"Tidak minta izin mungkin kau benar, tapi pergi dengan orang lain? Bagaimana kau bisa berkata Arjun itu orang lain? Dia putra kakakmu. Arjun itu sepupu dekat Bagas dan Charlotte. Apa kau tak paham itu?" Verro menekan suaranya. Dia menyadari kini dia dan Bagas kembali pada perdebatan tentang hal yang sama.
"Dia bukan anak kandung Kakakku!" Bagas memekik keras hingga dia terlonjak dari tempatnya duduk. Tangannya terkepal keras, ada amarah di sana. Bagas menanarkan pandangannya menatap wajah sang istri yang terdiam membisu dengan tatapan aneh padanya. Bagas tahu arti tatapan itu: Verro tiba-tiba merasa jijik padanya karena dia memandang rendah seorang anak angkat. Namun bagaimana dia menjelaskan semua? Bagas tak tahan lalu mengedarkan pandangannya pada para pengunjung restoran angkasa pura yang juga kini menatapnya. Jelas merasa terganggu. Untungnya tak banyak pengunjung hari ini. "Kalian mau es krimkan? Kalian harus menghabiskannya," Bagas berujar pada Saint dan Charlotte sebelum beranjak pergi. "Aku butuh merokok," beritahunya. Menghela nafas, Verro beralih menatap anak-anaknya.
"Kalian habiskan es krimnya oke?"
"Mommy, aunty calling you." Charlotte menunjuk pada layar ponsel yang kembali berkedip.
"This is our secret. don't telling your dad okay?" Charlotte dan Saint mengangguk setuju lalu Verro bergegas mengangkat ponselnya.
***
Saint dan Charlotte berlari girang di sepanjang bandara sementara Verro mengikuti mereka beberapa langkah di belakang sambil mencoba menghubungi sang suami. Bagas belum juga kembali ke restoran dari sejak kepergiannya dengan alasan ingin merokok.
"Saint!" Panggilan keras dari arah depan mereka membuat Saint dan Charlotte segera mencari-cari asal suara. Sebentar kemudian mereka menemukan sosok tampan yang familiar itu, tengah melambaikan tangan pada mereka. Saint dan Charlotte berbalik sekejap menatap sang mama seakan minta izin walaupun sebelum ada izin mereka telah menyambut Arjun dengan teriakan kegirangan.
"Kak Arjun?!" Keduanya kemudian serempak berlari menghampiri Arjun yang segera merentangkan tangannya untuk menyambut kedua bocah itu. Verro menatap ketiganya dengan haru. Baru saja berkenalan putra dan putrinya bisa begitu akrab dengan sepupu mereka itu. Padahal usia mereka terpaut jauh sekali.
"Kau datang?" Arjun mengangguk sementara matanya menatap serius ke segala penjuru, mencari seseorang. "Seharusnya kau tidak perlu datang," Saint berujar, "aku memberitahu kepulangan kami bukan karena memintamu datang ke sini kecuali kalau kau mau menerima kemarahan papa kami lagi."
"Aku tidak keberatan. Jadi dimana Papa? Maksudku Papa kalian," Arjun buru-buru meralat ucapannya. Tidak mungkin kan dia mengatakan kebenaran ini secara tiba-tiba bahkan tanpa izin dari papa kandungnya?
"Dia sepertinya butuh waktu menenangkan diri." Verro mengambil alih menjawab pertanyaan itu, "tapi kusarankan lebih baik kalian tidak bertemu saat ini. Aku rasa dia punya sedikit masalah yang menggelayuti pikirannya jadi dia sedikit sensitif, ketus dan jutek. Biasanya tidak seperti itu ... kalau dia seperti ini, aku tidak mungkin jatuh cinta padanya." Verro tertawa kecil sambil mengurut keningnya karena memikirkan bagaimana Bagas menyambut kejadian ini lagi. Namun biarlah dia memikirkan itu nanti, Arjun telah datang, anak-anak mereka nampak bahagia- masalah nanti biarlah untuk nanti, putusnya.
"Aku tahu, Tan." Arjun melempar senyum pada sang ibu tiri yang bahkan tidak mengetahui memiliki anak tiri. Lalu beralih menatap Saint dan Charlotte. "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Bagaimana kalau kita lomba lari? Dari sini sampai ..." Saint menunjuk. "Lalu kembali ke sini lagi."
"Kau tidak akan bisa mengalahkanku, Saint. Kita sudah mencobanya di Dufan kemarin," Arjun menggoda, "kalau kau kalah jangan cari alasan karena kau lebih muda dariku."