"Setelah keguguran dan itu tepat dengan berakhirnya kuliah Papa, kami kembali ke Indonesia. Agak mengejutkan karena kami menyangka akan bertemu dengan mama, papa, Bagas dan isterinya serta keponakan kami, yaitu kamu yang mungkin telah lahir. Tapi yang kami temukan Mama- maksud Papa ... nenek kamu yang sakit keras sejak kepergian papamu: Bagas dan mamamu: Alina yang tengah mengandung kamu. Semua runyam. Papa mencoba mencari kalian, tapi sampai akhir usia nenekmu- Papa tidak menemukan kalian. Sejak kepergian nenekmu, kakek sakit-sakitan. Mama lah yang merawatnya. Pada suatu hari Papa tanpa sengaja menemukan kalian. Takut Bagas membenci Papa, Papa mendekatimu diam-diam. Andai kamu ingat pria yang pertama kali memberikanmu handycam yang ada di kamarmu itu ... Itu Papa. Om mu." Arjun ingat sedikit kenangan itu. Ketika Om Satria datang ke depan sekolahnya dan menawarinya bungkusan makanan, tapi dia tolak karena takut pada orang asing. Keesokan harinya pria itu tetap datang, menyapanya bahkan walaupun dia berlari menjauh, pria itu tetap tak kenal putus asa. Suatu hari setelah menolongnya dari sebuah kendaraan yang melaju kencang, mereka berbincang. Pria itu mengaku sebagai om-nya, mengantarkannya pulang dan bahkan menghadiahinya sebuah handycam yang tengah nge-trend pada masa itu. Di gang tempat tinggalnya, dialah satu-satunya anak yang memegang handycam semahal itu. Arjun ingat itu, juga bagaimana papa Bagas marah padanya karena dia menerima pemberian orang asing dan teman-teman kecilnya menasehati untuk berhati-hati pada orang asing yang mungkin berniat menculik anak untuk dijual. "Butuh waktu bagi Papa untuk menemui Bagas dan mengatakan segalanya, termasuk keadaan kakekmu saat itu. Papa minta kalian tinggal bersama kami. Papa tidak pernah menyangka permintaan Papa dan cerita papa tentang keadaan nenek dan kakek setelah kepergian kalian membuat pertengkaran hebat antara papamu Bagas dan mamamu Alina. Ketika Papa menemui Bagas, Papa baru tahu kau juga menghilang. Kami mencari Mamamu Alina yang ternyata ada di rumah papanya, menanyakan tentangmu. Dimana dia sama sekali tak tahu kalau kau mengejarnya malam itu. Papa Alina berjanji akan membantu pencarianmu dan juga menyelesaikan masalah diantara kedua orang tuamu saat itu. Papa pikir, permasalahan diantara mereka benar-benar sudah selesai saat itu. Tak akan ada lagi salah sangka atau bahkan masalah ekonomi karena papa Alina yaitu kakekmu dari mamamu mulai menerima Papa Bagas dan bahkan memberikan pekerjaan buat Papa Bagas di perusahaannya dan tinggal di rumah yang dia siapkan. Papa sendiri saat itu sedang sibuk antara pekerjaan, mengurus kakekmu dan mencari keberadaanmu ketika papa diminta datang ke kantor polisi karena papa Bagas disangkakan melakukan pembunuhan. Dia bertengkar dengan Mamamu Alina ..." Satria diam sejenak. Dia menatap wajah Arjun lekat-lekat. Menaksir apakah kebenaran yang akan dia sampaikan terlalu menyakitkan bagi putranya ini? Melangkah ke sisi Arjun, Satria membelai kepala putranya itu. "Menurut pemikiran Papa Bagas- Mamamu Alina berselingkuh dengan seorang pria sebaya papa Alina bernama Om Monata. Pria yang membawa Alina pergi dari rumah kalian malam itu, saat pertengkaran hebat antara papamu Bagas dan Mamamu Alina terjadi. Hari dimana kamu pergi dari rumah. Hari itu setelah mereka sempat berbaikan mereka bertengkar hebat kembali di depan sebuah hotel, tempat dimana Mamamu menemui pria lain itu dan kepergok Papamu. Karena emosi Papamu mendorong tubuh Mamamu, sialnya saat itu sebuah mobil melintas dan kemudian menabrak tubuh Mamamu. Papamu dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara karena kelalaian mengakibatkan matinya seseorang, tapi karena dia bersikap baik maka dia mendapatkan potongan masa hukuman dan hanya perlu menjalani lima tahun penjara. Sementara dengan pencarian panjang, kami akhirnya menemukanmu di sebuah panti asuhan kasih Tuhan setelah delapan bulan kehilanganmu. Kau kehilangan beberapa ingatanmu tentang perjalanan pengembaraanmu bahkan tentang kenangan masa kecilmu." Satria berhenti sejenak. Berpikir perlukah dia menceritakan tentang teman panti asuhan Arjun saat itu? Tentang bocah kecil yang mati bunuh diri di rel kereta api itu dan tentang Arjun yang ditemukan pingsan di tepi rel? Bahwa benturan keras itulah yang sepertinya membuat Arjun kehilangan sebagian kenangan masa kecilnya. Ahhh, mungkin itu akan dia ceritakan dilain waktu saja, putusnya. "Bagas pikir kami lebih baik merawatmu sebagai anak kami. Dia memberikan kami segala berkas tentang kelahiranmu dan surat kuasa darinya sebagai bukti pada panti asuhan atas hak kami merawatmu. Mulai saat itu, kamu menjadi anak kami."
"Mama dan papa minta maaf karena tidak menceritakan hal ini secepatnya padamu sampai kau tahu sendiri dan terluka karenanya. Kami tidak punya maksud buruk," Kamila menggenggam erat telapak tangan Arjun, mengusap-usap punggung tangan itu dengan kasih. "Kami hanya takut kamu terluka karenanya. Mama dan papa juga takut kamu akan pergi meninggalkan kami. Mama tahu itu egois. Memaksamu hanya mengenal satu mama. Mama minta maaf." Kamila sesenggukan mendekap Arjun. "Mamamu ... Kamu ingat makam yang ada di sisi makam kakek dan nenek? Itu makam Mama kandung kamu. Bukan adik perempuan Papa. Maaf karena kamu harus memanggilnya Tante selama ini." Tentu saja Arjun ingat makam itu. Mama, bisik hatinya pilu.
Menarik nafas, Arjun menahan air mata yang hendak jatuh di pipinya. "Tapi melihat kebencian Papa Bagas padaku," Arjun buka suara, "mungkin Papa dan Mama harus membuka kemungkinan bahwa aku bukan anaknya, tapi mungkin saja hasil perselingkuhan."
"Arjun .."
Kamila dan Satria juga Saka menatap lekat wajah pemuda tampan itu. Arjun nampak tenang setenang permukaan pusaran air yang ada di bawah danau, tapi jelas- gelombang dashyat di bawah sana bisa menggulung dan menghancurkan apa saja termasuk semua kebanggaan dan kepercayaan diri pria itu. Semua tahu itu termasuk Saka. "Saat itu kalian mungkin akan berpikir ulang pada keputusan kalian mengadopsiku."
"Arjun, apa yang kamu pikirkan?"
"Aku hanya mau saat itu Mama dan Papa jujur padaku. Aku sudah cukup besar menerima apa pun keputusan kalian bahkan jikalau itu membatalkan putusan pengadopsianku." Arjun meneguk kubangan air mata yang terasa memerihkan batang hidungnya karena usaha kerasnya untuk tak membobol tanggul air mata, kini air mata itu menyangkut di lehernya dan terasa begitu pedih saat dia berusaha menghalaunya dalam tegukan keras.
"Kami tidak akan pernah membatalkannya. Apa pun yang terjadi. Kau putra kami. Selamanya," Satria bicara dengan tegas dan mantap. "Lagi pula saat mengambilmu dari panti, kami harus melewati prasyarat ketat panti yang hendak memastikan kamu kembali pada keluargamu saja. Kamu dan Bagas sudah menjalani tes DNA dan hasilnya kamu dan Bagas anak dan ayah. Papa masih menyimpan semua berkas itu. Papa akan ambil di kantor ... Jika kamu tak percaya berkas itu, Papa akan memaksa Bagas untuk melakukan tes itu sekali lagi denganmu. Di Amerika kalau perlu, bukan untuk dia mengakuimu ataupun menerimamu dalam hidupnya, tapi agar kau yakin kau putraku." Satria baru saja akan pergi ketika Arjun menahannya dan mendekapnya erat. Anak itu menangis. Tante Kamila mendekap keduanya. Sementara Saka berdiri mematung menjadi saksi bisu peristiwa hari di keluarga itu.
***
Saka tak bisa memejamkan matanya semalaman. Ada lingkaran hitam di bawah matanya pagi ini. Dia sibuk memainkan kalung emas dengan liontin salib yang kini menghiasi lehernya saat berjalan di koridor fakultas hukum sementara Arjun melangkah di sisinya. Melirik Saka diam-diam.
Sejak di awal pagi, Saka nampak lebih pendiam dari biasanya. Saka bahkan nampak acuh saat mendengar protesan Suheni-atas kehadiran Saka di atas mobil jeepnya dan pada pernyataannya pada Suheni, bahwa Suheni- tidak perlu cemburu pada kedekatan mereka karena Saka telah memiliki kekasih, sahabat mereka berdua: Fandy. Saat Suheni- mencoba menanyakan hal itu pada Saka, Saka bahkan cuma mengangguk singkat. Ada apa dengan gadis ini ...?
Tepat ketika itu Saka menoleh padanya. Menyugar rambutnya, Arjun melempar senyum. "Kalung itu cocok buat kamu." Saka menyentuh kalung yang melingkari lehernya. "Hadiah dari om sama Tante, ya? Menyambut ulang tahunmu?" Saka baru ingat tak sampai seminggu lagi, dia akan berulang tahun, kali ini ulang tahun tanpa keluarganya: tanpa papa dan mama, juga tanpa kak Andrea. Namun Saka tidak menjawab. Bahkan sebuah anggukan atau gelengan kepala sekalipun. "Kamu mau hadiah apa dariku, Saka?" Arjun bertanya serius.
Saka mengangkat bahunya. "Terserah," ucapnya singkat tanpa menghentikan langkah kakinya. Tangannya masih memegang kalung yang melingkari lehernya.
Tante Kamila memberikan perhiasan itu padanya kemarin malam usai acara pengakuan om Satria dan Tante Kamila pada Arjun. Ketika itu dia mengangkat sisa klappertaart dan memilih berdiam di dapur untuk mencuci piring. Tante Kamila muncul di dapur, membantunya menyelesaikan cucian terakhir dan kemudian mengajaknya ke kamar om dan Tante Kamila. Di kamar itulah Tante Kamila memperlihatkan kalung ini. Kalung milik nenek Arjun yang diberikan pada Tante Kamila setelah menikahi Om Satria. Tante Kamila menambahkan liontin salib emas sebagai pemanis dan kemarin malam memakaikan kalung itu padanya sambil memintanya berjanji untuk tetap berada di sisi Arjun, menjaga dan mencintai Arjun selalu. Uhhh ... Itu sudah seperti janji pernikahan saja, ledeknya saat itu atas ucapan Tante Kamila. Namun Tante Kamila udah seperti cenayang saja yang memastikan itu akan terjadi. Saka ingat bagaimana percayanya Tante Kamila bahwa dia akan jadi istri terbaik buat Arjun. Bahwa dia dan Arjun akan menikah dan memberikan mereka cucu. Andai Tante Kamila tahu ... Bagi Arjun dia tidak pernah lebih dari sekedar seorang sahabat. Ada wanita lain yang Arjun cintai dan berpeluang besar menjadi menantu Tante Kamila dan Om Satria di masa depan. Jelas jika Tante Kamila tahu itu, Tante Kamila tidak akan memberikan kalung ini padanya.
"Pagi, Kak Juna," sapa salah satu mahasiswi dari rombongan adik stambuk yang berpapasan dengan keduanya lalu ditambah sapaan sahut menyahut dari mahasiswi lainnya pada Arjun yang membalas sapaan itu.
"Kak, nih." Seorang mahasiswi menyodorkan kotak bekal di tangannya pada Arjun. "Nasi goreng seafood spesial buatan aku untuk Kakak. Dimakan, ya, jangan sampai dibuang."