"Yang, lama amat ..." Suara Kak Benua, pacar Kak Daniar terhenti saat melihat Saka.
"Udah. Nih." Daniar menyodorkan cermin yang dia miliki pada Saka. "Tanya deh semua orang. Semua pasti sependapat sama gue kalau lo cantik banget."
"Iya. Cantik kebangetan," celetukan Kak Benua membuat mata kak Daniar beralih haluan menatap sang kekasih yang malah mendekati Saka. "Kamu udah punya gebetan belum? Maksud aku hubungan kamu sama Arjun itu gi ... Auwwe ..." Pekikan keras Benua terdengar kencang saat telinganya dijewer Kak Daniar.
"Kamu itu, ya. Pacar kamu masih hidup dan ada di depan muka kamu. Kamu masih berani te-pe- te-pe sama yang lain?!" Jadilah Kak Benua disemprot Kak Daniar.
"Kak Niar, aku pergi, ya. Soal produknya kita bicara ditelpon aja, ya?" Saka berlari sambil melambaikan tangannya. Paling malas melihat pertengkaran antara sepasang kekasih padahal kakak stambuk yang lain malah ngakak saat melihat kak Benua dijewer Kak Daniar dan kedua kekasih itu terdengar terlibat debat sengit tentang cinta.
Saka melangkahkan kakinya di koridor fakultas hukum tanpa memperdulikan berpasang mata yang kini mengawasi sosok wanita yang nampak berjalan dengan anggun bak kucing anggora.
"Reni!" Suara panggilan cukup keras itu membuat Saka menoleh pada arah suara dan menemukan dua rekan mahasiswi nya: Anggreni dan Wulan, entah untuk alasan apa mereka ke kampus hari ini, karena setelah dia mencari tahu bahwa keduanya dalam status cuti kuliah. Sejenak mata Saka dan Anggreni yang sepertinya juga menyadari keberadaannya beradu. Namun rekan mahasiswi nya itu bahkan menatapnya tanpa beban sedikit pun. "Mobil lo dimana? Gue nebeng dong, lagi bokek sehabis beli Birkin, gue jadi jamilah." Wulan mengangkat tas Hermes Birkin Himalaya gold edisi terbatas yang ada di tentengannya itu membuat mata Anggreni melotot tak percaya dan takjub.
"Birkin asli nih?" Anggreni menyentuh lembut tas itu dengan hati-hati. Rusak dikit bisa jamilah dia karena walau sahabat Wulan pasti minta dia mengganti tas itu.
"Ya. Iyalah. Nggak sudi gue beli KW."
"Tapi kan ini mahal. Pake kebangetan. Abis edisi terbatas dan kalau gue nggak salah ini diproduksi tahun 2016. Emang lo punya uang?"
"Isssh, merendahkan orang nih."
"Lo dapat darimana?"
"Kemarin lalu lagi lihat-lihat IG jualan barang branded second waktu bareng Om Jeff terus Om Jeff nanyain gue mau hadiah apa abis kita tempur." Wulan terkekeh. "Gue asal aja minta Birkin yang lagi dilelang di IG. Nggak yakin dia bakal kasih sih, bedalah kalau lo yang minta. Tapi ehh ... tahunya dia ngasih gue. Hadiah karena service gue kali heheeh ..."
"Gue mau ..."
"Issshh. Enak aja lo. Om Jeff itu punya gue, lo minta tuh sama papi lo tuh." Saka refleks menatap arah moncong Wulan dan melihat sebuah mobil terparkir di depan fakultas. Di dalam jelas terlihat seorang pria duduk di depan jok setir dan pria baya itu adalah papa Alfandy. Saka buru-buru menghampiri Anggreni dan Wulan.
"Lo minta Papa Fandy ngaterin lo ke kampus?" Bisiknya tertahan agar tak seorang pun dari para mahasiswa yang mendengar percakapan mereka walaupun kini semua mata mahasiswa dan mahasiswi terarah pada Saka dengan kaget. Siapa pun yang mengenal Saka jelas kaget melihat penampilan baru gadis itu sekarang, dengan riasan di wajahnya -Saka terlihat jauh berbeda: dalam artian cantik banget.
"Lo nggak punya hati apa gimana? Pernah nggak lo mikirin perasaan Fandy kalau dia tahu ini?" Saka masih berbisik.
"Fandy?" Wulan nimbrung dengan wajah bingung.
"Ya, Muhammad Alfandy Alkatiri, sahabat gue. Om yang lo berdua bicarakan itu Papa Alfandy dan seingat gue, Ren, Fandy pernah baik banget nalangin uang kuliah lo satu semester."
"Maksud lo, gue harusnya merasa hutang budi gitu?" Anggreni tertawa sinis. "Anggap aja dia sedang bantuin Mamanya sendiri demi kebahagiaan Papanya." Saka melotot mendengar jawaban absurd itu.
"Setahu gue yang diterima di universitas ini semua harus punya otak, ya. Atau .. dulunya emang lo masuk kategori punya otak .., tapi kayaknya karena mikirin gimana caranya ngerebut suami orang, otak lo udah pindah ke selangkangan, ya?"
"Dodol lo!" Anggreni berteriak keras.
"Teriak lo biar sekalian semua orang tahu kalau lo pelakor."
"Cuihh. Lo kira lo apa? Emangnya gue nggak tahu kalau lo juga tarik dua? Semua orang ngomongin hubungan lo, Arjun sama Alfandy. Bedanya kalau gue nga****ng dapat duit, lo ngasih cuma-cuma."
Plak! Tangan Saka melayang keras ke pipi Anggreni yang tersenyum mengejeknya. Sontak senyum itu menghilang. Gadis itu memegangi pipinya dengan wajah marah. "Lo jaga omongan lo. Gue nggak seperti lo. Gue cewek terhormat. Gue masih perawan. Gue peringatin lo: kalau lo mau macam-macam sama Fandy, gue pastiin orang-orang bakal tahu siapa lo sekarang juga dan gue yakin setelah itu lo nggak akan perlu lagi susah-susah cari duit buat bayar uang kuliah sampai harus jadi sugar baby."
"Ren, kita cabut, yuk." Wulan menarik lengan Anggreni dengan cepat, Saka jelas nggak main-main dan dia tidak ingin seluruh kampus tahu siapa dirinya. Gila aja kalau sampai orang tuanya dan adik-adiknya tahu rahasia ini. Sepeninggal Anggreni dan Wulan, Saka juga bergegas pergi saat melihat Alfandy yang tengah melangkah di kejauhan menuju ke arah mereka. Alfandy jelas bakal melihat keberadaan mobil jaguar hitam yang berada tepat di halaman depan fakultas mereka dan menyadari siapa yang ada di belakang setir kalau Alfandy sampai disini. Tak bisa Saka bayangkan bagaimana perasaan Alfandy kalau tahu papa yang dia banggakan nyatanya menyelingkuhi mamanya dengan teman kuliah mereka.
"Kita ke kantin, yuk." Saka menarik tangan Alfandy lalu mengajak cowok itu berputar badan, tapi Alfandy menolak. "Ayo dong," paksa Saka, "Lo lagi bokek, ya? Gue traktir." Saka tersenyum ceria.
"Gue nggak sedang lapar dan gue nggak terlalu miskin sampai nggak mampu beli makan gue sendiri." Alfandy menghempaskan tangan Saka. Seketika Saka menyadari kalau Alfandy jelas tengah kesal padanya.
"Lo marah karena kemarin? Gue minta maaf karena nggak bisa nepati janji gue buat ketemuan, tapi gue punya alasan urgen. Arjun ..."