Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #77

Cemburu Tanda Cinta

"Terima kasih, ya, Pak." Saka berujar pada supir taksi online yang tadi membantu dia membawa mama Alfandy ke rumah sakit. Pria itu mengangguk. Namun untuk beberapa saat masih berdiri di tempat itu. "Oh, iya. Ini ongkosnya, Pak. Maaf." Saka menjulurkan tiga ratus ribu ke pada pria itu.

"Maaf, Neng, tapi tadi saya memang mau menemui Ibu itu. Beliau minta saya datang hari ini buat bicarain ganti rugi mobil saya yang beberapa waktu lalu rusak karena dipakai Ibu itu nabrak rumah orang. Kayaknya Eneng juga ada di sana." Pria itu garuk-garuk kepala mungkin karena kwartir salah bicara. Saka mengangguk memastikan si bapak tak salah. "Tuh kan bener. Jadi Eneng taukan ..." Jeda sebentar. Pria itu mencoba bicara berhati-hati jelas karena tahu sedang bicara dengan orang yang berduka karena keluarganya ditimpa musibah: sakit. "Sudah dua Minggu lebih ini saya nggak bisa cari penumpang, Neng. Saya curiga Ibu itu pasti berniat nggak mau bayar kerugian yang dia buatkan?" Saka menatap pria dihadapannya itu dengan kaget. Dia baru menyadari hal itu bahwa tadi bapak itu membawa sebuah mobil dengan bagian depan yang ringsek bahkan bagian terdepan yang seharusnya tempat meletakkan plat nomor telah terlepas. Jelas butuh biaya besar memperbaiki mobil itu.

"Maaf, Pak. Pasti nggak gitu. Tante Cahaya pasti bakal bayar, tapi bapak lihatkan Tante Cahaya sedang dalam kondisi ini ... Gimana kalau gini saja, Pak. Kasih saya waktu ngomongin ini sama Tante Cahaya, "

"Berapa lama lagi? Memangnya Neng pikir saya nggak butuh duit? Anak isteri saya butuh makan, anak-anak saya sekolah, Neng."

"Berapa pendapatan bapak sebulan?" Saka bertanya hati-hati.

"Maksudnya Neng mau mengganti pendapatan saya yang hilang karena accident itu? Terus kerusakan mobil saya gimana?" Pria itu melanjutkan dengan jumlah pendapatan yang diperoleh per-bulan sekitaran enam sampai tujuh jutaan. Ternyata cukup banyak juga. Saka yakin papanya bakal segera menelpon dirinya untuk minta penjelasan jika dia mengeluarkan uang dalam jumlah sebesar itu dalam satu penarikan.

"Saya bayar setengah nya dulu, ya, Pak. Saya janji dalam waktu tiga empat hari saya akan membicarakan masalah bapak pada Tante Cahaya juga termasuk biaya perbaikan mobil bapak, saat keadaan Tante Cahaya membaik. Mohon didoakan juga, ya, Pak. Sekarang saya minta nomor rekening bank bapak biar saya langsung transfer saja." Pria itu setuju dan tidak menunggu lama Saka menyelesaikan pembayaran itu lalu memberikan nomor telponnya sesuai permintaan si bapak. Selanjutnya hanya tinggal dia di rumah sakit bersama mama Alfandy yang masih belum sadar. Mama Alfandy menderita darah tinggi dan kemarahannya pada perselingkuhan sang suami juga pada kebohongan yang Saka dan Alfandy lakukan menjadi pemicu kambuhnya penyakit itu.

Entah berapa lama sudah Saka mondar-mandir di depan ruang rawat inap itu. Alfandy tidak mengangkat panggilannya dan tak juga membalas pesan-pesannya, uhhh ... ralat bukan hanya tak membalas, cowok itu bahkan tidak berniat membacanya. WhatsApp nya menunjukkan centang dua buram yang tak juga kunjung berubah biru.

Saka akhirnya mengambil keputusan terpaksa untuk memberitahu para sahabat-sahabatnya dan sekaligus meminta mereka mencari keberadaan Alfandy dan membawa anak itu segera ke rumah sakit walaupun jelas dia harus meladeni keingintahuan para sahabatnya tentang hubungannya dan Alfandy juga tentang perasaannya pada Arjun lalu tanpa mendengar pembelaannya, dia menjadi olok-olok- bagi Andra dan Vano khususnya. Sialan.

***

"Sabtu kemarin kamu jalan sama Saka kan?" Suheni memberondong Arjun dengan pertanyaan segera setelah cewek itu menemukan Arjun. Arjun menatap sang kekasih, entah dari mana Suheni mengetahui hal itu, tiap kali berhubungan dengan Saka, gelagat Suheni selalu seposesif dan sereaktif ini. "Kamu bilang ke aku, kamu ke Dufan bareng sepupu kamu ..."

"Aku memang pergi bareng sepupu aku." Arjun merasa nggak perlu menceritakan secara detail tentang Michael dan Charlotte juga tentang ayah kandungnya pada Suheni. "Mereka baru datang Jumat malam. Tante Verro dan kedua anaknya datang saat aku dan Saka sedang main basket bersama, jadi, ya, mereka kenalan juga dengan Saka. Keesokan hari saat kedua orang tua kami pergi bekerja, Michael dan Charlotte ingin ke Dufan dan tentu saja mereka juga mengajak Saka." Wajah Suheni masam.

"Seharusnya kamu ngajak aku. Jadinya sekarang kan di depan sepupumu sepertinya Saka lah yang jadi kekasihmu."

Arjun terkekeh geli. "Michael dan Charlotte tahu kok Saka bukan pacarku, tapi sahabatku. Michael bahkan tahu siapa yang jadi pacarku." Suheni mendelik. "Aku ceritain tentang kamu ke dia," Arjun menjelaskan walaupun tidak menjelaskan latar belakang dia menceritakan hal itu pada Michael yang penuh keingin tahuan saat mereka tidur di kamar berempat.

Senyum sumringah tersungging di bibir Suheni. "Oya?" Kali ini giliran Arjun yang mengangguk. "Michael bilang apa tentang aku?"

"Aku punya pacar yang cantik dan pintar."

Senyum Suheni makin merekah. Menyusupkan lengannya pada lengan Arjun, Suheni berujar ceria: "Kayaknya aku bakal akrab dengan Michael. Aku ikutan ke rumah kamu, ya. Mau kenalan dengan mereka."

"Mereka udah balik ke Amerika kemarin siang."

"Lah kok?" Suheni refleks melepas gandengannya pada Arjun. Matanya menakar kejujuran cowok itu. "Kamu pasti sengaja kan biar aku nggak bisa kenalan sama mereka?"

"Ya ampun, Hen. Kenapa juga aku nggak mau kamu kenalan sama mereka?" Balik Arjun bertanya.

"Karena kamu mau yang dianggap pacar kamu itu Saka?"

"Mulai lagikan?" Arjun menghela nafas. Pacaran nyatanya ribet, bukan hanya prediksinya jika pacaran sama Saka, tapi dengan wanita manapun. "Kalau aku mau semua orang menganggap aku dan Saka pacaran terus kamu punya alasan apa gitu kenapa aku nggak jadian aja sama Saka?"

Kalau lo punya pacar yang punya sahabat cewek, itu artinya lo kudu siap dipoligami. Percaya sama gue, Arjun bukan nggak cinta sama sahabatnya, dia hanya nggak mau meribetin hubungan pertemanan dengan asmara, mungkin juga karena dia nggak siap kehilangan sahabatnya. Kalau-kalau seandainya sebagai kekasih ternyata mereka akhirnya berakhir dengan bertengkar, jadi milih aman dia memilih pacaran sama cewek lain. Biar hatinya nggak kepikiran terus sama sahabat sendiri. Tapi sahabatnya bakal jadi nomor satu di hatinya.

Semua ucapan Alder di saat mereka bertemu di cafe depan perumahan Arjun, berpendaran kembali mengusik ketenangan hati Suheni. Sama seperti waktu itu, kini pun hati Suheni terasa terbakar.

"Aku nggak tahu kenapa kamu nolak dia ... Tapi moga saja itu bukan karena kamu takut kehilangan Saka sebagai sahabat jika kamu menerima cintanya dan ternyata hubungan percintaan kalian gagal." Suheni berharap Arjun bakal meredam emosinya, tapi nyatanya Arjun terdiam. Ada sesuatu dari kata-kata itu yang terasa menamparnya.

"Mereka ke Jakarta karena ada kerjaan dan sekalian ngerjain kerjaan, mereka ingat punya saudara di Jakarta jadi singgah di rumah," cowok itu buka suara, "terserah kalau kamu mau percaya atau nggak. Saya udah mencoba untuk jujur." Arjun menatap Suheni tegas. "Saya antar kamu ke fakultas kamu."

Lah?

Suheni memasang wajah cemberut. Arjun datar gitu. Mungkin memang dia yang penuh prasangka, tapikan sebagai kekasih seharusnya Arjun menjelaskan dan mencoba merayaunya. Paling tidak seharusnya Arjunkan mengeluarkan kata-kata ini: Heni, berhenti cemburu sama Saka karena aku nggak pernah cinta sama dia, kamu satu-satunya wanita yang aku cinta. Kamu itu matahariku, bulanku, bintangku. Kamu lah duniaku. Bukan Saka ... Seperti kalau dia merajuk saat bersama Alder. Pasti deh Alder sampai kelimpungan buat dia maafkan, Alder bakal meluncurkan aneka kata cinta nan puitis buatnya, tapi ini malahan ...

"Ayok." Arjun telah berjalan lebih dahulu. Suheni masih tak bergeming.

"Arjun," Suheni berteriak manja. Menghela nafas, Arjun membalikkan badannya kembali dan menghampiri sang kekasih.

"Sorry, sekali lagi aku bakal ceritain apa pun sama kamu dan tanya pendapat kamu. Gimana?" Suheni menatap cowok itu. Arjun emang nggak romantis sama sekali. Tak ada rayuan, cuek, beda dengan Alder, tapi sifat itu membuat dia tidak perlu kwatir Arjun bakal mengkhianatinya. Beda dengan Alder yang suka tebar pesona pada semua wanita bahkan sama mahmud.

Arjun dan Suheni masih di lorong fakultas hukum ketika suara Andra terdengar menanyai seorang rekan mahasiswi yang berpapasan dengannya. "Kamu lihat Fandy?" Mahasiswi itu menggelengkan kepalanya. Andra manggut-manggut walaupun jelas kecewa. "Ya, udah. Aku titip pesan aja ke kamu, ya, kalau ketemu Fandy bilangin Saka nyariin dia."

"Dra, jadi Saka beneran nyelingkuhi Arjun nggak sih?"

Lihat selengkapnya