"Ya, sudah kalau mau pulang, kita pulang. Tapi setengah jam lagi, ya?" Devano tak tahu kenapa dia kembali membujuk Nina dan memasang wajah memelas agar gadis itu setuju padanya. Sama seperti tadi saat dia mengajak Nina jalan.
"Tapi Kak jangan bohong, ya?"
"Apa wajah Kakak kelihatan seperti pembohong?"
"Bukan gitu maksud Nina ..."
"Hai, Dev!" Suara riuh dan pelukan itu memotong kesempatan Nina untuk berkata-kata lebih panjang lagi pada Devano. Cowok itu melakukan salam khas anak muda bersama teman-temannya. Tepukan tangan kanan-kiri, benturan lengan kanan-kiri dan genggam erat, sementara pada wanita-wanita yang mungkin saja merupakan kekasih para lelaki itu Devano memeluk dan cipika-cipiki diantara hiruk pikuk pertanyaan keluar dari mulut teman-teman Devano pada Devano. Sementara Nina berdiri membisu di tempatnya berdiri, menjadi pengamat.
"Duduk dong." Mereka duduk di sofa sudut yang di desain cukup panjang dan nyaman itu.
"Gila lo nyaris tiga mingguan nggak nongol sekali nongol bawa gandengan baru." Salah seorang teman Devano melirik Nina yang masih berdiri memaku dengan tatapan nakal, membuat gadis itu mendekap diri dengan cemas.
"Arimbi lo gimanain?"
"Gue sama Arimbi cuma teman. Gila lo semua nggak percayaan amat sama orang." Tawa serempak terdengar atas jawaban Devano.
"Bilang aja dapat yang virgin lupa yang ..." Tawa meledak lagi sementara Devano bangkit dari duduknya dengan santai tanpa rasa risih atas omongan teman-temannya dan melangkah menghampiri Nina. Tangannya menggenggam erat tangan Nina yang terasa dingin. Gadis itu merasa bak domba di tengah kawanan serigala.
***
"Tante senang kamu ada disini. Seakan memiliki seorang anak perempuan." Kamila menyisir lembut rambut Saka di atas ranjang. "Bukannya Tante nggak bersyukur memiliki Arjun, Tante bersyukur. Arjun membawa semua kebahagiaan bagi Om dan Tante, dia juga membawa kamu buat kami." Jeda sejenak Tante Kamila bicara lagi, "Rambut kamu udah panjang. Kamu mau ke salon bareng Tante besok?" Mama Arjun bertanya lembut. Jelas tahu sekali sepanjang usianya Saka tidak pernah memanjangkan rambutnya. Mama Saka bilang awalnya karena Saka sangat memuja papanya, dia menjadi anak kesayangan sang papa yang selalu melakukan kebiasaan bersama papanya mulai dari olah raga pagi atau bermain sepeda sampai Arjun datang tentunya. Dia ingin menjadi seperti sang papa. Sikap tomboy itu muncul karena kedekatan mereka. Saka berpenampilan seperti papanya, rambutnya dipangkas seperti seorang pria bahkan dia lebih suka memotong rambut di tukang pangkas langganan si papa daripada di salon langganan mamanya. Sehabis sang papa dipangkas, Saka akan dipangkas dan tahu sendiri tukang pangkas laki-laki minim mode jadi Saka jelas dipangkas seperti potongan rambut anak-anak laki-laki. Setelah kelas tiga SD barulah Saka pangkas di salon wanita dan itu pun selalu minta potongan rambut layaknya laki-laki Bixie atau Pixie hair cut. Pokoknya tidak pernah melewati bahunya dan tidak pernah sampai menutup telinganya. Kini rambut itu sudah sebahu dan menutup telinga Saka.
"Emangnya Saka jelek ya, Tan kalau begini?" Saka bertanya hati-hati. Dan disambut tawa mama Arjuna.
"Cantik. Cantik banget lagi. Feminim bahkan."
Arjuna suka gadis berambut panjang, Saka membatin. Teringat pada penampilan feminim Suheni.
"Tapi biasanya ..."