Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #81

Galau

Tapak sepatu itu meninggalkan jejak di halaman berumput hijau. "Kamu ikut ke kantor saya." Mata mungil itu mendongak menatap sosok lelaki dewasa di hadapannya. "Ada yang ingin saya bicarakan tentang orang tua kamu dan masa depan kamu tentunya."

Tak ada protes, sebentar saja dua pasang langkah kaki terlihat menjejak rerumputan di halaman yang cukup lebar itu. Sepasang jejak kaki yang lebih besar dan lainnya jelas jauh lebih kecil.

Mata mungil itu menerawang ke seluruh penjuru ruangan yang nampak sunyi, tak ada siapa pun di ruangan itu selain mereka berdua. Bocah kecil itu menatap pria dewasa itu saat menutup pintu dan mulai mendekatinya yang masih berdiri kaku menunggu. Bukannya mempersilahkannya duduk, jemari tangan lelaki dewasa itu bergerak menyentuh pundak kecilnya untuk kemudian beralih pada leher dan mulut mungilnya. Bocah laki-laki itu protes, tapi bibir lelaki dewasa itu membungkam suaranya diantara wajahnya yang berubah penuh nafsu.

***

"Uggghhh .. Jangan. Lepas. Lepas!"

Pekikan keras itu membuat Saka yang tengah kehausan, menyemburkan air di mulutnya. Bergegas gadis itu menuju ke luar dapur dan menuju ruang keluarga Arjun, tempat asal suara itu terdengar. Saka menemukan cowok itu terduduk di sofa dengan keringat membanjiri tubuhnya dan jangan lupakan bagaimana piasnya wajah itu kini.

Saka nyaris berlari mendekati Arjun yang masih nampak shock. "Arjun? Kamu baik-baik saja?" Bayangan mimpi buruk itu masih tergambar jelas di benak Arjun, saat pria itu menindih punggung bocah laki-laki itu di atas meja kayu yang ada di dalam kantor pria itu. Bukankah itu disebut pelecehan? Pedofilia. Maksudnya .... Siapa anak dalam mimpi itu? Jantung Arjun berdegup kencang. Keringat dingin di sekujur tubuhnya mengalir makin deras. Apa bocah laki-laki itu dia?

"Arjun."

"Jaaangan berani-berani menyentuh .." Arjun bergerak cepat menepiskan tangan Saka hingga gelas yang tengah dipegang gadis itu terguncang bahkan nyaris jatuh membanting lantai dan membuat Saka memekik kecil. Pekikan itu menyadarkan Arjun.

"Kamu kenapa, Arjun? Apa kamu bermimpi buruk?" Sekali lagi Saka bertanya dengan cemas. Arjun tidak menjawab, cowok itu menyeka keringat yang membanjir di wajahnya dan menyugar rambutnya. Saka buru-buru menarik beberapa lembar tisu dari kotak tisu yang terletak di atas meja lalu melap wajah tampan itu sebentar karena Arjun buru-buru mengambil alih untuk menyeka wajahnya sendiri. "Mau minum?" Saka bertanya sesaat kemudian sambil menjulurkan gelas di tangannya yang isinya sudah jauh berkurang, Arjun meraih gelas itu, menegak isinya hingga tandas, jelas kehausan sekali. "Kamu bermimpi apa?" Pertanyaan itu membuat lidah Arjun kelu seketika. Bayangan mimpi buruk itu kembali menamparnya dengan begitu menyakitkan. Tidak. Dia tidak mau membicarakan itu. Dia tidak mau mengingat itu. Itu hanya mimpi buruk dan sama seperti orang-orang bilang mimpi hanyalah bunga tidur, tidak lebih. Dia tidak pernah mengalami hal itu. Dia bukan anak malang dalam mimpi itu!

"Hanya mimpi tak jelas yang tidak penting." Suara Arjun terdengar tegas membungkam keinginan tahuan Saka.

"Baiklah. Kau mungkin bermimpi buruk karena tidur bukan pada tempat biasa. Pindahlah ke kamarmu, kamu tidak perlu menjagai aku dan Tante seperti ini, kami bisa menjaga diri. Lagi pula sama seperti yang lalu-lalu, tidak akan ada apa pun yang terjadi malam ini." Saka tahu jelas kebiasaan Arjun sedari dulu, jika papanya pergi keluar kota - Arjun tidak akan pernah tidur di kamarnya, tapi lebih suka di sofa ruang tengah, tempat dimana pintu depan terlihat lebih dahulu sehingga jika ada yang berniat buruk maka dia bisa menghajar orang itu lebih dahulu sebelum orang itu melukai mamanya dan sahabatnya.

"Pergilah tidur, Saka." Suara rendah Arjun terdengar bagaikan dari tempat yang asing, Saka menyadari bahwa Arjun tidak ingin bicara apapun padanya dan Saka tak ingin mendebat itu.

"Kalau begitu selamat malam." Saka baru akan beranjak ketika tangan Arjun meraih jemarinya dan suara Arjun terdengar.

"Apa Mama sudah tidur?" Membalikkan tubuhnya, Saka mengangguk. "Apa yang kalian bicarakan berdua?"

"Hanya tentang masa kecil kita," Saka memilih mengatakan hal itu. Malam ini bukan waktu yang tepat untuk bercerita tentang kenyataan masa kecil Arjun, tentang kenyataan kalau Arjun pernah hilang lalu ditemukan kembali enam bulan kemudian, tentang kejadian di rel kereta api dan tentang bocah laki-laki bernama Mario yang telah Arjun anggap sebagai saudara- yang malah meninggal tertabrak kereta api.

Jeda sebentar. Kesunyian merajai diantara mereka sampai kemudian suara televisi menyadarkan Saka kalau Arjun tengah menonton sebuah film drama romantis. "Kamu menonton film?"

"Titanic." Arjun menoleh ke layar tv. "Aku mendapatkan hukuman dari Suheni untuk menonton film ini karena ketika kami tadi menonton di bioskop, aku malah sibuk sendiri." Arjun terkekeh kecil. Tampan. Tangannya masih memegang tangan Saka yang masih berada pada posisinya. "Kacaunya kini aku malah ketiduran. Kalau dia membahas film ini besok, dia akan tahu kalau aku tidak menontonnya dengan sempurna." Layar kaca menunjukkan kehebohan yang terjadi di dalam kapal Titanic yang telah kemasukan air dan sekoci-sekoci yang diturunkan. "Heni bilang ini film kesukaannya, tapi aku bahkan tidak tahu siapa pemainnya. Katanya, film ini membooming pada masanya, tapi kita bahkan belum pernah menontonnyakan?"

Saka mengigit bibirnya. Dia ingat mereka pernah menonton film ini di rumahnya dari VCD. Dia ingin memberitahu pada Arjun hal itu dan juga bagaimana Arjun ketiduran saat itu. "Leonardo Dicaprio sebagai Jack Downson dan Kate Winslet sebagai Rose." Namun hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya.

"Apa?"

"Pemeran utama dalam film ini." Saka masih berdiri kaku di tempatnya, menatap Arjun yang memandang akhir film itu.

"Ahh, kacau. Heni pasti membunuhku kali ini, dengan ini; aku melakukan dua kali kesalahan," Arjun menjelaskan saat menemukan tatapan mata Saka padanya. "Aku sibuk sendiri saat kami menonton berdua untuk pertama kali dan sekarang aku ketiduran saat berjanji akan menonton film kesukaan Heni. Kalau kau berada diposisi Heni kau juga pasti kesal padaku."

Saka menarik ujung bibirnya tipis. Dia memastikan hal itu tak terjadi, tapi Arjun tentu saja tak akan tahu. Dia tidak akan pernah memarahi Arjun untuk hal sepele seperti itu. Namun menyadari bagaimana Suheni begitu penting bagi cowok itu membuat dadanya terasa sesak dan matanya memanas.

"Itu tentang perjalanan penuh petualangan dari dua orang yang berbeda latar belakang. Leonardo Dicaprio sebagai Jack Downson adalah seorang seniman lukis yang tidak terkenal dan Kate Winslet sebagai Rose adalah wanita muda dari keturunan kaya raya yang ditunangkan dengan seorang pria kaya raya lainnya. Aku lupa namanya. Ketiganya menaiki pelayaran pertama kapal terbesar di era itu: Titanic." Saka mencoba menjelaskan semua tentang film itu. Hubungan yang terjadi antara Jack Downson dan Rose setelah pertemuan mereka di anjungan kapal dan kisah cinta mereka yang kemudian kepergok tunangan Rose yang menyebabkan Jack dikejar dan hendak dibunuh lalu tragedi kapal Titanic terjadi saat kapal itu berlayar di tengah malam dan menabrak bongkahan es. Kecelakaan itu menyebabkan lambung kapal robek dan air memenuhi seluruh ruangan kapal. Jack tewas saat itu karena memilih menyelamatkan Rose dan seorang anak kecil untuk menaiki sekoci yang tinggal satu-satunya. Saka hanya tak menceritakan bagian dimana Jack melukis Rose dalam keadaan telanjang. Orang tuanya mendapatkan DVD asli film itu dari Singapura. Asli selayaknya di film yang diputar di bioskop luar negeri, tanpa sensor. Saka ingat bagaimana merahnya wajahnya saat itu. Dia berada diantara dilema menghentikan menonton film itu atau melanjutkannya di sisi Arjun yang katanya mau menonton film bersama-sama sedari mereka di sekolah. Namun berakhir tertidur pulas di sisinya.

Lihat selengkapnya