"Fandy!" Saka berteriak memanggil. Namun Alfandy tak mau dicegah. Dia harus menuntaskan rasa ingin tahu yang mencengkramnya sekarang. Otak Alfandy bergerak cepat memutar memori kedua minggu yang lalu, ketika mamanya terlihat tegang setelah berbicara dengan seseorang di seberang telepon, lalu memilih mengurung diri seharian. Plus saat mamanya muncul bersama Saka sore menjelang malam, dengan luka di kening mamanya. Jelas itu hari di mana mamanya menabrakkan mobil taksi online ke rumah seseorang, tapi siapa orang yang membuat mamanya begitu marah? Salah satu saingan dalam bisnis batu bara-kah? Alfandy menebak-nebak.
Bisnis batu bara memang bukan bisnis yang tenang. Bisnis ini dipenuhi mafia dan para saingan tak beratitut, tapi mamanya tidak pernah turun tangan langsung, lebih ke papanya.
Papa.
Uhh. Alfandy mendengkus kesal saat mengingat sosok itu. Sesibuk itu papanya sampai tak bisa meluangkan waktu padahal ia telah memberi kabar tentang kondisi mamanya yang tengah berbaring di rumah sakit. Jika papanya pulang nanti, dia akan komplain pada pria itu. Saat menyetir mengikuti mobil Pak Dedy di depan sana, pikiran Alfandy masih berputar-putar menebak-nebak sosok yang membuat mamanya begitu narah dan kecewa
Sementara itu, di pelataran parkir rumah sakit, beberapa detik setelah kepergian Alfandy, Saka sedang disibukkan memesan taksi online ketika Arjuna muncul dan melihatnya di pelataran parkir.
"Saka, gue capek nyariin lo. Taunya disini. Kita balik, yuk." Suara itu membuat Saka mendongakkan kepalanya. Menemukan Arjun yang ternyata belum pergi dari rumah sakit ini. Apa kata Arjun? Arjun nyariin dia? Serius? Saka butuh memastikan dia tidak salah dengar.
"Lo belum balik ke kampus?"
"Gimana mau balik, lo nggak kelihatan sedari tadi."
"Gue pikir lo emang sengaja karena nggak mau bareng gue lagi." Saka memasang wajah cemberut membuat Arjun menghela nafas dan menoel kening gadis itu. Saka mengusap-usap keningnya.
"Angkat dong telpon gue kalau gue lagi nelpon."
"Lo nelpon gue?" Saka melihat ponselnya dan menemukan sepuluh panggilan tidak terjawab di ponselnya lalu menyadari kalau dia men-silent-kan ponselnya. "Sorry. Gue lupa mengaktifkan suara panggilan ponsel gue abis kuliah dan sepertinya tadi kesimpan di ransel waktu ambil kartu tanda pengenal. Ehhh, tapi .., Jun, kita nggak bisa balik ke kampus sekarang, kita ikutin mobil Fandy, yuk." Saka langsung menarik tangan Arjun. "Si hitam dimana?" Saka bertanya saat menatap mobil disekitarnya dan tak menemukan yang dia maksud.
"Di sebelah sana."
"Ngomong dong."
"Kan lo yang asal narik. Makanya nanya dulu." Saka nyengir kecil mendengar ucapan Arjun. "Tapi ngapain kita harus ngikutin Fandy? Emang anak itu kemana?"
"Nanti gue ceritain di mobil. Cepetan dong." Saka bergegas meninggalkan Arjun yang segera mengejar cewek itu. Tangan Arjun meraih pergelangan tangan Saka untuk membawanya ke tempat si hitam diparkir. Arjun bahkan tak tahu hal itu membuat jantung Saka berdegup lebih kencang lagi, dengan ekor matanya Saka menatap pegangan erat Arjun dipergelangan tangannya. Perlahan sesuatu yang hangat menyelimuti seluruh hatinya. Gitu aja dia udah memaafkan perbuatan Arjun tadi. Receh amat sih dia.
Perhatian ini khas Arjun dan kalau udah seperti ini dia selalu labil. Tadinya sudah mengambil keputusan untuk menjauhi Arjun, sekarang, sekali lagi dia ingin berjuang menyadarkan cowok itu kalau Arjun juga mencintainya. Sampai cowok itu bilang dengan jelas bahwa tidak mencintainya, barulah dia bakal menyerah.
"Ka, maaf, ya, soal pagi tadi."
"Soal?"
"Sikap Henni ke lo." Saka menarik sudut bibirnya tipis, sedikit rasa kecewa menjalar di hatinya. Jujur awalnya dia berpikir ucapan maaf itu karena Arjun merasa bersalah telah membuat dia harus pergi ke kampus sendiri dan lebih memilih bersama gadis kedokteran itu, nyatanya ... Malah minta maaf buat kesalahan orang lain.
"Lo nggak perlu minta maaf buat kesalahannya, walaupun lo pacarnya. Dia udah cukup dewasa untuk melakukan itu sendiri, tapi demi lo ... Gue udah lupain kejadian tadi." Arjun menatap Saka lekat-lekat. Namun Saka seakan sengaja tak menatapnya balik. "Udah, yuk. Kita kejar Alfandy ke perumahan Pondok Mutiara sebelum Fandy membuat keonaran disana," Saka merubah topik pembicaraan.
"Maksud lo? Kenapa Fandy membuat keonaran?"
Saka menarik nafas berat lalu menghembuskannya sambil menatap wajah Arjun yang juga tengah menatapnya. "Papa Fandy selingkuh sama Anggreni- anak fakultas hukum yang satu stambuk dengan kita itu."
"Anggreni ...???" Arjun mencoba mengingat-ingat. "Yang rambutnya awalnya panjang sepinggang dan suka pakai rok panjang semata kaki, tas kanvas dan paling demen duduk di deretan kursi terdepan untuk mencermati pengajaran para dosen, tapi kini jadi mahasiswi yang merubah penampilannya dengan ekstrim gitu? Rambutnya dipangkas pendek dan diwarnai kecoklatan, kuku hasil pedi medi, pakaiannya nggak lagi semata kaki, tapi bahkan kadang jauh di atas lutut dan yang pasti bermerk semua. Terus tunggangannya dong ... Kemarin waktu ke kampus, gue lihat dia naik mobil mewah sekaliber BMW, tapi versi terbaru, dijemput siapa gitu ... Cowok sih, pakai kaca mata hitam dan cuma duduk terus dalam mobil, tapi kelihatannya udah mateng sepintas lebih kayak bokap dia walaupun, semua anak mahasiswa fakultas hukum yakin seratus persen, itu bukan bokap Anggreni," Arjuna menyambung.
"Papa Fandy," Saka berceletuk menyambung omongan Arjun lalu memplototi sahabatnya itu. "Ehh, artinya kemarin lalu tuh, lo lihat juga?"
"Lihatlah, jelas banget gitu. Kalau Anggreni sekarang lewat ... Semua mata terarah sama dia abis ... Wuihh kayak mall Senayan on the road. Ada Balenciaga, Bottega, Channel, Furla."
"Ternyata cowok seperti lo juga mantengin cewek seperti Anggreni." Saka menarik satu ujung bibirnya jijik.
"Tapi bukan karena sangean, Nona." Arjun kembali menjetikkan jarinya di kening Saka membuat gadis itu berteriak protes. Namun saat Saka akan mengelus keningnya, telapak tangan Arjun telah lebih dahulu mengelus bagian yang dijentik jari cowok itu. Tuhkan dada Saka jadi berdegup dengan kencang lagi walaupun, Arjun seperti tetap tak sadar pada apa yang telah cowok itu lakukan. Cowok itu masih terus bicara sambil mengemudi setelah menarik tangannya dari kening Saka. "Gue cuma mikir gimana cara dia dapetin semua ..." Kalimat Arjun terpotong, matanya membuka lebih lebar seakan baru menyadari salah satu ucapan Saka. "Lo ngomong apa tadi, Ka? Papa Fandy selingkuh sama Anggreni?" Saka menarik tangannya yang terkepal di permukaan dadanya untuk menahan degupan yang makin kencang itu ketika mata Arjun beralih padanya. Malu kalau cowok itu tahu betapa lemahnya dia pada sentuhan dan perhatian Arjun. Saka mengangguk. Ada keterkejutan yang tak dapat disembunyikan di wajah Arjun.