"Jun, kamu kenapa sih?"
"Santai, Boss,"potong Devano penuh tawa. "Gue kenal cowok baik-baik dan udah lama suka sama Saka."
Apa sih maksud Devano bicara seperti itu? Memperkenalkan Saka dengan kenalannya? Memang Devano punya kenalan waras selain mereka? Kayak dia nggak paham saja pergaulan Devano diluar mereka. Awas saja kalau Devano malah memperkenalkan Saka dengan laki-laki berengsek.
Arjun mencengkram kemudi dengan erat penuh kekesalan.
"Jun, kamu kenapa sih?" Pertanyaan Suheni kembali hilang tanpa jawaban. Gadis itu menatap sang kekasih yang nampak sedikit aneh setelah mereka pergi dari apartemen Alfandy. "Arjun!" Suheni menepuk lengan itu.
"Awas kalau lo berani ..." Arjun menghentikan ucapannya. Saat matanya menemukan wajah cantik Suheni di depan matanya yang kini menatapnya bingung dan ingin penjelasan.
"Awas kalau gue berani apa?"
"Maksud aku ..." Arjun jeda sejenak di bawah tatapan mata Suheni yang intens. "Itu bukan ditujukan buat kamu kok."
"Terus buat siapa? Buat teman kamu, si Devano itu yang tadi deketin Saka? Kamu itu kesal sama dia?" Uhh, Suheni kalau menebak kenapa sering benar? Arjun mendumel dalam hatinya. Namun jelas dia tidak bisa jujur. Suheni terlalu posesif dan cemburuan, hanya mendengar nama Saka saja semua bisa ribet setelahnya.
"Nggak kok. Bukan gitu. Kamu pasti salah sangka karena sikap Devan tadi ke Saka. Saka bukan tipe dia. Dia sukanya cewek feminim kayak kamu .."
"Issh .. siapa juga yang suka sama dia. Dia si playboy itu kan? Yang jadian cuma buat having fun sama cewek-cewek? Reputasi dia udah kedengar ke fakultas kedokteran, tapi untungnya cewek-cewek kedokteran itu cewek-cewek pintar, jadi nggak bakal kemakan gombalan dia."
"Maksud aku ..." Arjun garuk-garuk kepala saat melihat tatapan tajam Suheni. "Maksud aku bukan kamu atau kawan-kawan kedokteran kamu itu. Dia dekat dengan seseorang di Fakultas Hukum dan aku nggak mau kelakuan dia itu mencoreng nama baik kita. Fakultas Hukum, tim basket, universitas. Aku udah coba bilangin dia supaya stop jadi playboy karena bisa menghancurkan masa depan dia sendiri."
"Aku bisa paham maksud baik kamu, tapi kalau dianya nggak paham .., ya, udah mau apa lagi." Suheni angkat bahu. "Kamu emang Gubernur Fakultas Hukum, tapikan nggak semua juga tanggung jawab kamu. Anak mahasiswa bukan lagi anak-anak SMP atau SMA, kita udah cukup dewasa dan pada posisi bertanggung jawab atas segala perbuatan kita."
"Aku tahu. Aku bicara sebagai sahabat."
"Jujur, ya, aku agak-agak bingung sama kalian, kok bisa bersahabat sebegitu dekatnya dengan orang kayak Devano."
"Hen, punya teman itu nggak boleh pilih-pilih."
"Enak aja. Punya teman harus pilih-pilih dong. Teman kamu menentukan siapa dirimu, banyak tuh yang terpengaruh oleh pertemanan. Yang awalnya anak baik-baik malah jadi pelaku tawuran atau bahkan jadi anggota geng dan berakhir jadi begal. Mereka kebanyakan anak-anak muda loh, seusia kita atau di bawahan kita, jadi bagi aku perlu banget pilih-pilih teman."
"Kelihatannya sih omongan kamu benar, tapi sebenarnya kita punya self protection, seperti tubuh pada kuman. Dalam hal ini seperti kedekatan pada keluarga, seberapa dalamnya ajaran orang tua dan agama melekat pada kita serta pengetahuan, jadi nggak semua orang baik kalau bergaul dengan orang buruk ikutan buruk, ada juga yang berakhir malah membawa yang buruk jadi baik. Maunya kita, Devano lah yang terpengaruh sama kita." Arjun tersenyum manis. "Kita semua berharap Devano jadi cowok baik dan sembuh dari luka masa kecilnya. Lagian dalam korelasi kita satu-satunya yang agak-agak mengkhawatirkan perilakunya cuma dia, kita berharap dia sih yang lebih ngikutin arus kita. Bukan kita ngikutin arus dia."
"Karena mayoritas kalian pikir dia bakal ikut arus?" Suheni menarik ujung bibirnya. "Tapi kamu pernah dengarkan peribahasa karena nila setitik, rusak susu sebelanga? Sepertinya kalian itu nggak sadar, kalau kedekatan dengan si playboy itu udah merugikan kalian. Image kalian buruk loh di mata mahasiswa fakultas lainnya. Kamu tahu nggak gimana mahasiswa-mahasiswi di luar fakultas hukum ngomongin kamu? Gini-gini: apaan sih dengerin Gubernur Fakultas Hukum, playboy bisa apa sih selain urusan selangkangan?" Suheni menirukan ucapan mahasiswa fakultas lain yang tengah membicarakan Arjun yang dia dengar sebelum dia dan Arjun punya hubungan. "Kamu tahu nggak kenapa Alder sampai menentang hubungan Irene dengan Vano sekeras itu? Karena dianya mikir Devano pacar Irene itu adalah si Devano playboy yang namanya membooming seantero Universitas."
Uhhh, Arjun membuang nafas panjang. Lega karena Suheni percaya omongannya, tapi ... mulai dari sejak kapan dia belajar membuat alasan bohong dan kali ini bahkan makin mahir? Arjun ngeri dengan keterampilannya yang satu ini. Semua gara-gara Saka. Uuhh, tapi sore-sore gini Saka lagi ngapain, ya? Arjun membatin mengingat sang sahabat. Main basket bareng anak-anak komplek kah? Atau malah molor di ranjang?
Tapi ... Wait ... Mengingat ucapan Suheni, Arjun jadi memahami pikiran orang lain tentang dia dan sahabat-sahabatnya, jadi pikiran orang lain tentang dia begitu? Juga Vano ... Kasihan sih Vano. Mungkin lain kali kalau ketemu Alder, dia bisa ngomongin hal ini dan membersihkan kesalah pahaman antara Vano dan Alder sehingga hubungan antara Vano dan Irene bisa lancar, Arjun memutuskan.
"Aku antar kamu ke Fakultas Kedokteran, ya, sorry banget, aku nggak bisa antar kamu ke rumah, soalnya masih harus ke Fakultas. Ada rapat Pema."
Suheni mengangguk penuh pengertian. "Tapi nanti malam ke rumah kan?" Arjun memandang Suheni serius. "Nanti malam weekend tau. Kita jalan kemana kek." Arjun mengangguk. Gimana lagi, namanya juga orang pacaran, kalau weekend harus malam mingguan kan? Walaupun sebenarnya lebih nyaman main basket bareng Saka, terus duduk selonjoran di halaman rumahnya sambil mandangin bulan dan ngobrolin apa saja.
Sebentar kemudian si hitam telah berbelok ke Fakultas Kedokteran dan berhenti di pelataran depan gedung Fakultas Kedokteran. "Terima kasih, ya, Hen udah nemenin aku ke rumah sakit."
"Nggak perlu berterima kasih lagi, kayak sama siapa aja. Aku senang kamu mau melibatkan aku di kehidupan sahabat-sahabat kamu, kecuali di kehidupan si playboy. Terima kasih, ya." Suheni mendekat. Cup. Sebuah kecupan terasa di pipi Arjun yang membeku kaget, belum habis kekagetannya, Suheni telah menempelkan bibirnya yang merah di sudut bibir Arjun lalu membuka pintu dengan tergesa sambil berucap aku mencintaimu.
Arjun membisu. Dia harus apa?
"Hen." Arjun mencekal lengan Suheni membuat kepala gadis itu memutar menatap Arjun. "Sekali lagi nggak usah pakai cium, ya?"
"Maksudnya? Kamu nggak senang kalau aku ..."
Suheni memasang wajah cemberut. Seharusnya sebagai kekasih yang baik, Arjun menahan geraknya saat ingin keluar dari mobil untuk membalas kecupannya, tapi apa itu tadi ...? Arjun minta dia jangan mencium cowok itu? Sebenarnya Arjun itu cinta nggak sih padanya? Kalau nggak cinta, kenapa Arjun mengajaknya pacaran? Arjun lah yang lebih dahulu meminta mereka pacar.
"Aku nggak mau orang-orang ngomongin kamu. Kamu sendirikan yang bilang di depan semua orang, nama aku nggak bagus, jadi aku nggak mau, kamu tersangkut di sana. Lihat." Arjun menunjuk beberapa orang mahasiswa yang berdiri di koridor dan memandang mereka. "Kita ada dalam pengawasan. Semua dinding punya mata. Lagipula kita belum nikah ..
"Tapi itu cuma sebuah ciuman Arjun ..."