Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #95

Terikat Aturan Devano

"Kak Dev, mau makan apa?" Nina menyapa ramah pada Devano yang muncul sendirian di kantin.

"Gue udah makan. Lo lanjutin aja ngomong sama cowok lo."

"Cowok apaan? Oh itu?" Ini menatap pada Dodo yang masih berdiri di outlet jualan bersama bude. "Itu Dodo, teman SMA Nina yang kemarin Nina ceritain." Devano menatap cowok cupu berkaca mata dengan tubuh bisa dikatakan kurus itu dengan tatapan tajam. Nggak ganteng, jauh beda dengan dirinya.

"Teman sampai nyuap lo gitu?"

Nina melirik ke kanan dan ke kiri. Untungnya kantin sudah jauh lengang lalu berbisik di dekat telinga Devano, "Kak Dev cemburu ya?"

"Gue?!" Devano setengah memekik lalu berujar, "Nggak." Nina memasang wajah masam kemudian melangkah hendak pergi, tapi cekalan tangan Devano menahannya. "Jangan dekat-dekat dengan cowok itu. Kakak nggak suka." Devano melangkah.

"Kak Dev nggak makan dulu."

"Kakak udah makan."

"Kalau udah makan, ngapain ke sini?"

"Mau lihat kamu. Kangen. Nanti malam Kakak datang ke rumah Pakde buat ngajarin kamu." Devano tersenyum kecil lalu melangkah pergi tanpa menyadari apa yang terjadi pada Nina karena ucapannya. Kak Devano bilang tidak cemburu, tapi lelaki itu datang hanya karena rindu padanya. Hati Nina berbunga-bunga.

"Bantuin Bude angkatin semua piring terus beresin meja, baru kita makan siang," ucapan Bude membuat Nina terkaget-kaget, tapi tanpa membantah dia bergerak menuju meja-meja yang ada dan membereskan meja-meja bersama si Bude. Senyuman mekar di sudut bibir Nina. Dodo yang melihat hal itu segera meletakkan tasnya dan ikut membantu.

"Do, udah kamu nggak usah ikut bantuin. Kita bisa kok," Nina menolak bantuan teman SMA nya itu saat Dodo menghampirinya dan meraih piring-piring yang telah Nina pungutin.

"Nggak apa-apa, aku senang bantuin kamu."

"Aku yang nggak enak hati karena ngerepotin kamu terus." Dodo tertawa kecil.

"Kamu nggak ngerepotin kok Nina. Kan saya yang mau. Saya iklas."

"Ya, udah kalau iklas. Sebelumnya terima kasih, ya." Dodo mengangguk sumringah sementara Nina beranjak menuju meja lainnya di dekat si Bude. "Bude," panggilnya pelan pada wanita itu. "Nanti malam Kak Dev mau datang ke rumah ngajarin Nina."

"Emangnya ujian masuk perguruan tinggi itu kapan, Nin?" Si Bude bertanya.

"Biasanya bulan empat atau lima, Bude."

"Masih lama, ya?" Nina mengangguk.

"Tapi Nina jadi punya waktu lebih lama belajarkan?"

"Nin, dengerin Bude." wanita itu meraih tangan Nina. "Kamu sama Nak Devano itu cuma belajarkan?"

Deg. Jantung Nina berdegup kencang. Segala pikiran buruk melintas dibenaknya. Apa Bude sudah tahu yang terjadi antara dia dan Kak Devano?

"Maksud Bude apa? Bude nggak percaya sama Nina ..."

"Bude cuma nggak mau kamu makin terpesona sama Nak Devano. Ingat kita itu beda kelas sama dia, kalau keluarganya nggak suka, yang bakal patah hati, ya, kamu dan kamu tahukan pergaulan Nak Devano? Teman-temannya mahasiswa mahasiswi semua, kaya mentereng, terpelajar. Pacar-pacar Nak Devano juga selalu mahasiswi yang top. Cantik, seksi, pintar, kaya, kamu jangan berharap. Jadi jangan terlalu dekat dengan Nak Devano, ya. Belajar boleh, jangan suka." Bude bicara lugas dan tegas sambil melangkah meninggalkan Nina, dia menambahkan: "Letakkan piring-piring di washtapel setelah itu kita makan."

Nina menggigit bibirnya sementara si Bude telah melangkah membawa banyak piring di tangannya menuju ke wastafel. Dodo memperhatikan hal itu dari tempatnya. Kalau dia tidak salah dengar, mahasiswi Fakultas Hukum tadi mengatakan kalau laki-laki bernama Devano itu seorang playboy. Dodo merasa harus memperingatkan Nina.

***

"Kamu kenapa, Nin? Katanya mau belajar, tapi ogah-ogahan begini." Devano meletakkan pulpen di tangannya setelah menilai hasil kerja Nina. Cukup bagus sih, tapi Nina bahkan tidak begitu peduli pada pengajarannya.

"Kak Dev sudah pacaran berapa kali?"

Devano menatap Nina. "Berapa ya?" Dia mulai menghitung. Jarinya bergerak.

"Perlu dihitung pakai jari?" Nina bertanya sambil menarik bibir sinis.

"Mmm."

"Berapaan?" Suara tak sabar Nina kembali terdengar. "Kok lama banget ngitungnya? Pacarnya pasti kebanyakan."

"Lebih dari dua belas kayaknya."

Lihat selengkapnya