Friend Don't Kissing

Elisabet Erlias Purba
Chapter #96

Mencari Keburukan Arjun 1

"Kalian punya berapa?" Saka bertanya. Kelima anak laki-laki itu merogoh kantong bajunya masing-masing lalu menunjukkan uang yang tersisa di dalam saku mereka. Beberapa hanya punya sepuluh ribu. Namun Arjun punya seratus lima puluh ribu.

"Uang lo banyak, Jun," celetuk salah seorang teman Arjuna junior.

"Itu uang kas kelas aku, baru dikumpulin siang tadi. Lupa nyimpannya," Arjun junior memberitahu, membuat Saka mengetahui bahwa anak laki-laki tengil itu nyatanya seorang bendahara di kelasnya. "Uang aku cuma segini." Arjun menunjukkan beberapa uang koin dari antara uang kertas yang dia pegang.

"Yaah masak cuma segitu. Kalau gitu nanti kita harus ngaku kalah sebelum bertanding."

"Jun, pakai bentar uang tadi, ya. Kan kamu yang nantangin Kak Saka. Aku nggak mau jadi budak Kak Saka tau."

"Aku juga nggak mau."

"Kamu aja. Kita cabut, yuk."

"Eeehhh." Anak laki-laki yang bernama sama dengan Arjuna itu bergegas menahan tangan teman-temannya yang hendak pergi meninggalkannya. "Iya, iya, tapi ingat: lo semua harus menang."

"Udah rapatnya? Kalau begitu sini uangnya." Saka menjulurkan telapak tangannya.

"Enak aja nanti Kak Saka bawa."

"Ehh, kalian pikir aku ini apa? Maling? Enak aja. Gini-gini aku ini mahasiswi Fakultas Hukum tau, kalau nanti aku jadi hakim terus lo semua masih macam-macam sama aku, langsung ketuk palu: masuk deh kalian ke penjara."

"Penjara cintamu kalee," goda anak-anak itu sambil ngakak. Saka memasang muka masam.

"Nggak perlu jadi maling juga aku bakal dapatin semua uang kalian." Saka mengeluarkan uang dari sakunya. Lima ratus ribu. Dikipas di wajahnya. "Dikumpulin semua juga uang kalian nggak sebanyak uang yang aku pegang," sombongnya membuat anak-anak laki-laki itu terdiam.

"Kita letakin di sana aja." Arjuna, bocah laki-laki paling ganteng diantara kelimanya menunjuk pada sebuah bangku panjang di pinggir lapangan.

"Oke." Kelima anak itu bersama Saka meletakkan uang mereka dan menimpa uang itu dengan batu. "Dua puluh lemparan masuk dalam tiga puluh detik."

"Ingat: Kakak tiga puluh poin," Arjun mengingatkan Saka pada aturan yang mereka ajukan.

"Gue ingat."

Saka jelas ingat bagaimana anak-anak laki-laki itu datang saat dia tengah menumpahkan kekesalannya dengan bermain basket dan kelima bocah nakal itu mengejek kemampuan bermain basketnya. Emosi, Saka menantang mereka. Tantangan simpel, memasukkan bola pada jumlah tertentu dalam waktu kurang dari satu menit dan karena dia lebih dewasa dari anak-anak itu, jika salah satu dari anak-anak itu sukses memasukkan dengan sempurna maka bocah-bocah itu adalah pemenangnya. Saka dipaksa menuruti aturan anak-anak itu walaupun, jelas bukan aturan adil baginya.

Permainan pertama dilakukan Dika dengan sepuluh poin, dia selesai dengan protesan teman-temannya. Kemudian Jafier yang sukses memasukkan bola lebih banyak dua poin dari Dika, kemudian Martin dan Sammy yang sama-sama mendapatkan sebelas poin dan terakhir Arjun. Anak itu cukup bagus bermain hingga nyaris mencapai angka sempurna.

"Keren lo, Jun. Keren." Keributan segera terjadi. Saka menggelengkan kepala melihat keriuhan anak-anak itu. "Arjun cuma kurang tiga poin loh, Kak, jadi kalau nilai Kakak di bawah Arjun pemenangnya adalah kita."

"Oke, gue bakal dapat poin lebih tinggi dari lo semua. Sekarang giliran gue." Saka menangkap bola yang dilemparkan Jafier padanya lalu menstel jam digital di pergelangan tangannya tiga puluh detik dan memamerkannya pada anak-anak itu sekedar pemastian agar bocah-bocah itu tidak punya alasan dia curang. Lalu dia segera melempar bola ke dalam keranjang. Satu poin masuk tanpa kesulitan apapun. Kemudian poin kedua, ketiga, keempat, dan itu masih naik terus.

Saka sudah mencapai poin dua puluh sembilan pada detik ke dua puluh tujuh. Wajah kelima bocah itu nampak pucat. Kelimanya saling berpandangan sebelum salah satu bocah itu mendorong tubuh Saka hingga terjerembab jatuh. Lalu kelima anak itu berlari mengambil uang yang terletak dipinggir lapangan basket dan kabur.

***

Arjun melajukan mobilnya memasuki perumahan kediamannya. Mengedarkan pandangan keluar sana dan menemukan lapangan basket perumahan. Ada beberapa anak laki-laki berusia sepuluh hingga dua belas tahun nampak berlari keluar lapangan itu.

"Arjun dodol! Jangan lari kalian semua!" Saka bangkit dari jatuhnya lalu segera berusaha mengejar tubuh kelima bocah itu. "Arjun! Berhenti kalian! Arjun, kalau kamu nggak berhenti, lo lihat aja gue bakal goda bokap lo dan jadi ibu tiri lo, biar bisa balas lo sama teman-teman tengil lo itu!" Saka memekik sementara bocah-bocah itu berlari sambil tertawa. Arjun yang melintas dan melihat hal itu segera turun dari mobilnya dan menangkap dua dari lima bocah itu.

"Lo berdua jangan lari. Minta maaf sana." Arjun mendorong punggung kedua anak itu kembali kehadapan Saka. "Saka, mereka gangguin kamu?"

"Arjun? Udah selesai kuliah?" Saka balik bertanya dan Arjuna mengangguk.

"Uiih, namanya Arjuna juga?" Dika menyeletuk menatap temannya si Arjuna, "Kembaran lo."

"Kembaran dari Hongkong? Jelas kemana-mana gue lebih ganteng." Anak laki-laki itu sesumbar dan menghentikan tatap pada Saka yang mengangkat bibirnya penuh ejekan.

"Kakak, Pacar kak Saka, ya?" Dika masih juga bertanya. Pertanyaan itu membuat Saka dan Arjun berpandangan. Si Arjun junior juga menatap mereka.

"Nggak." Itu bukan jawaban Saka, tapi Arjun. Saka menatap wajah itu untuk beberapa saat sebelum menarik bibirnya tipis dan menatap teman Arjuna junior.

"Kepo amat sih lo," sewot Saka dengan mata mendelik pada Dika. "Sekarang: gimana urusan kita? Lo berdua tahukan seharusnya gue udah menang kalau lo tadi nggak dorong gue ..."

"Kita nggak punya uang, Kak."

"Makanya jangan banyak gaya. Lo berdua kan yang nantangin gue? Jadi gimana? Lunasi atau perlu gue bilanganin ke Mama kali ..."

Lihat selengkapnya