"Tumben jam segini udah pulang." Arga mengalihkan perhatiannya dari televisi ke arah Niko yang baru saja kembali dari kedai.
"Rame tadi. Banyak yang udah kosong stoknya makanya tutup aja."
Arga tersenyum lebar mendengarya. Arga selalu senang mendengar kabar kedai kakaknya ramai. Niko sudah lama mengelol sebuah kedai tongkrongan, semi cafe tapi tak sebesar ataupun seindah interior cafe urban pada umumnya. Hanya cafe outdoor yang menyediakan berbagai camilan, kopi-kopian dan minuman manis lainnya yang banyak digandrungi anak muda sekarang. Konsep yang begitu sederhana dengan lapak yang Niko sewa dengan harga cukup mirinh karena lokasinya yang tak begitu strategis. Namun, beruntungnya cafe Niko yang diberi nama "Lokasimu" itu terbilang berhasil bertahan hingga kini. Itupun juga atas usaha marketing kakaknya yang mati-matian untuk mempromosikan cafenya.
"Syukur deh, sini sini gue pijitin." Arga menepuk ruang kosong di sofa tepat di sebelahnya.
Niko yang melihat itu hanya tertawa dan duduk di sebelah Arga untuk menerima pijitan yang ditawarkan. Tak mungkin ia menolak niat baik sang adik yang jarang dilakukan itu. Pria itu menepuk bahunya memberi kode Arga tempat mana yang harus dipijit. "Mumpung baik deh pijit dulu habis ini mandi."
Arga menanggapi dengan senyuman dan mulai memijit bahu Niko.
"Eh, lo tadi pulang telat?"
Terdiam sejenak, Arga kemudian mengangguk pertanyaan Niko. "Ada kelompok. Lo sempet balik agak sore tadi?"
"Tumben mau kelompok. Iya gue liat ada orang jualan lontong sayur lewat jadi beli trus rumah dulu siapa tau lo mau. Soalnya gue cuma bikinin telur ceplok sama oseng tempe."
"Halah salah terus, gue nggak kelompok juga lo marahin." Arga menepuk pelan pundak Niko yang membuat Niko tertawa juga. "Dih, nggak apa kali gue makan telur sama oseng tempe kenapa repot balik lagi."
"Bukan demi lo juga, kasihan bapaknya naik sepeda gitu tadi jadi mending dibeli."
"Bisa buat karyawan lo, Kak. Lagian kalau nggak ada makanan gue bisa bikin mi lah minimal kalau nggak ada ya gue bisa beli." Bukan Arga tak bersykur memilki kakak yang baik dan perhatian seperti Niko. Tapi, selama ini Niko selalu mementingkan Arga dibanding dirinya sendiri.
"Hmm, udah tadi udah sama sekalian kasih mereka." Walaupun tak banyak Niko juga sudah memiliki karyawan yang membantunya.
"Lo itu harus perhatian sama diri sendiri. Jangan gue terus."
Niko terkekeh mendengar ucapan adiknya. "Iya, ah." Pria itu kemudian berbalik membuat Arga menghentikan pijatannya. "Oh ya, kalau mau kelompok ke sini boleh aja lah, Ga. Gue nggak pernah liat lo bawa temen. Lo nggak dibully dan dikucilkan, kan?" Agaknya Niko mulai mengalihkan pembicaraan.
"Lo yakin gue yang buat lo dipanggil semester lalu karena masalah perkelahian antarsiswa adalah korban bullying?"
Niko tertawa renyah. "Ya siapa tau aja kan?"
"Nggak lah. Gue aja yang males." Arga terdiam beberapa detik. "Tapi, besok mereka rencana mau ke sini katanya."
"Ya udah bolehin aja. Gue kasih jajan menu dari kedai gue deh nanti. Lumayan kan buat promosi."
Namun, ekspresi Arga menunjukkan hal yang tidak baik dan tidak senang sama sekali. Cenderung sangat muram. "Ada Rian."
Ekspresi Niko pun ikut berubah jadinya. Namun, beberapa detik kemudian Niko menggantinya dengan senyum cerah. "Terserah lo aja kalau gitu. Gue udah nggak apa-apa sama dia."
Mendengar itu, membuat Arga yang mulanya menatap kosong ke arah tivi jadi menatap Niko.
"Nggak apa-apa bukan berarti memaafkan." Niko menghela napasnya lalu berdiri. "Nggak apa, ajak aja mereka ke sini. Gue mandi dulu."
***
Hari demi hari memang berganti. Namun, bergantinya hari tak turut juga mengganti suasana kelas 12 IPS 3. Kelas yang sudah ricuh sedari pagi dan tak pernah kehabisan energi kecuali jam kelas berlangsung, loyonya bukan main. Seolah tujuan mereka ke sekolah adalah bermain tanpa belajar.
Seperti pada saat ini, ketika jam kosong aktivitas kelas akan meningkat. Mulai dari grup para anak gadis yang asyik merumpi, ada yang asyik nonton, dan di pojokan para murid laki-laki sedang menggenjreng gitar dengan nada yang tidak sedap sampai ada yang bermain lempar bola di kelas.
Hanya ada beberapa biji siswa yang memilih tekun dan kuat mengerjakan tugas di jam kosong dan kegaduhan seperti ini.
Arga terbangun dari tidurnya yang memang sudah tak nyenyak karena gaduh yang terus mengusiknya. Tapi, untung saja kemarin ia tertidur lelap tanpa memimpikan apapun. Ia menerapkan apa yang dikatakan Dokter Risa. Sebelum tidur Arga memilih menonton acara komedi favoritnya di youtube lalu dilanjut dengan meminum obat tidur pemberian Dokter Risa sesuai dengan dosisnya. Dokter Risa pun sudah meyarankan Arga untuk tak sampai ketergantungan, dan menyarankan Arga untuk konsultasi seminggu sekali untuk saat ini itu juga baiknya bersama Niko. Namun, sepertinya Arga tak akan melakukan itu. Ia hanya bertekad untuk segera meneyembuhkan diri.
"Nanti jadi kelompok di rumah lo, Ga?"
Arga mengangguk menjawab pertanyaan Sukma. "Udah gue jawab di gece kalau iya, kan?"
Sebenarnya Sukma hanya basa-basi saja, tapi sepertinya terlalu basi hingga laki-laki berkacamata itu hanya mengangguk dan kembali melanjutkan mengerjakan tugas.