Friend'Sick

arsyanisaa
Chapter #6

6. Brother's Love

Arga meringis kesakitan bercampur geli, saat benda pipih yang disebut koin itu menggesek searah ke kulit punggungnya.


"Dikerokin pake koin aja udah kayak dikerok pake linggis." Niko tertawa pelan melihat reaksi Arga masih sambil terus menggesekkan koin ke punggung adiknya hingga menimbulkan ruam merah yang khas di sana. "Makanya disuruh bawa payung nggak dibawa, udah tau mau masuk musim penghujan. Mana nekat aja nerobos udah tau nggak kuat dingin."


"Udah udah udah, orang sakit malah diomelin."


Padahal tadinya ia sudah berteduh dan menunggu hujan reda. Namun siapa sangka, sampai tengah jalan tiba-tiba hujan kembali mengguguyur dengan derasnya. Tak ada waktu juga untuk Arga berteduh karena belum satu menit pun ia sudah basah kuyup. Rumahnya pun sudah tak jauh lagi hingga ia memilih segera menerobos saja sampai rumah.


Sampai di rumah pun anak itu segera membawa baju-bajunya ke mesih cuci, mengeluarkan seisu tasnya yang sudah basah untuk dikeringkan juga mengeringkan sepatunya. Namun, tak sampai ia benar-benar berberes ia sudah merasa pusing dan mual. Seperti biasa, jika sudah begini maka masuk anginnya akan kumat. Maka dari itu ia segera menelfon Niko untuk membantunya. Itupun karena ia sudah merasa lemas sekali, jikapun masih kuat ia tak akan menghubungi Niko karena takut merepotkan sang kakak.


Niko mengusapkan minyak kayu putih ke seluruh punggung Arga. "Dah tidur dulu gih, gue nggak lanjut ke kedai kayaknya. Kalau ada apa-apa gue di depan," ujarnya sambil membereskan mangkok bekas soto serta gelas yang masih menyisikan seperempat teh tersebut. 


"Gue besok nggak masuk aja ya? Izinin gue nggak masuk," rengek Arga sambil membenarkan posisi tidurnya dan menaikkan selimut hingga sebatas dada.


"Halah masuk angin doang masa mau bolos. Nggak ada demam kan? Itu kalau eneg nanti malem minum obat lagi paling juga udah mendingan entar."


"Kan semua baju gue basah, Kak."


"Biar gue beresin semua perabotan sekolah lo yang basah. Dah nggak ada alesan nggak masuk."


"Yaaa...," jawab Arga dengan nada merajuk lalu membalik posisinya membelakangi Niko. 


Niko terkekeh sebentar lalu segera meninggalkan kamar adiknya untuk segera berberes.


Tadi sehabis Arga memberi kabar bahwa sedang masuk angin, Niko segera mengambil kunci motornya untuk pulang dan menerjang hujan juga, bedanya ia mengenakan jas hujan untuk melindungi diri. Kedai pun ia pasrahkan saja pada para karyawannya.


Sebelum itu pun Niko menyempatkan membeli soto di pedagang yang tak jauh dari kedainya. Mengingat ia belum menyiapkan masakan apapun, dan soto yang masih panas itupun terlihat cocok untuk Arga. 


Bagi Niko, Arga adalah prioritas. Ia harus selalu memastikan adiknya itu baik-baik saja. Bagaimanapun Arga adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Bahkan dulu Niko rela dipecat karena sering membolos, demi menemani Arga dan mengantar jemput Arga yang saat itu masih SMP dan sekolahnya cukup jauh. Pada saat itu Arga memang harus intens ditemani karena kondisi psikisnya belum membaik. Namun, cerita ini tak pernah sampai ke telinga Arga. Niko hanya bercerita jika ia keluar dari pekerjaan karena tak cocok.


Seperti saat ini, ia rela meninggalkan pekerjaan demi Arga, pun ia rela direpotkan oleh sang adik meskipun adik laki-lakinya tak pernah mau merepotkan Niko. Ia merasa posisinya saat ini sangat penting untuk Arga. Ia adalah ayah, ibu, juga kakak untuk Arga. Bahkan mungkin juga teman, mengingat adiknya itu kini menarik diri dari lingkungan pertemanan.


Usai mencuci mangkok dan gelas, Niko bergegas membereskan pakaian Arga untuk segera dicuci sebelum berjamur dan makin apek. Syukur saja pada tahun kemarin Niko mampu membeli mesin cuci yang agaknya akan sangat penting kegunaannya pada saat musim hujan begini. Apalagi ia dan Arga tidak telaten dalam hal mengucek pakaian.


Sambil membiarkan mesin yang mulai menggiling, Niko beralih pada tas Arga beserta isinya yang masih tercecer di dekat meja makan. Niko segera memunguti buku Arga lebih dulu untuk dibawa ke ruang televisi dimana kipas anginnya berada.


Ia menjajarkan buku-buku dan berapa isian lainnya yang ada di tas Arga tadi, beberapa buku ia beri pemberat ada yang ia beri remot, toples, batu-batuan kecil dari pot, agar buku-buku itu tak berceceran saat kipas menyala.


Beres dengan urusan perbukuan, Niko kembali ke belakang berganti mengurus sepatu dan tas Arga. Ia berniat menyikatnya saja sedikit agar tak menimbulkan bau, dan merendam sebentar tas Arga juga agar tak rusak jika harus digiling bersamaan di mesin cuci.


Niko hanya menyikat sepatu dan Arga di bagian yang terlihat kotor saja. Selanjutnya untuk Arga ia merendamnya di air sabun agar tidak bau. 


Masalah sepatu dan tas Arga sudah beres, Niko segera mengeluarkan sepatu Arga untuk di jemur. Syukurnya hujan sudah reda jadi ia bisa menjemur pakaian Arga, juga tas dan sepatunya.

Lihat selengkapnya