Friend'Sick

arsyanisaa
Chapter #7

7. Pertemuan

Menghela napas sebelum kembali melirik jam tangan Sukma. Entah sudah berapa kali Arga melakukan hal itu berharap jarum panjang segera menunjuk ke angka dua belas dan bel pulang pulang segera berbunyi. Entah kenapa detik detik jam terakhir itu terasa sangat lama sekali padahal begitu dinanti.


Tak sengaja mata Arga mentap Sukma yang sedang serius mencatat materi geografi yang ada di papan tulis. Di saat seperti ini ia selalu saja terpikirkan bagaimana bisa orang serajin Sukma bahkan ia sering belajar tapi nilainya anjlok bukan main. Bukan meremehkan kerja kerasnya, hanya kenapa anak itu terus berjuang untuk hal yang mustahil dan jelas itu bukan bidang yang ia sukai. Tiga tahun satu kelas, Arga cukup paham jika Sukma itu pandai di bidang seni bukan akademik.


KRING...!!!


Tubuh Arga yang tadinya loyo kini lantas tegak sempurna begitu mendengar suara bel panjang yang ia anggap layaknya panggilan surga itu. 


Kegiatan sekolah telah usai, saatnya para murid mengakhiri kegiatan melelahkan yang mereka lewati selama di sekolah.


Seperti tradisi biasanya, sebelum pulang para murid melakukan ritual berdoa yang dipimpin oleh sang ketua kelas, yang setelahnya dilanjut oleh pamit dari guru pengajar untuk meninggalkan kelas.


Setelah kepergian gurunya tadi, Arga langsung berdiri dari tempat duduknya setelah membereskan barang-barang dari meja untuk masuk ke dalam tas. Ia melangkah keluar kelas dengan buru-buru, yang pasti untuk segera menuju ke dokter psikiaternya sebelum hujan tiba karena langit sudah tampak mendung.


Namun, belum sampai Arga menginjakkan kakinya ke luar, langkahnya terlebih dulu dihadang Anita. 


Arga menatap gadis itu dengan satu alis yang terangkat. "Kenapa?"


Anita membalas dengan satu alis yang terangkat juga “Kenapa? Lo nggak ngerasa kita ada tanggungan gitu?”


Arga mengerutkan dahinya makin bingung, memang ia ada tanggungan apa pada gadis itu.


Anita menghela napasnya jengah. “Lo nggak inget kita satu kelompok di tugas sosiologi?” Sesaat mata Anita teralihkan. “Jangan pulang dulu,” tunjuknya pada Yogas dan Rian yang hendak melewatinya.


“Apa urusan lo?!” Yogas menatap Anita tajam. Tampaknya laki-laki itu masih kesal dengan Anita.


Yang ditatap justru menyeringai. “Lo pikir gue takut sama lo setelah kejadian kemarin?”


"Kelompok aja terus lo pikirin. Lo ngajakin kelompok tanpa persetujuan lainnya lo kira orang lain nggak punya kesibukan?"


"Apa kesibukan lo? Jadi pengamen jalanan? Malak orang?"


Tubuh Yogas bergerak refleks seolah kembali ingin menghajar Anita, kalau saja Rendra tidak menahannya. 


"Mulut itu dijaga jangan seenaknya nilai kehidupan orang." Arga menyela karena tak tahan juga dengan ucapan kasar Anita.


"Bukannya dia sendiri yang buat orang lain nilai begitu?"


Dila teman sebangku Anita yang mendapuk teman terdekat Anita juga serasa masih terngiang akan kejadian kemarin mencoba menenangkan Anita. “Udah, Ta. Mending kita pulang, biarin aja dulu.”


Arga mendecak sebal. “Lo turutin aja apa kata Dila. Kalau lo capek sekelompok sama kita, ya lo kerjain aja sendiri tanpa nyantumin nama orang-orang yang lo anggep nggak guna. Di dunia ini nggak cuma ada lo sendirian, jangan seenaknya juga gitu. Gue nggak bisa kelompok hari ini gue ada perlu, terserah lo mau nyantumin nama gue atau nggak.”


Bukannya mendinginkan suasana, perkataan Arga justru semakin membuat Anita makin naik darah. Sekarang ia punya dua orang yang problematik dengan dirinya di kelompok.


“Ta, kalau lo mau nyuruh kelompok, jangan hari ini dulu. Kan kemarin udah, masa tiap hari banget. Ya nanti lagi, lah. Gue juga nggak bisa hari ini. Lagian kita ada gece, kenapa nggak bilang duluan kemarin minta persetujuan yang lain? Ya jangan salahin kita kalau hari ini ada acara." Rian kembali menambahkan untuk membuat Anita mengerti, tapi dengan kata-kata yang lebih tenang agar suasana tak makin memanas.


"Sama, hari ini gue juga ada perlu. Kalau mau tau gue harus bantuin ibu gue hari ini. Belum izin kalau ada kelompok." Kali ini Sukma yang bicara. “Lo nggak usah khawatir, kita nggak akan mempersulit lo kok, Ta.” 


“Tuh, lo denger sendiri kan? Lo kira cuma lo yang punya kehidupan. Jangan seenaknya deh jadi manusia." Arga menyampirkan tasnya kembali yang agak melorot, lalu berjalan melewati Anita disusul oleh Yogas dan Rendra serta beberapa murid lainnya yang tadi tertahan dan asyik menonton. Bahkan beberapa murid dari kelas lain pun ada yang iku menyaksikan.


"Gue duluan, jangan lupa chat dulu kalau ngajak kelompok," ucap Rian kemudian berlalu melewati Anita disusul dengan Sukma di belakangnya yang menatap kasihan ke arah Anita.


"Heleh, cewek ambis ngeselin malah freak."


Lihat selengkapnya