Friend'Sick

arsyanisaa
Chapter #14

13. Tragedy

"Pa, apa-apaan sih?!" Heni berteriak tak terima saat Widodo menyatakan ia harus pergi dari rumah yang selama ini jadi aset miliknya.


"Semua aset yang kamu punya atas nama Papa, saham, perusahaan, akan Papa cabut. Kurang jelas?"


"Tapi kenapa?!" 


Widodo lantas menatap putrinya dengan tatapan tajam. "Masih tanya atas semua masalah yang kamu dan anak kamu perbuat?"


Rudi sebagai suami Heni sendiri tak bisa berkutik. Jika, sang mertua sudah bertindak begini itu artinya tiada guna melawan. Toh, selama ini ia hanya jadi boneka sang istri jadi tak ada daya yang bisa ia keluarkan.


"Pa! Tapi, Dika itu cucu Papa sendiri!"


"Kalau dia cucu Papa apa dia bebas bersikap seeanaknya, termasuk kamu putri Papa sendiri?!" Dengan tegas Widodo melempar pertanyaan semi pernyataan pada putrinya. "Papa malu, Papa ngerasa gagal didik kamu sama Dika. Ini juga tentang reputasi Papa."


"Pa, kalau Papa mau jaga reputasi Papa lebih baik Papa diam dan biarkan orang nggak banyak tau tentang ini."


Satu sudut bibir Widodo terangkat menatap sang putri. "Sejak kapan Papa ajarin putri Papa melakukan tindakan tidak bermoral kayak gini?"


Heni kemudian diam. Ia baru saja menyusul putranya untuk pulang dari rumah sakit dan sudah disuguhi oleh persidangan antara ayah dan suaminya.


"Tinggalin semua aset kamu, Dika sudah Papa keluarkan dari sekolah. Keluar kamu dari rumah ini mulai besok."


"Pa ... nggak gini juga caranya, Pa. Aku mau tinggal dimana? Mas kamu ngomong dong jangan diem aja." Heni mengusap mukanya frustrasi. "Trus kenapa sampe Dika dikeluarin? Dia mau gimana sekolahnya ini tahun terakhir dia, Pa."


"Anak kamu itu gila, Heni. Dia butuh dirawat."


"Pa! Dia cucu Papa sendiri!"


"Papa bawa dia ke rumah sakit untuk perawatan."


Suara teriakan kemudian santer terdengar, ketika Dika tiba-tiba saja sudah keluar dari kamarnya dan menusuk sang kakek di punggungnya dengan pisau lipat yang entah dari mana ia dapatkan.


"Dika!" Heni berteriak sambil menatap sang putra.


"Nak, kamu tenang. Stop, dia kakek kamu."


Seluruh asisten rumah tangga, sopir dan bodyguard Widodo sendiri akhirnya datang mengerubuni sumber suara.


Dika menodongkan pisaunya ke arah orang-orang yang sedang menatapnya. Lalu, kekehan tawa terdengar dari mulutnya yang justru membuat wajahnya terlihat seram di mata orang lain.


"Apa, dia bukan Kakek gue." Semua kembali berteriak saat Dika menarik rambut Widodo dan mengarahkan pisaunya ke leher sang kakek.

Lihat selengkapnya