"Ga, nitip kasih ke Yogas ya."
Arga mengambil amplop yang disodorkan oleh Niko. "Apaan? Lo belum kasih dia gaji ya?"
"Enak aja, nggak lah. Itu cuma bonusnya dua hari kemarin."
"Gila, lo baru dua hari kerja udah ada bonus."
"Upah lembur. Itu tambahan lemburnya sama uang extra belum gue kasih. Lupa. Bilangin maaf ya."
"Hmm." Arga membalas dengan gumaman. Tiga hari libur rasanya terlewati seperti tiga jam saja. Tiba-tiba sudah hari senin lagi. Di hari pertama memulai hari pun Arga masih melakukan aktivitas lari paginya. Karena, dirasanya tubuhnya juga terasa bugar akhir-akhir ini. Kemarin pun ia tak datang ke kedai Niko, dan memilih pergi ke tempat gym.
Habis menenggak segelas susu, Arga memasukkan amplop yang diberi Niko tadi ke dalam tasnya. "Gue berangkat dulu."
Baru berjalan beberpa langkah, langkah Arga sudah diinterupsi kembali.
"Eh, Ga."
Arga menatap Niko dengan raut bertanya.
"Nanti pulang gue jemput ya?"
Kening Arga kemudian berkerut. "Kenapa?" Hal yang wajar jika Arga bertanya, pasalnya Niko biasanya akan antar jemput jika ada perlu saja.
"Oh, itu. Ikut gue belanja buat stok di kedai. Lo nggak ada jadwal terapi kan?"
Arga kemudian menggelengkan kepalanya. "Enggak. Masih besok, sih. Oke nanti gue chat aja. Takutnya balik awal lagi."
Niko tersenyum. "Oke."
***
Arga mengangkat kepalanya merasa aneh dengan suasana kelas yang tiba-tiba terlalu hening. Mengecek apakah ada tiba-tiba ia ditunggalkan pulang. Nyatanya yang ia dapati ternyata hampir seluruh siswa di kelasnya tengah dalam keadaan tidur. Bahkan, Sukma yang hampir tidak pernah ia temukan ketiduran selama jam sekolah pun kini terlihat lelap.
Keadaan kelasnya tenang begini memang cuma ada dua hal, ada guru killer atau karena hampir seisi ruangan yang tertidur. Mungkin tenaga mereka sedang habis seusai istirahat. Karena di sini kadang habis makan bukannya malah bersemangat tapi mengantuk.
Berpikiran mungkin setelah ini akan jamkos, karena Bu Marisa belum juga datang dan tampaknya tak terulang lagi untuk pertukaran jam dengan Pak Wildan seperti minggu lalu. Arga pun meletakkan kepalanya kembali berniat memejamkan mata, karena suasananya sedang mendukung.
“Selamat si—“ Pintu kelas terbuka menampilkan Bu Marisa dengan wajah yang melongo melihat hampir seluruh siswanya dalam keadaan tidur.
Ia menggebrak pintu keras untuk membangunkan anak-anak malas itu.
Para siswa itu satu per satu mulai mengangkat kepala dan menggeliat tak nyaman merasa tidur siangnya teganggu.
“Enak banget ini pada tidur, ayo bangun-bangun. Saya telat dua puluh menit aja udah cukup ya harusnya.” Bu Marisa berucap santai juga tegas, sambil melangkah menuju mejanya. Kini tatapannya terarah pada satu meja yang terletak di belakang.
Dengan ogah-ogahan Arga yang tadinya baru saja akan tertidur kembali kini malah terbangun.
Bu Marisa menghela napasnya dalam, setelah berhasil menyelesaikan tugas pertamanya. “Udah seger? Ayo yang kemarin mau konsultasi buat laporan karya ilmiahnya bisa setor ke saya hari ini sekalian saya cek progresnya.”
Satu per satu anak mulai berdiri dan mengantre untuk menyetorkan pekerjaan pada Bu Marisa.
Perhatian Arga teralihkan pada Anita yang masih diam di kursinya, padahal biasanya ia akan jadi yang paling bersemangat menyetorkan tugas dan memanggil partner satu kelompoknya dengan wajah mengancam.
Sepertinya kejadian kemarin membuat Anita terlihat terguncang. Bahkan grup chat mereka pun sepi saja. Terakhir saja masih Rian yang memberi referensi waktu lalu. Anita tak ada berkoar-koar seperti biasanya.