Anak itu terus menutup mulutnya dalam ruang sempit. Bahkan napasnya pun serasa tertahan. Matanya terus mengalir cairan putih yang korneanya terpaksa melihat bagaimana iblis itu menghabisi nyawa orangtuanya.
Arga pulang lebih awal hari ini, dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah panik ibunya. Farah langsung membungkam mulut Arga untuk tidak bersuara, ia kemudian dipaksa Farah untuk masuk ke lemari bufet dan menyuruhnya tak bersuara sama sekali apapun yang terjadi dan jangan pernah keluar jika ia sayang ayah dan ibunya sampai polisi datang. Ibunya berpesan pula untuk hidup baik dengan Niko. Lemari ditutup, dan tak lama pemandangan memilukan itu dapat Arga lihat melalui celah bergaris pintunya.
Di depan sana orangtuanya sudah dibantai dengan keji tanpa sempat melawan.
Iblis itu berjalan mendekat ke arah Arga dan Farah dengan tertatih pun mencoba menahan langkahnya, sedangkan sang ayah sudah terbujur kaku entah masih bernyawa atau tidak. Pemandangan berikutnya sungguh ingin membuat Arga berteriak, saat si iblis melayangkan linggis ke kepala ibunya yang langsung seketika membuat sang ibu terkapar tak berdaya.
Iblis itu melanjutkan langkahnya yang membuat jantung Arga berdetak kencang bukan main. Namun, ternyata ia menuju ke sebelahnya dan mengambil sebuah pigura foto. Tawanya sungguh terdengr seram dan menjengkelkan di telinga Arga. Bahkan di saat begini ia masih bisa tertawa. Iblis tetaplah iblis, ia bukan manusia lagi.
"Saya habisi semua keluarga kalian. Anakmu akan menyusul setelah ini Pak Nugraha."
Tak sengaja kaki Arga yang masih mengenakan sepatunya itu menabrak pinggiran lemari kayu yang menimbulkan suara dan langsung menarik perhatian si iblis menyeramkan yang tak jauh darinya.
Arga meneguk ludahnya susah payah. Tapi, jika ini memang akhir hidupnya maka ia akan mengikhlaskannya dan baiknya ia ikut pergi bersama kedua orangtuanya.
Belum sempat pria itu membuka lemari, rumah lebih dulu dikepung polisi. Dengan segera mereka membekuk iblis itu.
Masih di dalam lemarinya, Arga melihat sang iblis menoleh ke arahnya sambil tersenyum miring dan menggumamkan kata, "mati."
Kriing!!!
Arga langsung mengangkat tubuhnya dari meja dengan mata terbuka lebar.
Sukma yang berada di sebelahnya otomatis dibuat terkejut. "Ga, lo kenapa?" Sukma makin dibuat panik saat melihat napas Arga yang tak beraturan dan keringat mengucur dari pelipisnya.
Bahkan teman dari bangku depan dan sampingnya pun mengeceh kondisi Arga.
Rasanya Arga tertidur sebentar saat gurunya pamit untuk mengakhiri kelas lebih awal da menunggu pergantian jam. Itu hanya beberapa menit dan mimpi itu malah datang menganggunya.
Arga kemudian menggelengkan kepalanya menjawab kekhawatiran teman-temannya. "Nggak apa. Gue nggak apa."
Satu kelas kini mulai memusatkan perhatiannya pada Arga merasa penasaran juga. Jelas itu tak luput dari pandangan Rian yang menatap Arga khawatir dan serasa ingin menghampirinya.
Rendra memberikan sebotol air miliknya pada Arga. "Nih, lo minum dulu."
Arga menerima pemberian Rendra. "Makasih, Ren." Ia langsung menengggak seperempat air dalam botol itu dan menghela napasnya berat.
Rendra yang sudah tahu kondisi Arga sebenarnya menatap anak itu lebih khawatir lagi. "Lo yakin nggak apa-apa?"
Arga mengagguk menajawab pertanyaan Rendra. Ia melihat sekitar dan melihat teman-temannya kini sedang memerhatikannya. Ia jadi malu sendiri sekarang. "Nggak, apa. Gue cuma mimpi buruk aja."
"Mimpi apaan?"
"Heh, kepo aja lu soal mimpi orang." Rendra menegur Johan yang berada di bangku depan Arga.
"Loh, ada apa ini?" Pak Jaja pengajar berikutnya agak terkejut melihat kondisi kelas IPS 3 yang tampak berkerumun di belakang.
"Nggak apa, Pak." Arga mengawalinya dan disusul oleh ucapan teman-temannya yang menjawab tidak ada apa-apa.
"Oke, pelajaran hari ini di ruang seni ya. Saya tunggu di sana."
"Siap, Pak...."
Beberapa murid pun membawa buku catatan mereka dan mulai berhamburan ke luar kelas dengan girang. Kadang mereka hanya butuh suasana baru selain harus belajar di kelas terus dengan suasana yang membosankan.
"Yuk, Ga...."
Arga pun mengangguk dan berdiri dari kursinya kemudian bejalan bersama Sukma dan Rendra. Bingung juga sepertinya anak itu jika Yogas tak masuk merasa tak ada kawannya lagi selain Yogas.
Sebelum ke luar kelas Sukma yang berada di samping Arga itu melirik sebentar ke arah bangku Anita dan Dila yang dirasanya dua anak itu belum berbaikan. Ia kemudian mengembuskan napasnya saja dan menggelengkap kepalanya samar ingat akan kejadian kemarin dan terus berjalan ke luar kelas.
"Ta, ayo-" Dila menghentikan kata-katanya usai mengambil buku catatannya. Ia melupakan fakta ia dan Anita sedang dalam mode saling diam, sejak kejadian kemarin.
Anita juga terlihat cuek saja dengan kalimat tiba-tiba Dila barusan. Membuat Dila juga enggan melanjutkan kata-katanya tadi. Perhatiannya kemudian beralih pada Mayang yang akan ke luar. "Yuk, May." Dila menghampiri Mayang dan menggandeng tangan gadis itu lalu menyeretnya ke luar kelas.
Mayang yang notabene teman dekat Dila juga, tapi tetap heran kenapa tiba-tiba menyeretnya dan malah meninggalkan Anita.