Friend'Sick

arsyanisaa
Chapter #29

29. The Reason Why

Rian masuk ke rumah dengan kondisi yang tak jelas. Tubuhnya lesu dan pikirannya entah melayang ke mana. Sepanjang jalan pulnang ia terus terpikirkan oleh kejadian tadi saat Arga berteriak histeris karena melihat pembunuh keluarganya. Trauma Arga pasti begitu luar biasa. Ditambah beberapa kali Rian menyaksikan Arga yang terbangun dari tidur sesaatnya di kelas dengan kondisi tak baik. Yang kemarin adalah salah satu contohnya.


Rian melepas sepatunya dan berjalan masuk menuju kamarnya. Belum sampai di kamar, ia melihat sang ayah yang ternyata masih ada di rumah.


Entah kenapa melihat sang ayah yang tampak akan bersiap berangkat itu dengan dibantu ibunya itu membuat Rian naik pitam.


Dengan langkah lebar Rian menghampiri sang ayah dan lansung mencengkram kuat kemejan yang sudah dirapikan sebelumnya itu. "Ayah puas?!"


Lukman dan Ema jelas saja terkejut dengan sikap Rian yang tiba-tiba.


Ema berusaha melepas cengkraman sang putra pada kerah suaminya. "Rian ... ada apa, Nak?"


"Ayah puas udah bikin keluarga orang hancur dan sakit! Kenapa bisa Ayah masih berdiri tegak dan nikmatin semuanya setelah yang Ayah lakuin dulu!"


Tahu jika sang putra pasti sedang membahas keluarga Arga dan Niko, Ema makin berusaha melepaskan cengkraman tangan Rian. Sedangkan, Lukman sendiri hany terdiam pasrah meneriman perlakuan dari putra semata wayangnya.


Ema berhasil melepas cengkraman Rian, tapi putranya itu masih saja terus berontak. "Ayah, tau gimana rasanya aku liat Arga hampir tiap hari dan dipenuhi rasa bersalah? Ayah tau seberapa traumanya mereka? Arga itu sahabat aku, Kak Niko udah aku anggep kakak aku sendiri. Om Nugraha dan Tante Farah udah kayak orangtua juga buat aku. Aku merasa orang paling jahat liat sahabat aku punya trauma separah itu. Bahkan aku nggak yakin tidurnya pun baik-baik aja. Ayah di sini menikmati semua yang Ayah punya dan lari dari semuanya." Rian mengacungkan jarinya ke arah sang ayah. "Dan asal Ayah tahu, aku liat sendiri gimana histerisnya Arga tadi, betapa takutnya Arga tadi dia ngeliat Pak Edi bebas. Ayah tau itu? Apa Ayah tau itu?!"


Dengan segera Ema memeluk tubuh putranya berusaha menenangkan. Sedangkan Lukman, terdiam membeku di tempatnya saat mendengar bahwa Edi telah dibebaskan.


"Mereka harusnya nggak kayak gini kalau Ayah jujur dari awal!" Tangis Rian mulai pecah, dengan Ema yang masih memeluk tubuh sang putra dari samping. "Aku benci Ayah!"


Rian menjatuhkan tubuhnya diikuti oleh sang ibu yang kini juga ikut menangis tersedu. "Aku nggak mengharap kalau Ayah yang terbunuh waktu itu." Satu isakan kembali lolos dari bibir Rian. "Kalau aja Ayah jujur yang sebenernya paksa Om Nugraha bawa Pak Edi itu Ayah. Pas Pak Edi susah dan kehilangan uangnya itu bukan karena Om Nugraha tapi karena Ayah, kalau aja Ayah nggak bawa lari sendiri uang Pak Edi, dia nggak akan bunuh Om Nugraha dan Tante Farah. Aku mending hidup miskin daripada menanggung semua rasa bersalah kayak gini."


Lukman masih tak berkutik di tempatnya. Ia sendiri juga tak akan sanggup jika harus mengingat semuanya. Ia tak pernah menduga jika Edi akan nekat melakukan pembunuhan dengan begitu kejinya. Dirinya lari pada hari itu bersama keluarganya karena tak ingin jatuh miskin dan memanfaatkan uang yang ia punya walaupun itu bukan haknya.


Ditambah, mendengar Edi sudah dibebaskan secepat ini rasanya tak masuk akal. Ini bahkan terlalu cepat untuk melihat orang itu menghirup udara bebas. 


Lukman menekuk lututnya menyejajarkan tubuh dengan anak dan istrinya yang menangis sesenggukan. "Ayah janji akan menebus semua dan bertanggungjawab atas kesalahan Ayah ke mereka."


***


"Ati-ati, Ga!" Rian melambaikan tangannya ke arah Arga yang melanjutkan perjalanannya pulang. 


Usai dirasa punggung Arga menjauh dari jarak pandangnya, Rian membuka pagar rumahnya dan langsung disambut oleh kehadiran sang Ayah.


"Ayo cepet siapin barang kamu, kita pindah hari ini."


Pada hari itu adalah kali terakhir Rian bertemu Arga sebelum tragedi. Tanpa tahu apa alasan sang ayah pada saat itu mengajak seluruh keluarganya pindah dengan sangat terburu-buru. Bahkan ia disuruh mengganti nomor ponselnya, Lukman merampas ponsel Rian demi membuang nomor Rian yang jelas saat itu bertanya-tanya ada apa sebenarnya.


Hingga esok harinya ia mendengar kabar dari sebuah berita terjadi pembantaian di sebuah komplek rumah yang ia tahu itu adalah komplek rumah Arga. Bahkan bentuk rumah itu terasa familiar bagi Rian. 


Hingga pada akhirnya ia menyadari itu adalah rumah milik keluarga keduanya. Ia yang menyaksikan berita dengan sang ibu pun tercengang tak percaya. Inginnya langsung menghubungi Arga dan berkunjung, namun ia sama sekali tak mendapat izin dari sang ayah. Jelas itu membuat Rian marah dengan perubahan sikap ayahnya.


Pada akhirnya Rian pun mengetahui apa yang membuat ayahnya menjauhkan dirinya dari Arga. Itu karena sang ayah yang memiliki andil dalam kasus pembunuhan tersebut.


Tak sengaja ia pernah menguping pembicaraan ayah dan ibunya. Sang ibu sendiri juga merasa terheran kenapa ia tak bisa melayat ke kediaman Arga saat itu. 


Ia dengar semua jika ayahnya lah yang saat itu mengajak Om Nugraha untuk ikut berinvestasi dan lebih banyak orang untuk mendapat hasil yang lebih banyak. Pada saat itu ayah Arga memiliki masalah ekonomi karena baru saja terkena dampak PHK hingga mau saja ikut investasi bersama sang ayah.


Diketahui Lukman adalah orang yang sebenarnya mempengaruhi Nugraha untuk mengajak Edi, memaksa Edi untuk ikut. Edi adalah office boy di perusahaan tempat Nugraha sebelumnya bekerja. Edi sendiri pun mempunyai masalah ekonomi yang sama dengan Nugraha karena juga terkena dampak PHK ditambah kondisi istrinya yang sedang hamil tua membuatnya harus segera mencari biaya untuk bersalin.

Lihat selengkapnya