Friend'Sick

arsyanisaa
Chapter #30

30. Fear

Jam baru menunjukkan pukul lima pagi, bahkan itu pun belum genap sepenuhnya tapi Arga sudah siap dengan pakaian olahraga dan baru saja berdiri usai mengikatkan tali sepatunya.


Ia berjalan menuju pintu depan, tapi langsung terhenti dengan tangan yang sudah menggantung hampir membuka pintu. Ia turunkan kembali tangan itu karena merasa ragu untuk ke luar dari rumahnya.


"Mau jogging? Mau ditemenin?" Dari belakang Niko yang baru saja bangun berjalan menghampiri adiknya.


Namun, Arga menggeleng sembari membalikkan badannya. "Nggak usah. Nggak jadi ke luar."


Keduanya terdiam sejenak. Arga pasti masih takut untuk ke luar rumah pasca kejadian kemarin.


"Nanti bolos aja dulu nggak apa-apa. Gue izinin. Lo bisa ke tempat Mbak Risa, gue anter ke sana dulu. Gue sama Mas Surya ada perlu nanti sekalian pasang cctv di sekitar sini atau apapun lainnya buat alat perlindungan diri."


Arga mengangguk setuju. Dirasanya ia juga belum mau berangkat sekolah. Ia takut orang itu akan ada di sana lagi. Dengan senyum menakutkan itu lagi.


"Sini, bantuin gue beres-beres aja sama masak. Nanti kita prepare berangkat juga. Apa mau tidur lagi?"


Kali ini Arga menggelengkan kepala. "Gue bantuin aja." Anak itu kemudian berjalan melewati Niko lebih dulu, berjalan ke arah belakang dan diikuti oleh Niko.


Paling tidak Niko harus membantu Arag mengalihkan pikirannya lebih dulu, itulag yang dipesankan Dokter Risa kemarin.


***


Dua mata itu kini sibuk dengan pemandangan di luar sana. Dari jendela di sebuah ruangan yang berada di lantai dua. Mata Arga menatap ke arah bawah, menyakiskan saksama manusia-manusia yang sedang berlalu lalang di sana. Tatapan itu bak CCTV yang mengawasi tiap gerak-gerik orang yang ada di bawah. Ia tak bisa begitu tenang pula tiap saat ia melangkah ke luar rumahnya. Ia memastikan betul di bawah sana tidak ada iblis yang berusaha mengikutinya.


Saat berangkat tadi pun Arga merasa ragu untuk ke luar, tapi dengan mantap Niko meyakinkan jika semua baik-baik saja karena adanya sang kakak. Bahkan selama perjalanan pun mata Arga tak berhenti menatap orang-orang di sekitarnya yang ia lalui dengan begitu gelisah. Hingga membuat Niko mengarahkan tangannya ke belakang dan meremat tangan Arga kuat.


"Ga...."


Arga langsung menolehkan kepalanya ketika sang pemilik ruangan sudah kembali. Tadi, ketika ia datang Dokter Risa berpamitan untuk mengunjungi pasiennya lebih dulu sebentar saja dan Arga tak masalah dengan itu. Walaupun hatinya sedikit was-was.


Risa tersenyum ramah ketika Arga sudah berbalik dan kini berjalan menuju sofa yang mmang tersedia di sana. 


"Mau kopi, coklat atau teh?"


"Teh aja, Dok."


Risa kemudian berjalan ke laci di mana ia biasa menyimpan berbagai jenis kemasan minuman. "Mau teh biasa, atau yang varian ini?"


Arga menoleh kembali. "Matcha latte." Ia kemudian tersenyum ke arah dokternya.


Selama Risa membuatkan minuman, Arga hanya menatap sekeliling sembari meremat remat tangannya. Ponselnya sengaja ia tinggalkan di rumah. Toh, dari kemarin ia sama sekali tak menyentuh benda itu. 


Lihat selengkapnya