"Loh, Nik. Kenapa?" Marisa bangkit dari duduknya dengan wajah panik begitu melihat Niko yang dipapah oleh dua orang lainnya.
"Mas Niko habis pingsan, Mbak." Gilang menjawab masih dengan membantu Niko. "Kamarnya mana, Mas?"
"Nggak usah di sini aja." Niko pun dengan lemas berjalan sedikit untuk mencapai sofa dan menjatuhkan tubuhnya ke sana.
Marisa ikut duduk di sebelah Niko sambil menatap wajah kekasihnya itu khawatir, sembari menunggu jawaban apa yang membuat laki-laki itu begini.
"Makasih ya, udah anterin sampe sini."
"Sama-sama, Mas. Ada butuh bantuan lagi?"
Niko menggeleng menjawab pertanyaan Rudi. "Kalian balik aja ke kedai. Masih rame juga di sana. Pastiin keadaan yang tadi clear dan nggak ada orang lain yang tau dulu kecuali kalian ya. Fotonya udah lo kirim ke gue?"
Rudi yang tadi bertanggung jawab membereskan kekacuan dan memotretnya lebih dulu pun mengangguk. Sedangkan Gilang tadi fokus untuk membuat Niko sadar dari pingsannya.
Tadi pun Niko sempat kejang beberapa saat, untungnya Niko selalu sedia oksigen bahkan di tempat kerjanya. Jadi Gilang dan Rudi bisa membantunya untuk kembali stabil.
"Oke, kalian balik aja. Makasig banyak ya sekali lagi."
Dua orang itu mengangguk. Gilang yang membawa motor Niko tadi meletakkan kunci sang pemilik ke meja. "Kuncinya ya, Mas. Kita tinggal dulu."
Kali ini giliran Niko yang mengangguk dibarengi dengan senyuman dari Marisa menanggapi pamitnya dua orang yang kini telah melenggang pergi ke luar rumah Niko.
"Nik, ada apa?" tanya Marisa mulai tak tahan dengan rasa penasarannya.
"Arga mana?"
"Tidur kayaknya, habis aku buatin makan siang dia pamit ke kamar dan belum balik dari lima belas menit lalu."
Niko manggut-manggut merasa bersyukur pula adiknya tak melihat keadaannya yang begini. Pria itu kemudian mengambil ponselnya, mencari pesan dari Rudi yang kemudian ia tunjukkan itu pada Marisa.
Reflek Marisa langsung menutup mulutnya dengan tangan. "I-ini di Lokasimu?"
Niko mengangguk.
"Nik...."
"Aku nggak tau gimana caranya dia bisa tau Lokasimu."
"Itu pasti dia udah awasin kalian sejak lama. Aku hubungin Mas Surya sama Mbak Risa ya."
Dengan cepat Niko menahan pergerakan Marisa. "Jangan dulu, mereka pasti masih capek. Besok aja."
Niko lantas terdiam dengan tatapan yang kosong mengarah ke depan. Kali ini ia sudah memastikan seratus persen jika Edi akan melanjutkan aksi demdamnya.
"Kamu bisa lapor ini ke polisi."
Niko mengangguk. "Mungkin. Cuma itu tadi di kedai. Aku takut bakal ganggu pelanggan."
Tak kuasa dengan kesialan yang kembali menimpa Niko bertubi-tubi bahkan ketika ia mulai tenang kembali. Marisa mengulurkan tangan untuk mengusap bahu Niko. Melihat kondisi Niko yang sampai begini itu artinya pria itu melewati tahun demi tahun dengan begitu keras. "Aku temenin buat nginep di sini ya, Nik?"
Tak tega rasanya Marisa membiarkan Niko seorang diri bersama Arga di rumah. Apalagi dengan kondisi Niko yang begini. Entah apa saja yang bisa ia lakukan untuk membantu Niko dan Arga.
"Nggak usah, Sa. Kamu pulang aja."
"Nik ... aku temenin ya? Aku nggak apa-apa tidur di sofa."
"Nggak usah, aku nggak apa-apa."