“Eh, Via!”
“Hah? Ada apa?” Via menoleh ke arah suara yang memanggilnya, tidak lain dan tidak bukan adalah Satria.
“Bulan depan kata Pak Sayid ada lomba.” Mereka pun langsung jalan bersama keluar gerbang sekolah.
“Lomba apa?” Tanya Via polos tak berdosa.
“Lomba Scrabble, Bahasa Inggris. Ikutan, yuk!”
Pipi Via langsung merah merona. Ia sangat menyukai mengikuti lomba-lomba seperti ini. Tak jarang ia dan Satria menyabet gelar juara. Mulai dari lomba debat, pidato, bercerita, sampai olimpiade mereka ikuti. Mulai dari lomba berbahasa Indonesia hingga lomba berbahasa Inggris.
“Boleh. Gimana daftarnya?” Tanya Via antusias.
“Kata Pak Sayid tadi, lusa para pendaftar akan diseleksi. Gue nemuin ini di mading sekolah. Jadi, habis diseleksi, anak-anak yang bagus akan mengikuti lomba. Tentu saja komite sekolah yang membiayai semua kebutuhannya.”
“Lombanya individu atau kelompok?”
“Babak pertama kelompok, babak kedua individu. Satu kelompok ada dua orang.” Jelas Satria lagi.
“Oh, gitu. Oke, besok kita ke Pak Sayid.”
“Lu mau pulang?” Tanya Satria tak berdosa.
“Iya,”
“Kemana?”
“Ke jamban! Ya ke rumah lah!”
“Bareng yuk!”
“Kuy!”
Rumah Via dan Satria searah, hanya saja memang agak jauh. Jadi mereka menaiki transportasi umum, lalu berpisah saat turun. Via turun lebih dahulu daripada Satria. Pada saat malam hari mereka benar-benar berlatih scrabble di rumah masing-masing, mempelajari kata-kata sulit, bermain gim scrabble di komputer, dan mempelajari kamus kumpulan kata-kata paten untuk scrabble.
Pada saat makan malam, Via berniat memberitahu Bundanya kalau lusa ia akan mengikuti seleksi lomba scrabble.
“Bun, besok Via mau seleksi lomba scrabble.”
“Wah bagus kalau begitu. Sudah belajar?”
“Sudah, bun.”
“Apa kak? Lu mau lomba scrabble? Gak salah?” celetuk Erick, adik laki-laki Via satu-satunya.
“Apaan yang salah? Bener kok, gue mau ikut lomba scrabble.” Bantah Via.
“Santai, sist. Good luck deh.” Erick mengalah, ia tahu benar bahwa kakaknya ini berpengalaman dalam lomba-lomba. Hanya saja, kali ini ia agak kaget dengan lomba scrabble perdana kakaknya yang multi-talenta.
“Oke, makasih.”
Setelah makan malam selesai, Via beranjak ke kamar untuk tidur. Tapi malam itu Via membuka jendela kamarnya yang terletak di lantai dua sebelum tidur. Via melihat ke atas langit. Bintang-bintang bertaburan di langit navy malam itu. Bulan purnama penuh yang memancarkan sinarnya lebih terang sembilan kali lipat dari pada cahaya bulan sabit. Via berharap-harap tentang seleksi lombanya lusa. Apa ia bisa? Apa ia mampu?
*****
“Satria! Kapan mau bilang ke Pak Sayid?”
“Eh, Via. Waktu istirahat saja.”
“Oh, oke.”