Empat bulan kemudian.
Bila enam orang teman lesnya yang lain tampak serius memperhatikan penjelasan sang guru Fisika tentang Teori Kuantum Planck, Tata malah terlihat tidak terlalu berminat. Matanya berat, semalam dia tidur larut karena mengerjakan latihan-latihan soal ujian. Dia terus menguap lebar.
Sering mengantuk di kelas memang sudah sering dialami Tata. Namun, jika empat bulan lalu Tata mengantuk karena tidur larut setelah nongkrong bersama pacar—sekarang sudah berstatus mantan pacar—dan teman-temannya, sekarang dia mengantuk karena begadang untuk belajar. Sejak papanya meninggal dunia empat bulan lalu, Tata lebih serius belajar.
“Energi yang pindah saat foton berinteraksi dengan materi, dapat dihitung dengan rumus....” pria di depan kelas menerangkan. Dia menaikkan posisi kacamatanya yang kelihatan kebesaran sambil lanjut bicara. Setelah itu, dia menuliskan angka-angka di whiteboard.
Tata menguap lagi. Dia ingin tidur. Tapi, dia tidak ingin bolos les. Susah payah sambil menahan mulutnya biar tidak menguap terlalu lebar seperti buaya yang mau makan ayam broiler, Tata duduk tegak. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya yang sudah basah seperti orang nangis saking seringnya dia menguap, berusaha mendengarkan dan memahami penjelasan gurunya. Tapi, selang dua detik berikutnya, punggungnya melorot lagi.
Guru fisikanya itu bukan tipikal guru yang bisa merangkul anak- anak didiknya agar fokus pada apa yang dia terangkan. Dia malah seperti profesor yang sibuk ngobrol dengan papan tulis. Bukannya memperhatikan eye-to-eye, face-to-face, dengan muridnya.
“Untuk mencoba soal terkait teori ini, hitunglah cacah foton atau partikel cahaya per sekon yang dipancarkan....”
Duk!
Tata ketiduran sampai jidatnya kejeduk pulpen yang dia pegang dekat pipi. Dia kaget! Apalagi lehernya tiba-tiba jatuh seperti barusan! Celingak-celinguk, Tata khawatir ada temannya yang sadar kalau dia ketiduran beberapa detik.
“Panjang gelombang cahaya yang dipancarkan lampu kromatis….” Suara sang Guru masih terdengar, tapi lama-kelamaan suara itu semakin menjauh seiring Tata yang juga makin jauh terseret ke alam tidur....
BRAK!!!
Tata terhentak, seketika matanya terbuka! Bukan terbuka lagi. Memelotot, malah! Karena dia pikir barusan entah ada gempa entah tsunami yang sukses bikin dia kaget banget seperti itu!
Tata mengerjapkan mata dan mengedarkan pandangan. Duh! Semua orang sedang menatap dirinya!
“Eh... ngg, ma-maaf,” katanya terbata, baru ngeh kalau dia baru saja membuat keributan.
Dia melihat barang-barang yang berhamburan di sekitar kakinya. Rupanya tempat pensil, HP, dan buku tebalnya yang semula ada di meja yang bersatu dengan kursi lipatnya, jatuh ke lantai. Karena ketiduran barusan, Tata tidak sengaja menjatuhkan semua benda itu, membuat perhatian semua orang jadi teralih padanya, bukan pada guru mereka.
Sang guru fisika berdeham, mukanya jutek. Dia bilang, “Cuci muka kamu kalau kamu ngantuk begitu!”
Tata malu sekaligus merasa bersalah. Wajahnya mengernyit, bibirnya mengerucut, lalu minta maaf sekali lagi sebelum akhirnya dia berdiri dan jalan perlahan di antara kursi teman-temannya menuju pintu.
Pak Guru kembali menghadap ke whiteboard dan menulis soal lagi—kembali pada dunianya—sedangkan beberapa teman Tata masih ada yang haha-hihi menertawakan cewek itu. Tata makin cemberut, dongkol banget.
Apalagi pas Tata mau membuka pintu, ada seorang cowok di pojok kanan depan sedang tertawa tanpa suara ke arahnya. Jelas cowok itu mengejek Tata! Lalu, tanpa Tata duga, cowok itu malah sengaja menunjukkan layar HP di tangannya.
Tata langsung memelotot, mau teriak tapi tidak bisa karena guru mereka masih ada di dalam ruangan!
Sial!! Tata memaki dalam hati. Si Rian malah moto gue pas lagi mangap begitu!! Iihhh, reseee!!
***