Friends

Arinaa
Chapter #3

Aditya

Menjadi anak satu-satunya dan lahir dari keluarga berada memang impian setiap anak. Belum lagi jika orangtuanya adalah tipe orangtua yang sering di lihat di televisi. Mapan, baik hati, dan sangat memprioritaskan anaknya. Dan satu kelebihan lagi adalah, satu keluarga ini memiliki visual yang tak main-main. Banyak yang menyangka jika mereka dari keluarga selebritis. Namun di balik keindahan yang sering orang lihat, mereka hanyalah keluarga kecil yang memang di titipkan sesuatu yang lebih oleh tuhan. Mereka juga seperti keluarga yang lainnya.

“Kenapa gitu mukanya pagi-pagi?” tegur sang ibu saat melihat raut wajah putra satu-satunya sama sekali tak menunjukkan semangat hidup.

“Libur cepet banget sih Bun. Udah mau masuk SMA aja akunya. Perasaan baru kemarin aku UN SMP.” Keluh anaknya.

“Terus kamu maunya liburan aja terus gitu? Yaudah putus sekolah aja. Bunda sih gak masalah. Tapi kamu tinggal di jalanan ya. Jangan jadi anak Bunda lagi.” ucapan pedas dari mulut ibunya membuat rasa malasnya seketika hilang begitu saja.

Anak itu tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia hanya mencurahkan isi hati seperti halnya anak-anak yang lain. “Engga gitu Bunda. Aku masih ngantuk nih kayanya. Ngomong jadi ngelantur.” Ujar anak itu membela diri.

“Yaudah makanya duduk sini sarapan. Nanti di anter sama ayah kamu ke sekolah.” Ucap ibunya lagi.

Anak itu menurut dan mengikuti apa yang di ucapkan oleh ibunya. Ibunya ini cantik sekali, bak model. Tetapi menurutnya, ibunya tetaplah ibu seperti yang lain. Galak.

~

Sesampainya di sekolah, ia yang masih menggunakan seragam SMP-nya masuk dan mencari di mana letak kelas sementara. Karena semasa MOS ini, ia belum mendapatkan kelas yang tetap. Awalnya ia berbangga karena mendapatkan kelas X-A. Karena menurutnya ini di lihat dari nilai yang di dapatkan saat SMP. Namun ternyata pihak SMA ini memilih kelas mereka secara acak.

“Liat deh. Ganteng banget.” Terdengar bisikan siswi dari kelasnya saat ia baru saja masuk.

“Anggota boyband apa gimana sih? Mulus banget itu muka. Gak ada pori-porinya sama sekali.” Bisikan lain kembali ia dengar.

Ia memilih untuk tak memperdulikan dan masuk saja ke kelas. Melihat bangku kosong dan ia duduk saja dengan tenang di sana. Bukannya sok tampan, ia sudah sering mendengar pujian-pujian seperti ini sejak masih TK. Jangan salahkan dirinya jika ia terlahir seperti ini. Apa yang ia dapat ini semua dari perpaduan wajah kedua orangtuanya.

Dan satu hal yang masih ia herankan adalah, ia sama sekali belum melewati masa di saat anak remaja yang seharusnya tumbuh jerawat. Pernah suatu kali muncul, namun hanya dalam waktu seminggu jerawat beserta bekasnya itu sudah punah. Entah apa yang di lakukan bundanya hingga membuat wajahnya masih baik-baik saja sampai sekarang.

“Lo duduk sendiri? Gue duduk sini ya.” Ucap salah seorang perempuan dengan tumbuh lumayan tinggi dan menurutnya cukup cantik.

“Duduk aja.” Jawabnya dan lalu menggeser posisinya agar duduk di ujung.

“Gue Anarasya. Panggil Aca aja.” Ucap perempuan itu memperkenalkan dirinya.

“Gue Aditya. Panggil Adit aja ya.” Balas pria bernama Adit itu.

Lihat selengkapnya