Persahabatan Edo dan Abel sudah berlangsung lama. Sejak mereka berojol sampai segede sekarang, mereka selalu bersama. Rumah mereka pun cukup dekat, hanya terhalang beberapa rumah. Membuat persahabatan mereka semakin kental.
Tak jarang Edo suka menginap di rumah Abel, buat nonton bola bareng. Kurang rasanya cowok tanpa sepak bola. Setiap akhir pekan, mereka kadang memelototi layar televisi semalaman demi bergadang nonton bola.
Pun sebaliknya, Abel sering menginap di rumah Edo, apalagi di kamarnya ada play station. Cocoklah untuk menghabiskan waktu buat main PES.
Siang ini, dua sahabat itu tengah asyik memelototi layar televisi dengan reaksi yang berbeda. Abel tampak semringah sambil sesekali bersenandung, sementara Edo begitu kusut. Kadang terdengar lontaran kotor keluar dari mulutnya.
“Golll! Empat kosong!” Abel tertawa terbahak-bahak setelah berhasil menceploskan gol ke gawang Edo.
Seketika Edo menyimpan stik, mematikan PS, lalu duduk di dekat jendela.
“Norak lo. Kalo kalah langsung dimatiin!” protes Abel.
“Gue lagi enggak mood maen PES. Kalo lagi serius bisa elo yang dibantai,” kilah Edo.
“Alah, alesan terus. Dari dulu juga lo kalah mulu kalo lawan gue.” Abel merapikan stik, bangkit, lalu duduk di ranjang. “Do, kira-kira kita ngasih kado apa, ya, buat Vanny?”
Edo menoleh, mengernyit, tak paham dengan maksud Abel. Ngapain kasih Vanny kado segala?
“Kado? Kado apaan? Lo mau nembak Vanny?”
Abel mesem. “Ya kado, hadiah. Kemarin dia ngajakin kita makan tuh karena dia ulang tahun.”
Edo kaget, membenarkan posisi duduknya sedikit lebih tegap.
“Masa sih? Lo tahu dari mana? Jangan sotoy.”
Kening Abel mengerut. “Lah, kan dia sendiri yang bilang.”
“Kok gue enggak denger?”
“Kuping lo aja yang mampet.”
Edo langsung mengorek-ngorek kupingnya. Seakan-akan mendapat ide dadakan, Abel melompat dari duduknya, lalu jongkok di depan Edo.
“Do, gimana kalo kita kasih boneka?” ujar Abel dengan wajah berbinar.
Tak segera menjawab, Edo hanya memandang Abel lekat.
“Gimana?” kejar Abel enggak sabar.