Friendship and Love

Aldy Purwanto
Chapter #23

23. Teman Masa Lalu

Pagi yang segar. Suara burung berkicau riuh di angkasa yang cerah, memberikan nuansa semangat untuk siapa saja yang mendengar, kecuali Vanny. Di kamarnya, dengan wajah lesu dia membereskan pakaiannya. Wajahnya terlihat kecut, tidak ada rona kebahagiaan yang selama ini selalu terpancar dari muka ovalnya.

Hari ini, Vanny harus pulang ke Jakarta. Walau sebenarnya malas, tapi dia enggak bisa berbuat apa-apa. Dengan sangat terpaksa, dia harus menuruti keinginan kedua orang tuanya.

Setelah selesai beres-beres, Vanny beranjak ke teras depan, menunggu papinya yang mau menjemput. Vanny menangkap sosok Bu Indah yang berjalan menghampirinya, bibirnya seketika terangkat, menampilkan seulas senyum.

“Makasih buat kontrakannya, ya, Bu.” Vanny menyerahkan kunci.

“Sama-sama, Non. Ayah Non Vanny belum dateng tah?” tanya Bu Indah seraya menerima kunci dari tangan Vanny.

Vanny menggeleng. “Belum, Bu, masih di jalan katanya.”

“Ibu masuk dulu, ya, mau periksa dapur. Soalnya mau ada yang ngontrak lagi di sini.”

Vanny mengangguk, membiarkan Bu Indah melenggang masuk, lalu duduk di kursi teras. Matanya jauh memandang ke depan, berharap Abel dan Edo ada di sini sekarang. Vanny pengen banget kedua anak itu menemaninya sebentar, sebelum dia kembali ke Jakarta.

Namun, berhubung Abel dan Edo sedang dalam perjalanan ke Bandung, mendaftar ke universitas pilihannya, dengan berat hati Vanny melepasnya. Vanny juga masih belum tahu tentang apa yang akan dilakukannya di Jakarta nanti. Kuliah sih sudah pasti, karena dia memang punya impian menjadi dokter.

Namun, apa bisa Vanny menjalani hari-harinya tanpa Abel dan Edo? Yang waktu dulu selalu siap siaga menemani dirinya dalam suka dan duka. Vanny menghela napas yang terasa berat.

Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan kontrakan. Vanny berdiri, bersiap menyambut kedua orang tuanya. Pak Robby dan Bu Melisa turun dari mobil dan berjalan menghampiri anaknya. Vanny membungkuk, mencium tangan papi dan maminya dengan santun.

“Udah beres semuanya?”

Vanny menangguk, lalu masuk ke rumah. Tak berapa lama, dia kembali lagi sambil menenteng satu koper besar. Bu Indah membuntuti seraya menautkan kedua tangannya.

Pak Robby melihat koper yang dibawa Vanny. “Cuma segini?”

“Vanny gak bawa banyak baju kok, Pih.”

Pok Robby kemudian menoleh ke Bu Indah. “Bu Indah, terima kasih banyak sudah mau mengontrakkan rumah sama anak kami di sini.”

Bu Indah mengangguk pelan. “Sama-sama, Pak. Malah saya yang mesti ngucapin terima kasih.”

Pak Robby mengambil amplop dari saku jas, lalu memberikannya pada Bu Indah. “Ini sekadar rasa terima kasih saya.”

Mata Bu Indah menyipit, agak ragu menerimanya, tapi Pak Robby terus memaksa. Akhirnya Bu Indah menurut.

“Terima kasih, Pak, Bu, jadi ngerepotin gini.”

“Gak seberapa kok.”

Lihat selengkapnya