Suasana di indekos begitu riuh. Acara bakar ikan tetap berlangsung meski minus dua orang personel. Harum aroma dari bumbu ikan yang sedang dibakar, bercampur dengan wangi khas nasi liwet yang menggugah selera.
“Kang Abel sama Kang Edo teh ke mana atuh nya? Padahal mereka juga iuran, eh malah menghilang,” ujar Wawan, tangannya sibuk membolak-balik panggangan ikan.
“Ya salah mereka dong kalo gak kebagian. Mereka juga perginya gak bilang-bilang,” sahut Mila cuek.
“Tapi kasihan atuh, Neng Mila. Kita sisain buat mereka, kita semua kan udah kayak sodara.” Wawan coba memberi usul.
Lagi-lagi Mila langsung protes. “Ah sok bijak lo! Abisin aja. Lo juga pasti kurang kan?”
Wawan cengengesan, lalu mengangguk malu.
Mila mencibir, membuka tutup panci, mengecek nasi liwetnya. Ternyata sudah matang. Mila mengangkat panci, lalu diletakkan di bale-bale. Sebagian temannya pun masih kelihatan sibuk. Ada yang menyiapkan makanan, lalapan, beli buah-buahan, dan lain sebagainya.
Setelah nyaman dengan posisi duduknya di bale-bale. Mila mengeluarkan ponsel, iseng menelepon Edo. Hubungan tersambung. Tak berapa lama terdengar suara Edo di ujung sana.
“Do. Lo sama Abel di mana? Ikannya udah mateng nih.”
“Gue sama Abel lagi di Jakarta, Mil. Selamat makan-makan aja deh. Jatah kita berdua makan aja, mubazir,” cerocos Edo.
“Jakarta? Ngapain lo?” Mila mengerutkan kening.
“Kalo gue cerita nanti pulsa lo abis. Udah dulu, ya, gue lagi sibuk nih.” Seketika Edo mematikan sambungan.
Mila memasukkan kembali ponselnya sembari menggeleng heran. Ngapain dua anak ajaib itu ke Jakarta segala? Di Bandung juga sudah ramai.
“Dari siapa, Neng?” Tiba-tiba Wawan menghampiri.
“Edo. Katanya lagi di Jakarta sama Abel.”
Wawan terlonjak kaget. “Jakarta? Aduh kok meni sampe ke Jakarta segala atuh Neng Mila.”
“Ya mana gue tahu.” Mata Mila menyipit, menatap Wawan yang terlihat gusar. Dia jadi heran. “Kenapa sih? Panik banget, mereka kan udah pada gede.”
“Bukan itu, Neng. STNK motor Kang Abel masih di Wawan, kemaren Wawan pinjem motor Kang Abel buat mudik.”
“Ya udah simpan baik-baik, gitu aja repot.”
“Ih si Eneng mah. Wawan takut ada operasi.”
“Alah, tahun baru kayak gini polisi juga sibuk ngamanin jalan daripada operasi. Mending lo balikin tuh ikan, gosong baru nyaho lo!”
Wawan kaget, buru-buru mengurus ikan bakarnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tinggal satu jam lagi, tahun 2017 akan datang. Vanny bersama Abel dan Edo sudah berada di pinggir jalan depan alun-alun kota. Ketiganya memegang terompet, niat banget mau merayakan pergantian tahun.
Vanny menatap dua sahabatnya yang sedang asyik mengamati suasana.
“Kalian pulang besok sore aja, ya.”
Abel spontan menoleh. “Gila lo, Van. Mau tidur di mana kita?”