Friendship and Love

Aldy Purwanto
Chapter #32

32. Tragedi

Sabtu di pagi hari. Vanny sudah kembali ke Jakarta Di bale-bale kost-an, Wawan asyik menikmati kopi hangatnya seruput demi seruput. Di pinggir kopi ada kue pancong satu loyang yang sudah habis setengah. Sesekali berdiri, melakukan gerakan senam sambil bersiul. Gayannya sudah seperti juragan ojeg yang punya tujuh pangkalan.

Wawan memandang angkasa yang tampak cerah banget secerah hatinya kini. Sejak empat hari kebelakang, dia sedang bernasib baik, rezekinya datang dari segala penjuru. Dari mulai laba hasil panen cabe di kebun dekat rumahnya di Sumedang. Dapat uang tip dari tetangga karena jadi calo jual sawah, tabungan ayam jagonya pun dia bobok saat mudik kemarin.

Dia tidak menyangka isi dompetnya tiba-tiba mengembung dengan cepat.

Tiba-tiba Abel keluar dari motor dan memakai jaket serta celana levisnya sambil menenteng helm, lalu menghampiri Wawan yang sedang menikmati kue pancong.

“Makan Kang Abel. Abisin aja jangan malu-malu.”

“Emang mau gue makan,” sahut Abel, mencomot kue pancong sekaligus empat. Melahap sedikit demi sedikit ditemani segarnya semilir angin di pagi hari.

“Tumben udah rapi, Kang. Mau ke mana ini teh?”

“Mudik.”

“Sama Kang Edo?”

“Enggak gue sendiri. Edo masih ngorok.”

Wawan menganggut-anggut, kembali menikmati kue pancongnya.

Setelah beberapa saat, Abel meminum kopi milik Wawan, lalu bangkit, siap berangkat menuju Cirebon.

“Gue berangkat dulu, ya.”

“Mangga, Kang Abel. Hati-hati.”

Wawan mengamati Abel yang sedang menaiki motor. Setelah membunyikan klakson, Abel segera melajukan kendaraannya.

Menit-menit berlalu begitu cepat.

Di kamar, Edo masih tertidur. Wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. Sesekali dia mengigau sambil bergerak-gerak tak jelas dalam tidurnya.

Edo bermimpi, melihat Abel berada di suatu ruangan yang gelap. Abel terus melangkah menjauhinya, mendekati tempat yang semakin gelap. Sampai tiba-tiba tubuh Abel hilang berteriak.

Seketika Edo terjaga dari tidurnya begitu mendengar suara menggedor-gedor pintu kamarnya begitu keras. Edo bangkit, mengucek-ucek mata, lalu berjalan menuju pintu dan membukanya. Wawan dan Dahlan berdiri di hadapannya dengan wajah pucat.

“Kenapa kalian pucet banget? Kayak abis dikejar pocong aja,” tanya Edo heran.

Dahlan tidak segera menjawab, menatap Wawan dengan gamang. Detik selanjutnya dia mulai membuka suara.

“Do, Abel kecelakaan,” ucap Dahlan dengan suara pelan.

Jantung Edo berdegup kencang seketika, dia lantas memegang baju Dahlan erat. “Abel kecelakaan? Di mana?”

“Di Sumedang, Kang. Tadi ada Kang Abel telepon ke HP Wawan, tapi bukan Kang Abel. Petugas rumah sakit yang ngabarin kalo Kang Abel kecelakaan.” Wawan berusaha mengatur mimik wajahnya. “Sekarang Kang Abel lagi dirawat.”

Dengkul Edo mendadak lemas seketika, seakan-akan tidak menopang berat tubuhnya. Sektika dia ambruk yang langsung ditahan Wawan dan Dahlan.

“Ayo kita ke rumah sakit, Kang.”

Lihat selengkapnya