Seminggu telah berlalu. Vanny tampak putus asa, sudah empat hari Edo menghilang. Benar-benar menghilang. Anak-anak kost tidak ada yang tahu ke mana Edo pergi, terakhir mereka lihat cowok itu berangkat seperti biasa. Lalu ketika sore Edo ternyata tidak pulang, sampai sekarang.
Ponselnya juga tidak aktif.
Vanny benar-benar kehilangan jejak. Dia memang tidak tahu persis cakupan pergaulan Edo di luar sana. Karena sebatas pengetahuannya, teman dekat Edo hanya Abel, tidak ada siapa-siapa lagi.
Satu-satunya cara mungkin dengan menghubungi keluarga Edo di Cirebon, tapi kalau masih tidak ada gimana? Ujung-ujungnya orang tua Edo juga bakal ikut-ikutan panik.
Vanny jadi bingung.
Ternyata, Edo sekarang sedang berada di Garut. Ngapain dia ke sana segala?
Ketika itu di indekos. Manusia yang enak untuk diajak curhat hanya Mila. Edo sudah beberapa hari terakhir rajin banget curhat ke Mila. Sampai membahas soal Vanny.
Sejak rutin curhat, beban Edo memang jauh lebih berkurang. Kepalanya terasa jadi lebih enteng. Mila pintar dalam membaca situasi dan menemukan solusi. Namun, sayangnya Mila harus mudik, karena di fakultasnya memang sudah ujian, jadi perkuliahan langsung libur selama seminggu.
Berbeda dengan Edo yang jadwal UAS-nya masih dua mingguan lagi.
Saat Mila mau mudik ke Garut, dia sempat basa-basi mengajak Edo barangkali mau ikut. Tanpa pernah diduga sebelumnya, cowok itu malah antusias banget. Ujung-ujungnya Mila jadi bingung, apa yang akan dikatakan orang tuanya jika dia mudik membawa cowok?
Akhirnya sebelum berangkat. Terlebih dulu Mila menelepon kedua orang tuanya, menjelaskan secara rinci dan jelas tentang Edo yang mau ikut ke Garut. Setelah mendapat lampu kuning, Mila dan Edo pun langsung berangkat ke kota dodol.
Empat hari sudah Edo berada di rumah Mila. Kondisi alam yang masih hijau membuat pikirannya segar, tubuhnya terasa lebih fresh, dan memang inilah yang dia cari. Suasana santai yang dapat me-restart kondisi hatinya.
Sore itu, Edo dan Mila sedang duduk di tepi sungai. Kaki mereka dicelupkan ke dalam sungai yang mengalir tenang, sejuk menjalar di telapak kaki.
Edo melihat Mila yang tampak cantik natural. Tidak memakai make up, bedak, lipstik seperti biasanya.
Mila menoleh, merasa Edo terus memperhatikannya. “Kenapa lo?”
“Enggak apa-apa.” Edo buru-buru mengalihkan pandangan.
“Jadi gimana? Lo udah siap kan? Lo terima Vanny dengan segala risikonya?”
Edo hanya tersenyum gamang, lalu mengangguk lemah.
Mila mengerutkan kening. “Kok lesu begitu? Bukannya kemaren lo udah mantep sama keputusan lo?”
Edo tak menjawab, malah nyemplung ke sungai yang hanya sebatas lutut, kemudian menarik tangan Mila. Sontak cewek itu ngamuk-ngamuk. Edo tak peduli, malah menciprat-cipratkan air ke arah Mila.
“Edo! Baju gue basah nih!”
Edo hanya ketawa-tawa.
Mila kemudian melakukan hal yang sama dan perang-perangan cipratan air pun terjadi.