Setelah dirasa cukup, Bella melangkah keluar dari kamarnya. Dengan hoodie berwarna merah maroon dan celana jeans hitam, ia menuju ruang tamu. Menghampiri sosok yang bertamu malam ini.
Ujian Akhir Semester selesai tadi siang. Tandanya sebentar lagi liburan semester tiba. Hal yang begitu ditunggu-tunggu oleh Bella. Tak hanya Bella, mungkin juga siswa-siswi yang lainnya.
Bella butuh waktu untuk me-refresh otaknya setelah dua minggu kemarin berkutat dengan buku-buku pelajaran.
"Buk, Bella pergi dulu ya," pamit Bella pada Asri. Tangannya meraih tangan Asri kemudian menciumnya. Hal yang selalu dilakukan Bella ketika berpamitan. Asri mengangguk singkat, memberi izin putri tunggalnya untuk keluar malam ini.
"Bayu juga pamit, Buk." Bayu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Bella.
Malam ini Bella mengajak Bayu untuk jalan-jalan ke Monas. Meskipun hidup di Jakarta, belum pernah Bella mengunjungi Monas di malam hari. Dan malam ini, Bayu menuruti ajakan Bella—sebelum dirinya pulang ke Jogja.
Dengan kecepatan sedang, Bayu mengendarai motornya menyusuri ramainya jalanan Jakarta di malam hari.
Setelah menempuh perjalanan selama hampir tiga puluh menit, dua anak manusia itu sampai di parkiran Monas. Bella menyunggingkan senyuman lebar kala melihat Monas dari dekat. Kali pertama Bella mengunjunginya di malam hari.
Monumen yang terletak di tengah Lapangan Medan Merdeka setinggi 132 meter dengan mahkota lidah api yang dilapisi lembaran emas nampak berdiri begitu kokoh. Dahulu, monumen ini didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Monumen ini mulai dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
"Ayo ke sana, Bay. Kamu pasti baru pertama kali kan ke Monas," ajak Bella heboh. Tangannya bahkan terus menarik tangan Bayu lebih mendekat ke monumen.
"Lo udah pernah ngajak ke sini kali, Bell," cibir Bayu, "tapi kalo ke sini malem kaya gini ya baru pertama kali," tambahnya.
"Oh iya, lupa." Bella tertawa riang.
Ketika keduanya sampai di dekat monumen, Bella mengajak Bayu keliling sejenak sebelum mengajak masuk.
Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen, terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau—menampilkan sejarah Singosari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut.
Selesai melihat relief-relief itu, Bella menarik tangan Bayu untuk masuk.
Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia yang luasnya 80x80 meter. Di ruangan ini terdapat 48 diorama* pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa Pra-sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimulai dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan Sejarah Indonesia.
*) Sejenis benda miniatur tiga dimensi untuk menggambarkan suatu pemandangan atau suatu adegan.
Setelah puas memandangi diorama-diorama di dalam ruangan, Bella mengajak Bayu menaiki elevator pada pintu sisi selatan untuk menuju pelataran puncak yang berukuran 11x11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah.
Dari pelataran puncak Monas, Bella dan Bayu dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru Kota Jakarta.
Saat kondisi cerah tanpa kabut asap, di arah selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sementara di arah Utara, membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
"Wow," decak Bella kagum, "seindah ini Jakarta malam hari dari sini," kagumnya.
Seraya menikmati embusan angin malam yang cukup dingin, Bayu menyetujui ucapan Bella. Dirinya pun dibuat takjub dengan pemandangan di hadapannya. Kelap-kelip lampu begitu menyenangkan mata.
"Di Jogja juga ada kaya gini," ujar Bayu.
"Maksud kamu ... di Jogja juga ada Monas?"
Bayu sontak terbahak dengan pertanyaan tidak masuk akal Bella. Jelas-jelas namanya Monumen Nasional, masa iya jumlahnya ada banyak.
"Bukan gitu," kata Bayu setelah meredakan tawanya, "maksud gue di Jogja juga bisa lihat pemandangan kaya gini," tambahnya menjelaskan.