Ini malam terakhir Bella liburan ke Jogja. Bayu mengajaknya jalan-jalan ke Malioboro. Katanya, gak afdol rasanya kalau ke Yogyakarta tetapi tidak mampir ke Malioboro.
Jalan Malioboro adalah salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Keraton Yogyakarta.
Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi Jalan Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan Margo Mulyo.
Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini.
Jalan itu selama bertahun-tahun dua arah, namun pada tahun 1980-an menjadi jalan satu arah. Dari jalur kereta api ke selatan sampai ke Pasar Beringharjo. Hotel Garuda terletak di ujung utara jalan, di sisi timur yang berdekatan dengan jalur kereta api. Di sisi timur bekas kompleks Perdana Menteri Belanda.
Tidak sampai ke tembok atau halaman Keraton Yogyakarta, karena Malioboro berhenti bersebelahan dengan pasar Beringharjo yang sangat besar. Dari titik ini nama jalan berubah menjadi Jalan Ahmad Yani yang memiliki bekas kediaman Gubernur di sisi barat, dan Benteng Vredeburg Belanda tua di sisi timur.
Dengan semangat membara, Bella menarik tangan Bayu menyusuri Jalan Malioboro yang ramai pedagang. Tidak hanya ramai pedagang, tetapi juga ramai pengunjung. Yang cari oleh-oleh, atau sekadar nongkrong-nongkrong bersama teman-teman.
Bayu berniat membelikan oleh-oleh untuk teman-temannya yang setiap hari rutin mengingatkannya. Terlebih Ghena. Katanya, Bay kayanya bakpia pathok enak deh. Memang dasarnya tukang makan ya minta oleh-olehnya makanan.
Seperti Bayu, Bella juga mencari oleh-oleh untuk bapak dan ibu. Tidak lupa juga dengan Rasti. Tidak lupa Bella membeli beberapa gelang, mengingat sahabatnya itu begitu suka mengenakan gelang tali di tangan kirinya.
Setelah mendapatkan semua yang hendak dibeli, Bayu mengajak Bella untuk duduk. Terlampau senang, mereka hingga tidak menyadari telah berjalan dari ujung hingga ke ujung.
Bayu membawa dua gelas es teh juga permen kapas di tangannya. Bella merengek minta dibelikan. Seperti anak kecil memang.
Sambil memakan permen kapasnya, Bella mengedarkan pandangannya melihat segala sudut yang mampu terjangkau oleh matanya.
"Bay, titik nol kilometer dimana?" tanya Bella di sela-sela makan permen kapasnya.
"Nah itu." Bayu menunjuk dengan dagunya.
"Pengen foto. Tapi kok ramai banget," keluh Bella, "kan malu jadinya."
"Gak apa-apa kalau mau foto. Gue temenin," tawar Bayu. Tetapi Bella menggelengkan kepalanya.
"Ya udah kalau gak mau. Foto di depan gedung Bank Indonesia aja gimana?" tawar Bayu lagi.
"Boleh deh. Habisin ini dulu tapi ya." Bella mengangkat permen kapasnya. Sementara Bayu mengangguk menurut.
Kembali melanjutkan makan permen kapas, Bella memandang jalanan di depannya. Tidak hanya orang lokal, banyak juga bule yang berkunjung ke Malioboro.
Usai permen kapasnya habis, Bayu menggandeng Bella menyebrang jalan. Menuju gedung Bank Indonesia. Di sana keduanya hanya berfoto sebentar, lalu memutuskan untuk pulang.