"Dari mana lo?" tanya Amel setelah Lutfi duduk di sampingnya.
Lutfi tersenyum licik, "Menyelesaikan pekerjaan yang harusnya udah selesai sejak kemarin," terangnya.
Amel menarik satu sudut bibirnya ke atas, "Lo apain dia?"
Lutfi menoleh, "Menurut lo?" tanyanya balik, masih dengan senyum kemenangannya.
"Gue harap itu benar-benar buruk!" tandasnya.
Lutfi pun terkekeh, "Kenapa gue ngerasa, lo jauh lebih ingin liat dia menderita daripada gue, ya?"
Amel mendengus kasar, "Karena bukan cuma Alvin yang dia rebut, tapi Raka juga!"
Lutfi mengernyit, "Lo suka Raka?"
*
Alvin kalang kabut mencari keberadaan Naya. Dimana gadis itu? Kenapa sampai bel istirahat berbunyi dia masih tak kembali. Bahkan sampai membuat dia harus rela kena semprot Bu Erna karena diduga bersekongkol dengan Naya.
"Nay, lo di mana?" tanyanya frustasi.
Dia sudah berusaha menghubungi Naya lewat telepon, tapi lagi-lagi dia kecewa karena ponselnya ada di laci meja. Bahkan, dia juga minta tolong ke salah seorang siswi untuk mengecek semua toilet cewek, tapi hasilnya masih tetap saja nihil.
Apa Naya pulang? pikirnya. Tapi segera dia tepis pemikiran itu. Akhir-akhir ini kan Naya lebih suka pulang terlambat. Tiba-tiba pulang lebih awal bahkan sebelum pelajaran berakhir sepertinya tidak mungkin. Tapi meski begitu, Alvin tetap pergi ke pos satpam untuk bertanya apakah ada murid yang meninggalkan sekolah tadi.
"Ada!" jawab Satpam tambun itu.
"Naya bukan?"
Untuk sesaat, Satpam itu mengernyit lalu balik bertanya, "Siapa Naya? Gadis yang kau tembak kemarin?" tanyanya sembari memasukkan roti bakar ke dalam mulutnya yang lebar.
"Dari mana Bapak tahu?" Alvin heran.
Satpam itu terkekeh, "Kamu lupa? Video kalian kan sudah viral. Meskipun lebih banyak yang berkomentar miring daripada setuju!" tukasnya.
Alvin hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Lagian, kamu ini masih sekolah. Uang pasti juga masih minta orang tua, kok berani-beraninya ngajakin anak orang pacaran. Sampai kapan kamu ngandelin orang tua kamu buat modalin pacaran kalian?" lanjutnya.
Alvin menghela napas jengah, "Jadi kenapa Naya keluar?" tanyanya buru-buru. Takut, memberi jeda lama akan memberi kesempatan untuk satpam ini ceramah lebih panjang lagi.
Seketika alis satpam itu bergerak naik, "Memang siapa yang bilang Naya keluar?"
"Lah," Alvin bingung, "Kan tadi Bapak bilangnya ada," lanjutnya mengingatkan.
Satpam itu hanya menggeleng, meletakkan rotinya, beralih mengambil air untuk diminumnya, "Yang keluar tadi anak laki. Emang si Naya itu laki-laki?" ujarnya usai minum beberapa teguk.
Alvin mendengus pelan, "Lah, Pak. Tahu gitu saya pergi dari tadi," ucapnya seraya berlalu.
"Dasar anak sekarang. Makin lama, makin nggak punya etika!" dumel Satpam seraya geleng-geleng.
Nay, lo di mana, sih? Alvin benar-benar bingung, tak tahu harus mencari cewek itu kemana lagi. Dia sudah mencari berkeliling, hingga mengorbankan jam Istirahat, namun hasilnya tetap sama.
Alvin yang lelah pun duduk di emperan kelas. Satu tangannya menjambak rambutnya frustasi. Sikap goodboy yang selalu dia banggakan kini hilang. Penampilannya pun acak-acakan dan tak segan membentak orang-orang yang terang-terangan menatapnya nyalang.
Sementara itu, Lutfi yang selesai berlatih cheers pergi mencari tempat teduh dan tempat yang bisa dia gunakan untuk memantau pergerakkan Alvin itu.