Jatuh cinta sendri, ternyata tidak sekeren kedengarannya
-Feby-
***
“Feby?”
“2B” masih menimbang-nimbang otak Wiji masih belum mengerti arah ucapan Nana sebelumnya. Satu-satunya orang yang bisa menjawab pertanyaannya adalah_
“Excuse me”
“Febynya ada?” tanya Wiji pada seorang wanita berwajah bulat yang baru saja keluar dari kelas 2B yang kini balas menatapnya dengan saksama
“Wiji?”
“Wiji kan?”
“Daebak_”
“Teman-teman Wiji ada disini” bukannya menjawab, wanita sebelumnya malah kegirangan dan berlari masuk kedalam kelas.
Meski satu angkatan, Wiji yang selalu bersikap dingin dan tidak pernah tertarik untuk siapapun, lengkap dengan segudang prestasi yang menyilaukan membuat orang-orang selalu insecure untuk sekedar mengenalnya. Dengan kata lain Wiji adalah sebuah berlian yang berada diantara tumpukan pasir usang.
“Feby?” tanya Wiji ketika seorang wanita dengan postur tinggi, putih namun cukup menor untuk ukuran akan kuliahan, lengkap dengan baju super ketat perlahan-lahan mendekatinya
“Ya”
“Ada yang bisa aku bantu?” balasnya ramah dan berusaha dibuat semanis mungkin untuk memberikan kesan terbaik pada pria yang sudah lama ia incar
“Tentu saja”
“Tapi tidak disini”
“Kita harus bicara”
“Berdua”
“Kau ingin berbicara denganku?”
“Hanya kita?” tanya Feby, sulit untuk percaya jika pria itu akhirnya mulai melihatnya sekarang
Wiji mengangguk ringan, mengiyakan
“Kalau begitu_”
“Follow me” ujar Feby sedikit tersipu bersama perasaan yang meletup-letup bahagia sulit untuk didefenisikan. Bagaimana tidak, Wiji sang idola kampus ingin berbicara empat mata dengannya, hanya mereka berdua. Pria yang sudah lama ia taksir akhirnya memberikan lampu hijau untuknya
Berada dilantai dasar, Feby lagi-lagi memilih ruangan exschool paduan suara yang saat itu memang kosong. Memasuki ruangan yang sunyi, bersama penerangan yang sedikit redup sebab cahaya yang terhalang masuk oleh tirai yang terurai, Wiji segera angkat suara enggan berlama-lama dengan wanita yang ada dihadapannya saat ini
“Kita saling kenal?”
“Ya, kufikir”
“Kita mengambil kelas yang sama, menjadi asisten dibeberapa mata kuliah yang sama dan_”
“Jadi apa kita pacaran?” potong Wiji suram, bersama mata hitamnya yang menyorot Feby dalam seolah siap mengulitinya hidup-hidup
“APA”
“Apa yang kau_”
“Apa kita pacaran?” kembali Wiji memperjelas tanyanya yang seketika membuat Feby bergeming, bulu kuduknya sontak berdiri tegak karena takut, namun berusaha ia sembunyikan
“Maksud kamu?”
“Apa kita pacaran?” tegas Wiji enggan peduli dengan kebingungan wanita dihadapannya yang terus saja berpura-pura bodoh