Fright and Fear

Roy Rolland
Chapter #1

1. Honduras: Man-eater.

Luison, Luisõ or Lobison adalah sejenis monster dalam mitologi Guarani (Salah satu suku bangsa yang menyebar di kawasan Amerika Tengah dan Selatan, terutama di Paraguay. Nama Luison sendiri adalah salah satu variasi dari Lobizón, yang di Argentina dan Uruguay adalah sebutan bagi monster sejenis manusia serigala. Sedangkan di Brasil, monster ini disebut Lobisonem. Konon Luison sendiri banyak terpengaruh dari cerita Werewolf di Eropa, walaupun hal ini sulit dibuktikan kebenarannya, karena cerita Luison menyebar secara lisan dan berubah seiring dengan perkembangan jaman.

(Dirangkum dari berbagai sumber) 

 

Kisah kali ini terjadi di sebuah kota bernama Yuscarán di Negara Honduras. Pada masa keemasannya, kota ini adalah kota tambang penghasil emas, perak dan logam berharga lainnya. Kota ini juga menjadi rumah bagi keluarga-keluarga yang amat berpengaruh di negara tersebut. Bahkan kota ini adalah salah satu kota pertama yang mendapat aliran listrik pada tahun 1898.

Karena begitu pentingnya, kota ini menjadi ibukota wilayah administrative El Paraíso pada tahun 1869. Namun, begitu kota ini kehilangan sumber dayanya, banyak para pengusaha asing yang menyokong kota ini, pergi meninggalkan kota dengan membawa pergi uang dan modal mereka.

 

*****

 

 Carlos Pineda membuka pintu mobil sedan tuanya di depan kabin yang jauh dari keramaian. Sementara itu, Jose Lopez yang duduk di sebelahnya terlihat gundah. Mendesah. Memegang sepucuk pistol FN-5-7 semi automatic-nya dengan tangan gemetar.

“Jose!” Panggil Carlos sambil menyimpan pistol miliknya di belakang celana. “Apa yang kau lakukan di situ? Bantu aku cepat!”

“Entahlah Carlos.” Jose berkata sambil keluar dari mobil. Sambil menatap purnama raksasa yang tersembunyi di balik awan mendung. “Tidakkah menurutmu tindakan yang kita ini sedikit kelewatan?”

“Manusiawi? Terhadap dia!?” Sambil menunjuk ke arah bagasi mobil pria berwajah kasar itu melanjutkan ucapannya dengan keras. “Apa kita salah!? Kita hanya akan menuntut keadilan dengan membunuh pembunuh putra-putra kita? Apa kau lupa betapa mengenaskannya kondisi mereka? Dada dan perutnya terbuka dengan tubuh bagian dalam dan daging paha di makan dengan rakus! Apa kau sudah lupa!?”

“Mana mungkin aku melupakannya, Carlos!” Jose menutup mulutnya dengan tangan sambil menangis. “Bagaimana aku lupa pada pandangan mata Manuel yang telah tewas. Tatapannya itu penuh kengerian dan juga ketakutan. Kita sudah belasan tahun bekerja pada El Ratto. Kita juga melakukan hal-hal kejam polisi atau pun para informan bajingan itu. Tapi kita tidak pernah bertindak sekejam ini. Apalagi pada anak laki-laki berusia sepuluh tahun.”

“Lalu apa yang menahanmu?”

“Aku tidak yakin kalau Pablo Flores sanggup melakukan itu!?” Jose menggebuk kap mobil dengan keras. “Aku mengenalnya sejak kecil. Dia bahkan sering menginap di rumahku dan akrab dengan putraku sehingga aku menganggapnya seperti putraku sendiri. Aku bahkan pernah jatuh cinta pada ibunya. Sekarang kau memintaku untuk membunuhnya? Tidak mungkin! Tidak mungkin aku tega melakukannya, Carlos!”

“Kalau begitu kau bisa tenang, Jose, karena aku sama sekali tidak ragu untuk membunuhnya.” Carlos berkata sambil menunjuk ke arah wajahnya sendiri. “Sekarang angkat bocah itu sebelum aku meledakkan kepalamu seperti semangka!”

Sejenak, Jose memandang wajah Carlos dengan wajah penuh kebimbangan. Kemudian, dengan gerak lambat, ia membuka bagasi mobil dan menggendong seseorang yang dikurung di dalam sebuah karung goni.

“Cepat bawa ke dalam.” Perintah Carlos sambil membuka pintu. “Lempar saja ke lantai.”

“Carlos, jangan…”

“Cepat lempar dia atau aku akan menembakmu, Jose!” Carlos mengacungkan pistolnya sambil menjerit.

Jose mendesah sejenak sebelum melempar karung itu ke lantai. Secara samar, terdengar suara jeritan tidak jelas yang seakan berasal dari mulut yang disumpal dengan sapu tangan.

“Jangan berisik!” Tanpa ampun, Carlos menendang karung itu hingga membuat orang yang ada di dalamnya menangis. “Jose, buka karung itu cepat!”

Sambil menggelengkan kepalanya, Jose membuka tali yang mengikat karung itu, dari dalamnya terlihat seorang anak lelaki berambut hitam dengan wajah kecoklatan yang kotor karena air mata bersampur dengan tanah. Pakaiannya yang berwarna hijau kusam terlihat sobek di sana-sini karena ditarik dengan paksa.

Sebelum bangkit dari jongkoknya, Jose membebaskan mulut Pablo dari sumpalan kain.

“Paman Jose, kenapa aku…?”

“Diam Pablo! Kau tidak mau aku memotong lidahmu dengan pisau dapur karatan yang tumpul ini, ‘kan!” Ancam Carlos sambil menancapkan pisau yang dipegangnya ke sebuah tiang yang ada di dekatnya, “Apa kau tahu, kenapa aku membawamu ke tempat ini?”

Ketakutan, Pablo menggelengkan kepalanya.

“Jangan berlagak bodoh, karena aku tahu apa yang telah kau lakukan pada putra-putra kami.” Carlos berkata dengan geram. “Kau telah membunuh mereka dan memakannya.”

“Aku tidak melakukannya! Aku ingin pulang. Tolong, aku ingin pulang…!!!”

“Oh, kau ingin pulang.” Sambil berjongkok Carlos mengejek. “Apa kau kangen pada ayah-ibumu?”

Lihat selengkapnya