Tidurlah sayang
Atau Cuca akan menangkapmu
Ayah tengah berada di kebun
Ibu sedang keluar
(Lagu Pengantar Tidur Tradisional Brasil)
“Apakah kau jadi pulang malam ini juga?” Tanya Manuel dengan wajah cemas. “Kau tahu ‘kan kalau pabrik ini letaknya jauh dari mana-mana?”
“Harus bagaimana lagi?” Luis berkata sambil mengenakan sepatu boots-nya. “Istriku masuk rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Aku merasa cemas. Aku ingin secepatnya pulang dan menjenguknya.”
“Dengan apa kau pulang?”
“Aku dengar ada bis kecil yang berangkat kota sebelah.”
“Apakah kau sadar kalau kita ada di Pico da Nablina.” Manuel kembali berkata. “Tidak ada apa-apa di sini selain kota-kota kecil dan hutan. Satu-satunya cara agar kau bisa mendapat tumpangan kau harus berjalan melewati jalan kecil itu yang masuk menembus hutan. Apa kau tahu apa yang ada di dalam hutan itu? Cuca! Ada Cuca bersemayam di dalam kegelapan hutan sana.”
“Maksudmu monster hantu itu?” Luis tertawa. “Itu hanya isapan jempol orang jaman dulu agar anak-anak selalu menuruti nasehat orang tua dan tidak begadang di waktu malam.”
“Tidak di bagian dunia ini, Luis. Kau akan menyesal karena tidak mempercayainya.”
“Baiklah, tapi tetap saja itu tidak akan menyurutkan niatku untuk pulang secepat ke Sao Roberto.” Luis bangkit dari duduknya. “Kalau semuanya lancar aku akan kembali minggu depan.”
“Kalau memang kau berkeras, pakailah ini.” Manuel menyerahkan sesuatu yang dia ambil dari kantung celananya. “Ini adalah Rosario dan semoga saja dengan rahmat Ilahi kau akan selamat dalam perjalananmu.”
“Terima kasih.” Luis langsung mengalungkan Rosario itu di lehernya dan kemudian memanggul ransel sambil berjalan keluar kamar. “Aku pergi dulu.
“Selamat jalan, Luis. Vaya con Dios.”
Luis mengambil napas jalan sebelum berjalan menuju hutan yang ada di hadapannya. Malam itu tengah purnama, sehingga cukup terang untuk berjalan tanpa harus memakai penerangan. Akan tetapi, hutan yang ada di depan sana sangat lebat, sehingga Luis yakin, kalau ia perlu menyalakan obor atau senter.
Saat ini baru pukul delapan malam, walau begitu di dalam pinggiran hutan di Brazil, suasana sudah sangat sepi. Penduduk sini sangat percaya pada hantu atau monster mengerikan yang tinggal di pedalaman hutan. Hal ini membuat, saat matahari tenggelam, seluruh penduduk desa, sudah berdiam diri di dalam rumah.
Luis tertawa sendiri. semua ini sangat berbeda di kota kelahirannya Rio, sebuah kota besar yang memiliki kehidupan 24 jam. Setiap malam bagaikan pesta yang penuh dengan musik dan tarian. Luis mendesah. Betapa ia sangat merindukan kehidupan di sana. Kehidupan miskin memaksanya untuk pindah ke Sao Roberto dan nasib buruk memaksanya lagi untuk tinggal di kota kecil tak bernama di pinggir hutan ini.
Bagaimanakah masa depanku kalau kehidupanku seperti ini terus?
Luis menghentikan langkahnya saat ia sudah berada di mulut hutan. Mulai dari sini, jalan yang akan dilewatinya hanyalah jalan setapak kecil sepanjang 20 kilometer yang hanya dilapisi oleh kerikil dan pasir. Jangankan hantu, sesungguhnya Luis jauh lebih takut pada jaguar dan juga ular.
Luis mengambil pemantik api dari kantung celananya dan kemudian menyalakan obor. Sesungguhnya, ia membawa sebuah senter halogen lengkap dengan baterai cadangannya, akan tetapi, Luis memutuskan untuk berhemat, lagipula obor jauh lebih aman, ketika ia masuk ke dalam hutan.
Setelah mencium Rosario yang tergantung di lehernya, Luis berjalan memasuki hutan. Suasana di dalam hutan itu sangat gelap dan sunyi. Kenapa tidak ada serangga dan binatang yang berbunyi pada malam ini? Di Brasil hal itu berarti pertanda buruk, seperti adanya .…
“Aaaahhh…!” Sambil bersuara keras, Luis menggelengkan kepalanya. “Baru saja masuk ke dalam hutan pikiranku sudah melantur kemana-mana.”