Bayang-bayang masa kecil itu hilang. Berganti bayangan kecelakaan. Tragedi kecelakaan yang sangat ingin Radev lupakan. Kejadian yang merubah segalanya. Keluarganya, sikapnya, dan kehidupannya. Hancur sudah. Lenyap semua kebahagiaannya. Yang ada hanya rasa sepi. Keluarganya berantakan. Tak ada lagi kasih sayang. Tak ada lagi pelukan dan perbincangan hangat. Tak ada. Akankah semuanya kembali. Radev melihat dirinya sendiri yang sedang berdiri kaku beberapa meter dari mobil kakaknya yang telah rusak setengah. Dirinya terdiri kaku, kakinya seperti melekat pada bumi. Ia tak tahu harus berbuat apa. Tangis histeris mamanya terdengar sangat menyakitkan.
Ayahnya sedang berbicara dengan petugas hukum. Ia ingin kasus anak sulungnya diusut sampai tuntas. Ia ingin keadilan untuk Satya. Dan ada seorang gadis berambut panjang juga menunduk dengan bahu bergetar. Mungkin ia juga menangis. Radev tak dapat melihat dengan jelas wajah gadis itu karena gadis itu menunduk. Hanya rambut panjang yang menjuntai ke bawah mengikuti gravitasi. Gadis itu berdiri di mobil hitam sederhana yang bagian depannya telah remuk menabrak mobil merah, tepat di belakang mobil Satya. Tak jauh dari mobil hitam itu terdapat pula wanita paruh baya yang hanya bisa menangis sambil meringkuk memeluk lututnya. Sepertinya mereka keluarga dan juga berasal dari keluarga yang sederhana. Radev lihat tak ada yang mempedulikan bagaimana keadaan orang dalam mobil itu. Para petugas medis dan hukum hanya melayani korban dengan mobil-mobil mewah. 'Pemandangan macam apa ini? Bagaimana mungkin tak ada yang peduli dengan kedua wanita beda usia yang tak berdaya seperti mereka?' Radev tak tega melihat hal itu. Namun apa yang dia lakukan pada waktu itu? Ia memandangi dirinya sendiri. Dirinya hanya bisa berdiri kaku tak bertindak sedikit pun. 'Apa yang gue lakuin sih? Kenapa gue bodoh banget? Kenapa?!' Radev meruntuki kebodohannya sendiri, tapi bisa apa? Hanya bisa memandang kehidupan dari sisi yang berbeda. Sisi yang sebelumnya belum pernah ia tau. Sungguh bodoh dia karena hanya memandang dunia dari sudut pandang hidupnya sendiri, ia merasa hidupnya sangatlah menderita. Penilaian yang sangat dangkal bukan.
Bayang-bayang kecelakaan telah berganti lagi. Sekarang ia melihat dirinya sendiri terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ada seseorang yang berdiri menatapnya kasihan.
"Apakah kau tak ingin bangun? Apa enaknya kau di sana? Kau tak ingin melihat orang yang kau sayangi lagi? Atau kau tak punya orang yang disayangi? Sungguh pemuda yang mengenaskan, diusiamu yang terbilang muda kau harus hidup sendirian."
Radev mendengar itu, ia mendengarnya tapi tubuhnya masih belum mau bangun.
"Apa kau tak ingin bertemu lagi dengan Riri?"
'Bagaimana ia bisa tau?' pikir Radev.
"Sudahlah sepertinya kau tak akan bertahan lama. Sebentar lagi kau pasti mati dan tak akan bertemu Riri lagi. Andai saja kau bangun pasti akan ku pertemukan dirimu dan Riri." Pria tadi berbalik sambil tersenyum miring. Ia tahu bahwa Radev akan segera sadar. Ia hanya perlu memicu sedikit rasa penasaran Radev agar otaknya mampu membuat tubuhnya terbangun. Pria itu berjalan beberapa langkah.
Radev tak tahan hanya dengan mendengar ini. Entah kenapa ia langsung terbangun dari komanya dan segera terduduk di ranjang sambil menoleh pria tadi. "Apa lo kenal Riri?" Radev benar-benar berbicara langsung. Ia sudah sadar. Tak ada lagi bayang-bayang. Ini sudah kembali ke dunianya lagi. Pria tadi berbalik dan tersenyum puas. Ia berjalan mendekati Radev. "Akhirnya kau bangun," kata pria itu sambil memeriksa keadaan Radev. Jangan lupa kalau dia adalah perawat! Ia tak perlu izin dokter untuk memeriksa keadaan pasien. "Siapa Riri?" Radev mengabaikan kalimat pria tadi dan kembali bertanya heran. "Entahlah aku juga tak tahu, nama itu sering kau sebutkan dalam masa komamu." Pria tadi masih fokus memeriksa keadaan Radev.