Lo mampirnya kapan-kapan aja. Hari ini gue mau pergi ke tempat nyokap kerja.
"Eh? Baru aja gue mau bilang kalo gue gak bisa dateng. Malah chat duluan. Ya udah sih, tapi .... Entahlah." Bia mengedikan bahunya. Ia penasaran tapi saat ini ia dikejar waktu. Ia harus segera ke tempat bekerja. Oh ... ya, sekarang Bia sudah tak bekerja lagi di kafe. Ia merasa tak enak setelah kejadian pertengkaran keluarga Radev saat itu, kini ia bekerja sebagai fotografer lepas untuk berita lokal yang diterbitkan di situs berita setempat yang sangat diminati oleh masyarakat sekitar. Pekerjaannya ini tak menyita banyak waktu. Ia cukup mengambil sebuah gambar atau kejadian perkara yang diminta oleh pimpinan redaksinya. Untuk tempat pengambilan gambar ia diberi tahu oleh partner kerjanya yang telah menyelidiki. Ini memang sebuah redaksi online, tetapi pada pencarian berita dilakukan seperti detektif handal saja.
Mereka harus menyelidiki beberapa tempat yang sedang ramai dibicarakan masyarakat dari mulut ke mulut. Beberapa orang akan ditugaskan untuk terjun ke tempat tersebut guna memastikan kebenarannya. Saat gosip dari masyarakat itu benar-benar terjadi maka fotografer lepas seperti Bia dan lainnya harus segera datang ke tempat itu untuk memotret.
Gajinya pun lumayan dan kerjanya cukup mudah bagi Bia. Ia sudah biasa memotret dengan hasil yang bagus walau hanya dengan kamera ponsel. Ia telah memodifikasi kamera ponselnya sendiri, ternyata hal tersebut sangat berguna. Ia harus segera pergi ke alamat yang dikirimkan oleh Eza, partnernya kali ini. Bia tak pernah tahu kejadian apa yang akan dia abadikan, itu merupakan kesenangan tersendiri bagi Bia. Ia suka dengan teka-teki dan kejutan. Maka dari itu, ia sangat menyukai pekerjaannya.
Tempatnya lumayan jauh dari sekolahnya. Letaknya hampir di tepi kota. Kejadian menghebohkan macam apa yang terjadi di tepian kota ini? Mengapa sangat menarik perhatian redaksinya? Entahlah, pasti akan ada hal menyenangkan yang terjadi. Bia sudah tak sabar melihat dan mengabadikannya.
Bia telah sampai di sebuah taman bermain kecil dekat alamat yang dikirimkan Eza. Ia harus menghubungi Eza sekarang.
Dimana?
Hanya sebuah pesan singkat, bahkan sangat singkat bagi orang normal. Bia tak suka bertanya dengan kalimat panjang dalam sebuah chat. Ia lebih suka chat yang singkat, padat, jelas.
Warteg deket taman. Kau dimana?
Bia hanya membaca pesan tersebut, matanya menjelajah sekitar mencoba menemukan warteg yang dimaksud. Ketemu! Letaknya beberapa meter di depan tempatnya berhenti. Sebuah warteg kecil. Bia menyalakan kembali mesin motornya menuju warteg itu. Saat sampai ia segera melepas helm dan masuk ke dalam warteg. Ia melihat seorang pemuda dengan topi berlogo redaksinya sedang menunduk memperhatikan ponsel sambil bersandar di dinding warteg.
Bia menghampiri pemuda itu dan menepuk bahunya. Si pemuda mendongak dengan wajah bingung. Mungkin ia bingung karena sebelumnya belum pernah bekerja dengan partner Bia. Sedangkan Bia datang dengan memakai celana wearpack yang dipadukan dengan sebuah hoodie agak longgar berwarna abu-abu. Ia juga masih memakai masker kain hitam dan rambut yang dikuncir ekor kuda. Wajahnya tak terlihat oleh Eza. Yang Bia tahu Eza ini juga anak baru. Di lihat dari penampilannya Eza ini beberapa tahun darinya. Mungkin Eza baru maba atau mahasiswa di semester awal.
"Siapa?" Eza masih menatap Bia bingung. Tiba-tiba ada gadis bermasker yang menepuk bahunya saat ia sedang memperhatikan pesan singkat di WA yang hanya berakhir dengan dua centang biru.
"Bodoh! Ini aku Bia, dari redaksi yang sama denganmu. Fotografer lepas yang tadi kau hubungi."
"Mana ku tahu, lagi pula kau datang seperti artis korea saja pakai masker hitam segala."