Frobly-Mobly

ulfina
Chapter #5

Fromob 4

Akhir pekan.

Waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Mengistirahatkan diri dengan jalan-jalan atau hanya rebahan menjadi pilihan. Sebuah waktu yang dianggap menyenangkan.

Namun, tidak bagi Bia. Dia harus bekerja seharian di swalayan untuk menjaga stand ikan. Setidaknya dia sedikit bersyukur karena tak ada perintah aneh-aneh dari Radev. Apalagi kemarin mamanya sakit. Bia semakin merasa kalau hidupnya paling menyedihkan. Untung saja mamanya sudah sembuh pagi tadi sebelum dia berangkat bekerja. Bia menyuruh mamanya agar tetap di rumah dan dia saja yang pergi bekerja.

Beberapa hari belakangan memang dia disuruh hal di luar akal manusia oleh malaikat maut tampan itu. Mulai dari menghitung biji kuaci, menjadi kelinci percobaan, sampai menjadi pacar bohongan. Oke...yang terakhir adalah hal yang paling memalukan. Hari yang sedikit bebas untuknya.

Setiap akhir pekan, Bia menjadi pramuniaga ikan di swalayan. Tak ada yang spesial dari tempat kerjanya itu.

Sore hari, ia pulang ke rumah. Hidup Bia penuh dengan kejutan. Sore ini, ia melihat mamanya bersama pria dewasa yang kira-kira 10 tahun lebih tua dari Bia. Sejak memasuki rumah firasat Bia tak enak, sebentar lagi maghrib dan untuk apa pria itu masih di rumahnya? Apakah mamanya sudah move on dari ayah tiri kejam itu. Bia tampak cuek dan mengabaikan mama dan orang itu, ia memilih pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan sholat sejenak. Baru saja Bia ingin ke dapur untuk mengambil makan tapi mamanya memanggil dan pria itu masih di sini. Firasat Bia semakin tak enak.

"Bia sini, Nak."

"Iya, Ma," ucap Bia, malas.

Bia berdiri di dekat mamanya yang sedang duduk tepat di hadapan pria itu. Pria itu menatap aneh dirinya. Bia merasa risih ditatap seperti itu. Oh...ayolah Bia hanya ingin makan dengan tenang sambil menonton anime. Mengapa hidupnya selalu dipersulit?

"Bia, kenalin ini Nak Irwan. Dia seorang abdi negara ter--"

"Kenapa dia ada di sini?"

"Dia datang untuk me--"

"Saya datang untuk melamar kamu, Bia."

"Hah... Apa Anda bercanda?"

"Tidak, saya serius."

"Bahkan Anda lebih cocok untuk menjadi kakak saya dari pada pasangan saya. Untuk apa saya harus menerima Anda?" kata Bia sambil menatap penuh tantang pada pria yang bernama Irwan ini.

"Saya akan menjamin kehidupan kamu. Saya akan menyekolahkan kamu sampai kamu puas bersekolah. Kehidupanmu akan terjamin jika hidup dengan saya."

"Iya, Bia. Nak Irwan ini masih muda dan punya usaha sendiri. Dia adalah anak teman lama mendiang ayahmu. Jadi, hidupmu akan terjamin jika hidup dengannya. Ini demi masa depan kamu, Bia."

"Masa depan, hah?"

"Iya, ini demi masa depan kamu."

"Tahu apa Anda dengan masa depan saya, Anda bahkan tak mengenal saya dan sebaliknya. Dan apa Anda bilang? Masa depan? Memangnya siapa Anda? Bisa menjamin masa depan saya. Lagi pula tak ada jaminan saya akan hidup bahagia dengan Anda."

"Saya punya segalanya, uang saya banyak. Kamu bisa membeli apapun yang membuatmu bahagia dengan semua uang saya."

"Sungguh sempitnya pikiran Anda, mengukur kebahagiaan seseorang berdasarkan materi yang ia punya. Saya memang jauh dari kata kaya. Dalam segi materi, saya memang serba kekurangan. Namun, asal Anda tahu kebahagiaan tidak dinilai dari banyaknya uang yang dimiliki. Lagi pula sikap Anda yang sewenang-wenang ini tidak patut untuk seorang yang disebut dengan ABDI NEGARA. Sikap Anda sungguh tak mencerminkan hal tersebut. Anda tahu kan kalo perbandingan usia kita juga sangat jauh dan--"

Lihat selengkapnya