Apa yang kalian lakukan setelah pulang sekolah? Ke rumah temen? Nongkrong? Atau nungguin gebetan lewat di gerbang sekolah?
Hal-hal di atas adalah hal normal yang biasanya dilakukan oleh kebanyakan anak sekolah. Sungguh beruntungnya kalian yang memiliki banyak waktu luang. Jadi, jangan sia-siakan waktu luangmu hanya untuk rebahan.
Sebab ada beberapa anak sekolah yang berjuang mencari uang setelah capek pikiran di sekolah. Contohnya Bia. Sejak ayahnya bangkrut ia memilih bekerja paruh waktu di cafe dekat sekolahannya. Manajer cafe itu pun baik, ia diperbolehkan mengambil shift sore setelah pulang sekolah sampai jam 6 malam. Ia menjadi pelayan di cafe itu.
Ada satu pegawai yang agak akrab dengannya. Namanya Tara, ia 2 tahun lebih tua daripada Bia. Sikapnya yang ramah dan supel membuatnya banyak disukai orang-orang. Tak heran jika dia berusaha akrab dengan Bia. Walau Bia hanya menanggapi beberapa kalimat saja yang diucapkan Tara. Tara ingin lebih dekat dengan Bia, tapi seperti yang sudah-sudah Bia tetap membatasi diri. Selama ini belum ada yang benar-benar akrab dengan Bia.
Tara ini tipe orang yang cerewetnya melebihi emak-emak kompleks ya. Dan dia juga suka asal komentarin pelanggan yang datang ke kafe tempatnya bekerja. Milenial's cafe seperti namanya kafe ini diperuntukkan untuk kaum-kaum milenial era 2.0. Tapi tak jarang juga kafe ini menjadi tempat untuk pertemuan bisnis orang-orang kaya.
"Eh, Bi. Lihat deh orang itu, yang pake baju merah sumpah ganteng banget dia teh, pen kantongin."
"Bungkus aja, Tar."
"Pengennya sih gitu, liat deh itu, cowok yang pake baju item dari tampang dan gayanya kayaknya dia fuckboy modal tampang deh. Beberapa kali aku liat dia ganti-ganti cewek dan ceweknya mulu yang bayarin. Gila banget."
Bia tak merespon, dia sibuk mencuci gelas. Tara terus saja melihat dan mengomentari orang-orang yang masuk kafe. Kalimat-kalimat yang diucapkannya pun kelewat pedas alias menyindir. Dia tak ragu dalam mengutarakan pendapatnya, terkadang Bia ingin seperti Tara yang dengan mudahnya mengungkapkan apa yang dia rasa.
"Eh, Bi lihat dong tante-tante itu yang meja nomer 5, setiap 3 kali seminggu dia ke sini. Terus tiap dateng mesti bawa om-om ganteng atau orang-orang tampan yang berbeda. Parah gak sih menurutmu?" kata Tara sambil menolehkan kepala Bia.
"Apa sih, Tar?"
"Itu, lihat tante itu sejak tadi kamu cuekin aku terus."
"Kan, aku sibuk cuci gelas, Tar."
Bia dengan malas melihat tante-tante itu.
'Eh...mirip siapa, ya? Kayak pernah liat,' batin Bia.
Wajah tante itu mirip seseorang, tapi siapa? Bia lupa.
Akhir-akhir ini Bia sering lupa, mungkin karena terlalu memikirkan semua masalah-masalah hidupnya. Yang dia lihat hanya beban hidupnya saja. Dia merasa hidupnya paling menyedihkan. Dengan semua pemikiran negatif itu, ia tak bersemangat menjalani hidupnya. Bia teringat kejadian semalam, saat ia kabur dari rumah dan berlari ke jembatan di taman. Saat melihat dasar danau itu, ada seseorang yang menghentikannya. Orang itu Radev, ia kira Bia akan bunuh diri.
Yang terjadi semalam...
"Lo gila ya! Mau bunuh diri apa gimana?"
"Eh...kok lo ada di sini?"
"Jawab dulu pertanyaan gue, Bia. Lo mau bunuh diri?"
"Siapa yang mau bunuh diri? Jangan sok tahu deh, Dev! Lagi pula kalo gue bunuh diri emangnya ada yang peduli?"
"Lah tadi lo mau ngapain berdiri di pinggiran jembatan ini?"
"Liat tuh, ada anak kucing."
"Mana?"
"Itu, tadi dia hampir jatuh. Jadi, gue berusaha mau nolong dia malah lo tarik."
"Lah, gestur lo kek orang mau bunuh diri."