From China, With Love

Cristal Chung
Chapter #1

Prologue

Gelap. Itu adalah hal pertama yang Cassandra lihat, dan tali adalah sensasi pertama yang ia rasakan dengan tangannya yang terkepal di belakang sebuah kursi kayu, dari indera penciumannya terhirup bau yang tidak sedap, bau lembab dan debu, dan keheningan adalah apa yang terdengar oleh Cassandra. Sunyi senyap di tempat gelap yang berada entah ada dimana.

Cassandra mencoba untuk keluar dari belenggu yang telah di pasang, memelintirkan tangannya kesana kemari, tapi semuanya tidak membuahkan hasil. Cassandra menghela nafas frustrasi.

“Siapa yang menculikku?” Cassandra bergumam pada diri sendiri, tidak ingin pasrah pada situasi, Cassandra mencari cara untuk setidaknya menurunkan penutup mata, agar ia bisa melihat lebih jelas situasi yang dimana dia sedang berada.

Kepalanya ia goyangkan ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah, mencoba untuk melonggarkan ikatan penutup mata, Cassandra menaikan dan menurunkan alisnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh tenaga.

“Siapa yang mengikat tali sekencang ini? Apakah mereka gila?” pikir Cassandra sambil masih berusaha untuk setidaknya mengembalikan indera penglihatannya, ia menggeleng-gelengkan dan mengangguk-anggukkan kepalanya lagi, tapi tidak berhasil. Dia mencoba lagi dan lagi. Sampai pada akhirnya, pada percobaan yang ke 10, penutup mata mulai mengendor.

“Yes!” Cassandra teriak, tentunya dengan suara yang pelan, karena dia tidak tahu siapa yang ada diluar sana. Ia mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya lagi lebih kuat dan mengangguk-anggukannya lagi, dan akhirnya Cassandra bisa melihat sekelilingnya.

Apa yang dilihat Cassandra membuatnya terkesiap dan matanya membelalak dan bergetar ketakutan. Benar dugaan Cassandra bahwa ia telah disekap di ruangan bawah tanah. Ruangan besi dengan ventilasi sangat minimal, hanya satu bolongan di langit-langit ruangan itu.

Tapi bukan itu yang membuat Cassandra ketakutan. melainkan bercak darah yang melumuri hampir seluruh permukaan ruangan itu, ranjang yang lapuk dan ambruk berada di paling ujung kanan ruangan yang berukuran sedang itu.

Cassandra menahan suaranya sebisa mungkin, karena Kasur yang lapuk itu tidak luput dari lumuran darah. Lumuran darah kering yang menggambarkan bayang-bayang seorang wanita. Cassandra mengatup erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

Ia terisak, badannya gemetar, tangannya dan kakinya yang juga terikat kencang dengan tali mulai terasa dingin, Cassandra meremas-remas tangannya untung menenangkan diri, kukunya menusuk-nusuk telapak tangannya untuk mendistraksi dia dari kemungkinan-kemungkinan yang terpikirkan oleh Cassandra.

“Apakah aku akan mati disini?” Cassandra berpikir dalam hati, ia tidak ingin hidupnya berakhir seperti ini, di ruangan bawah tanah di antah berantah. Tidak terpikirkan oleh Cassandra malamnya yang indah berakhir seperti ini. Malamnya yang penuh gemerlap cahaya kembang api digantikan oleh lampu yang redup dengan bolam berwarna kuning.

Lihat selengkapnya