From China, With Love

Cristal Chung
Chapter #2

CHAPTER 1 ~ AKU BENCI INI

September 8, 2018.

Tangerang, Indonesia.

Matahari menembus sela-sela jendela Cassandra yang tidak tertutup rapat oleh gorden berwarna abu-abu, menyilaukan mata Cassandra yang masih tertutup, biasanya, ketika waktu sudah menunjukan sekitar pukul 8 pagi, ia akan terbangun dengan sendirinya, tapi untuk hari ini saja, ia sama sekali tidak ingin terbangun dari tidurnya yang lelap. Tidur terakhirnya di kasurnya yang empuk di tanah air.

Cassandra membalikkan tubuhnya dari jendela, memeluk gulingnya dan menarik selimutnya sampai nyaris menutupi kepala, memakukan dirinya sendiri ke kasur, dan mencoba menghilang, karena hari ini adalah hari yang sangat tidak di inginkan oleh Cassandra semenjak ia kecil.

Ia mendesah dalam hati mengingat bahwa hari ini adalah hari dimana dia harus terbang ke negara China untuk melanjutkan studi perkuliahnya selama 2 tahun, ia mendesah lagi, dan menggeliat mencoba untuk tidur kembali, tapi, sepertinya bumi tidak ingin dia tertidur lagi, karena ketika Cassandra sudah mau tertidur kembali, suara pintu yang di gedor sekuat tenaga itu pun terdengar.

DOK! DOK! DOK!

Cassandra mengerang sebal, ia tahu siapa yang ada di balik pintu sebelum suara itu berseru.

“Pasti papah” gumam Cassandra di balik selimut, dia mencoba untuk tidak mendengar suara gedoran pintu itu, dan menarik selimutnya sampai kepala agar suaranya teredam, tapi tentu saja, itu tidak berguna, karena papanya menggunakan tenaga badak untuk mendobrak pintu kamar Cassandra yang terbuat dari kayu jati.

“Ce! Bangun!” Papa menggedor-gedor pintu Cassandra tanpa berhenti, Cassandra memutar bola matanya dengan matanya yang masih tertutup, karena tidak ada tanda-tanda suara bising itu akan berhenti, maka Cassandra menyerah dan dia  mengerahkan seluruh tenaganya untuk bangun dari kasurnya.

“Iya iya,” Cassandra menaikkan kedua tangannya untuk merengangkan tubuhnya, lalu ia keluar dari kasurnya, memakai sendalnya dan berjalan ke arah pintu.

“Cepet dong,” Papa menyahut lagi, “males banget sih jadi cewek” Cassandra sudah terbiasa dengan celetukan papanya yang memang tidak pernah di saring,

Sabar sabar, masih pagi Cassandra mengelus dadanya dang menghela nafas “iya sebentar” ia membuka pintunya dan melihat papanya yang sudah sangat siap dengan pakaiannya yang agak rapih, dengan jeans biru dan kaos.

“Papa mau kemana?,” ia melihat papanya dengan aneh “kok udah rapih?”

“Lah, kamu kan harus berangkat sekarang buat ke bandara,” Cassandra mendongakkan mukanya untuk melihat jam dinding yang suara detikan jarum jamnya selalu menjadi bahan obrolan teman-temannya ketika mereka sedang melakukan panggilan video karena suaranya yang kencang.

“ini baru jam 8: 15 Pa,” Cassandra menggosok matanya yang masih sedikit kabur “flight1 aku kan masih jam 3 sore”

“Kamu tahu sendiri kan Jakarta itu macet,” Papa berkata dengan penuh semangat, mungkin salah satunya orang yang ada di rumah ini yang antusias dengan kepergian Cassandra ke negara masa kecil papanya, dan Cassandra adalah orang yang paling apatis.

“Masih 7 jam pa,” Cassandra menjauh dari pintu untuk masuk ke kamarnya lagi “aku masih harus cek barang-barangku lagi”

“Oh baiklah” Papa berjalan menjauh dari kamar Cassandra ke arah dapur, “tapi jam 9:30 kita berangkat, tidak boleh telat”

Cassandra hanya mengangguk karena ia tidak percaya pada dirinya sendiri untuk menjawab karena ia yakin dia akan mejawab dengan emosi, yang tentunya Cassandra tidak inginkan. Ia tidak biasanya se-sensitif ini.

Cassandra merasa kejengkelannya ini bisa dibenarkan, karena siapa yang ingin melanjutkan studinya di tempat yang bukan menjadi pilihannya? Sedari Cassandra masih berumur 5 tahun, sebelum ia menginjak bangku Sekolah Dasar, Papanya mengebor dalam kepalanya bahwa dia harus pergi ke China untuk belajar pada suatu saat untuk membantu menghidupi kakak perempuannya yang memiliki depresi akut, karena hanya Cassandra yang bisa di andalkan, karena Papa takut dengan umurnya yang menginjak 72 tahun, yang tergolong sudah tua, ketika Papa sudah tidak ada, maka tidak ada lagi yang akan mengurus anak sulungnya yang berasal dari Isteri pertamanya yang sudah di ceraikan itu.

Cassandra hanya bisa mengiyakan, tapi dalam hati seorang anak yang beulm menginjak umur dewasa, ia hanya bisa menaruh sebagian amarahnya dan hanya mempertanyakan, ‘bukankah harusnya aku hidup untuk diriku sendiri? mengapa aku harus hidup hanya untuk menghidupi kakakku?’

Sebencinya Cassandra dengan keputusan Papa, akhirnya mereka berkompromi, karena Cassandra sangat tidak suka diatur mengenai apa yang harus dia lakukan atau negara mana yang harus ia pilih untuk perkuliahannya, tapi karena satu dan lain hal, yaitu mengenai uang, dengan berat hati, Cassandra akhirnya menyetujui kepergiannya ke negara panda itu, karena kebetulan, di perkuliahannya di Indonesia, ada program belajar di luar negeri selama 2 tahun di China, setelah menjalani 2 tahun perkuliahan di Indonesia.

“Aku benar-benar tidak ingin pergi” Cassandra mengacak-acak rambutnya dan berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya dan juga pikirannya, maka dari itu ia membasuh dirinya dengan air dingin, dia tidak bisa mandi tanpa menyalakan lagu, maka dari itu ia memilih lagu 2002 yang di nyanyikan oleh Anne-Marie.

“Astaga!” pekik Cassandra kaget ketika air dingin mengenai tubuhnya dengan settingan yang paling dingin dan semburan air yang paling kencang, entah apa yang ia pikirkan kemarin sampai menggunakan settingan yang paling tinggi. Ia mengecilkan airnya dan membilas mulai dari ujung rambutnya sampai ke ujung kakinya dengan shampoo dan sabun yang se-aroma, aroma vanilla cinnamon, yang sangat ia sukai.

Kata orang, saat mandi adalah saat-saat yang biasanya orang gunakan untuk berfikir, waktu dimana imajinasi mereka mulai bermunculan, hal itupun berlaku untuk Cassandra. Ia mulai berimajinasi dari bagaimana dia bisa kabur dari situasi ini.

Apa aku telepon Adrian aja ya? Cassandra berfikir mungkin kalau dia membawaku pergi, aku bisa ketinggalan pesawat? Atau aku pura-pura sakit aja ya jadi aku tidak usah pergi? Aku bisa merendam thermometer di kopiku nanti agar suhu tubuhku terlihat tinggi, jadi mungkin papa akan menunda penerbanganku, dan aku akan terlambat masuk, lalu aku tidak perlu pergi lagi, aku bisa melanjutkan studiku di Indonesia saja.

Ia mengangguk-anggukan kepalanya bersemangat, menyetujui jalan pikirannya, tanpa mengingat bahwa masih ada busa-busa shampoo di kepalanya, yang jatuh ke matanya.

“Aduh” Cassandra mengusap matanya yang perih dengan tangannya yang juga masih berbusa dari sabun, membuat matanya yang sudah perih, makin perih.

“Aduh, bodoh” Cassandra akhirnya mengambil air dan membasuh matanya dengan air itu, ia mencoba membuka matanya, ia mendesah, hari ini bukanlah hari yang baik untuk Cassandra, tapi mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terjadi, atau akan terjadi beberapa jam lagi, sudah tidak ada gunanya dia mengeluh, lebih baik mencoba untuk mencari yang positif dari mimpi buruk Cassandra.

Lihat selengkapnya