Sepanjang kelas Eduard tidak bisa menahan dirinya untuk melirik ke arah perempuan petite yang duduk dekat jendela yang terbuka di pagi September dengan angin sepoi yang berhembus membuat rambut cokelat tua panjang Cassandra yang dibiarkan terurai terbawa angin dan tangannya menopang dagunya, manik hitamnya memandang ke luar ke arah rerumputan hijau di lapangan di depan kelas.
Zona nyaman Cassandra itu dirusak oleh suara tas hitam lapuk Risa yang menaruh tasnya di kursi tinggal tarik seperti di bioskop tapi terbuat dengan kayu yang pastinya tidak akan nyaman di hari yang panas, Eduard mengerutkan alisnya, tidak suka ketenangan Cassandra di ganggu, karena tas itu sudah jatuh berkali-kali dalam jangka waktu yang pendek, tapi bukannya kesal atau terganggu, Cassandra malah tersenyum dan menggelengkan kepalanya sayang sambil melihat ke arah Risa yang tertawa, tangannya sambil menggaruk kepalanya, Cassandra membungkuk dan mengambilkan tasnya Risa lagi setiap tas itu jatuh.
Eduard bisa merasakan hatinya melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan orang lain, hatinya berdebar dan senyumnya melebar, seperti apa yang telah ia lakukan sepanjang ia berada di kelas Bahasa yang sangat alien untuknya. Ada sesuatu yang berbeda tentang Cassandra yang membuatnya tertarik kepada perempuan Asia itu, selama ini Eduard hanya bermain-main dengan wanita, ia tidak pernah menetap dengan satu wanita yang sama selama lebih dari satu minggu.
Eduard merasa itu bukan sesuatu hal yang penting dalam hidupnya, dan menurut Eduard, semua wanita sama, mereka hanya ingin harta dan kuasa yang Eduard akan warisi dari Papanya, maka dari itu semua wanita bermuka dua dan berakting untuk tetap berada di sisi baiknya dan itu membuat Eduard kehilangan ketertarikan pada wanita-wanita itu dan Eduard meninggalkan mereka dalam jangka waktu 7 hari.
Eduard melihat ke belakang karena sepertinya ia tidak kuasa menahan dirinya untuk tidak melihat ke arah perempuan itu, Cassandra merasa ada yang melihat kearahnya, melihat ke depan dan manik hitamnya bertemu dengan manik hijaunya, secara reflek Cassandra menjulurkan lidahnya dengan hidungnya yang juga ikut mengerut, ia berkata ‘kutu’dengan mulutnya yang tanpa suara yang Eduard balas dengan gelengan kepala dan senyuman.
“Kau malah terlihat lebih imut”Eduard membalas Cassandra dengan pesan
“Dari mana kau dapat nomorku?” Cassandra membalas dengan cepat.
“Kau bodoh?” jawab Eduard
“Kau mengatakan aku bodoh?” Cassandra melihat ke arah Eduard
“Kita punya group chat untuk satu kelas, bodoh” Eduard melihat ke Cassandra sambil mengangkat alisnya.
“Oh” Cassandra membulatkan mulutnya
“Bodoh” Jawab Eduard
“Diamlah, kutu” Cassandra mendengus dan menyorongkan hpnya ke dalam tasnya menandakan bahwa percakapan mereka sudah usai.
Eduard tidak bisa berhenti tersenyum melihat pertukaran pesan antaranya dan Cassandra yang singkat itu, Alex keheranan melihat bossnya seperti itu. Tidak pernah Alex melihat bossnya tersenyum bodoh seperti orang yang sedang dilanda asmara, Alex bingung apakah dia harus bahagia melihat sahabatnya yang atau sedih karena Alex merasa hubungan mereka tidak akan berakhir dengan baik, karena Eduard adalah, well, Eduard.
“Kenapa Boss?,” Alex bertanya sambil melihat ke arah perempuan yang dari tadi di perhatikan oleh Eduard “Tumben senyum-senyum terus?” Alex kembali melihat Eduard yang masih melihat hpnya tidak memperhatikan sekitarnya sama sekali.
“Hmm,” Eduard tersenyum, bukan senyumnya yang biasa ia pasang untuk menebarkan pesonanya, melainkan senyumnya yang tulus, “She’s interesting1”
“Hati-hati Boss” Senyum Eduard meleleh dari mukanya yang kotak, rahangnya mengeras mendengar ucapan Galina, tanpa di beri tahu pun Eduard sudah mengerti. Ia sangat mengerti bahwa ia harus sangat berhati-hati, karena untuk pertama kalinya, tidak ingin sesuatu terjadi pada wanita itu.
“Aku tahu” Jawab Eduard singkat sambil melihat ke arah wanita yang sudah berhasil memikat hati Eduard tanpa sepengetahuan sang pemilik hati.
Ketika ada orang yang terus melihat ke seseorang, maka sebagian besar dari orang itu akan merasa sedang seperti dilihati. Cassandra merasa seperti ada yang melihatnya lagi, dan perempuan itu melihat Eduard sedang melihat ke arahnya, ia menjulurkan lidahnya lagi dan tersenyum menampakan lesung pipit yang bukan di pipinya melainkan di garis senyuman di dekat bibirnya, Ah, manis. Pikir Eduard sambil tertawa pelan, tapi kali ini ia tidak lolos dari mata elang dan pendengaran kelelawar guru Bahasa Mandarin mereka.
“你!别讲话!” Teriak Mrs. Li, Eduard yang tidak mengerti, melihat ke arah Alex.
“Jangan berbicara”Jawab Alex tanpa perlu di tanya, dan Eduard hanya membulatkan mulutnya tanda mengerti, karena Mrs. Li tidak memarahi Eduard lebih lanjut, akhirnya laki-laki itu memilih untuk memainkan hpnya lagi, karena kelas di China, sebagian besar guru tidak peduli dengan apa yang murid-murid internasional lakukan di dalam kelas, dan itu yang di lakukan Eduard sampai bel tanda usainya kelas berbunyi.
Seperti biasa Cassandra sudah mempersiapkan barangnya 5 menit sebelum kelas usai, Eduard berjalan menaiki tangga kecil untuk mencapai bagian belakang kelas untuk menghampiri Cassandra.
“Cassandra, kau mau makan siang?” Eduard bertanya kepada Cassandra yang sudah berdiri dan berjalan ke pintu keluar, tapi ia berhenti ketika ia mendengar suara Eduard yang tepat berada di sampingnya.
“Iya mau makan siang” Cassandra mengangguk
Eduard menghela nafas frustrasi, wanita ini sangat lamban, “Maksudnya, apakah kau mau makan siang bersamaku?” Eduard menjelaskan.
Cassandra membulatkan mulutnya dan dari gelagatnya, perempuan itu sudah siap untuk kabur, ia tidak nyaman, atau lebih tepatnya ia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan ketika seorang pria mengajaknya makan siang, biasanya, Cassandra biasa saja, tapi kenapa aku jadi gelagapan begini? Pikir Cassandra ah, sudah lah jangan terlalu banyak berfikir.
“Eh, aku sudah ada janji makan siang dengan mereka” ia menunjuk ke arah Milen dan Julia, tentu saja Sarah dan Risa juga akan ikut bersama sama Cassandra, raut muka Eduard berubah kecewa.
“Cassandra, let’s go?2” Milen berkata di depan pintu, Cassandra melihat ke si empunya suara.
“Iya, sebentar” Cassandra menjawab dan melihat Eduard yang masih bersungut “Bye, kutu”perempuan Asia itu melambaikan tangannya sambil menuruni tangga tanpa melihat ke belakang.
Apakah dulu sesulit ini untuk mendekati seorang wanita? Eduard menyapukan jari-jari ke rambutnya yang tidak terlalu lebat itu dan sedikit mengacaknya frustrasi, Laki-laki Rusia ini tidak pernah merasa mendekati wanita adalah hal yang sulit, wanita bukanlah sesuatu yang Eduard harus bekerja keras untuk mendapatkan, Eduard tidak pernah bertemu dengan perempuan seperti Cassandra, seorang wanita yang tidak langsung jatuh dalam pesona seorang Eduard Radishhev, seorang perempuan yang berani mencelanyanya dan mengutarakan pemikirannya.
“Boss” Galina memanggil Eduard, menyadarinya dari ke frustrasiannya, laki-laki berpostur tinggi itu melihat kebawah.
“Hm” laki-laki berdarah Rusia dan bermuka tidak berekspresi itu berjalan kebawah dan keluar kelas tanpa mengambil barang apa-apa, karena yang ia bawa hanya jiwa dan raga, dan hpnya. Mereka berjalan ke parkiran motor dan mengendarai motornya ke Little Town untuk mencari makan siang.
Little Town selalu ramai dengan orang yang berlalu lalang dan orang yang bersepeda, anehnya yang Cassandra perhatikan, meskipun ini lingkungan sekolah, tapi bukan hanya murid-murid yang berlalu-lalang, melainkan keluarga dengan anak-anaknya, kakek dan nenek pun juga ada.
Universitas yang bukan seperti universitas pikir Cassandra.
“Mau makan dimana?” Tanya Risa yang sedang celingak-celinguk kebingungan, siapa yang tidak bingung kalau sepanjang satu sektor berisikan 90 persen restoran yang berakena ragam, mulai dari makanan khas China, Korea, Jepang, makanan siap saji seperti KFC dan tempat mengopi seperti Starbucks pun ada.
“Hm, apa ya?” Julia menimbrung
“Itu ada restoran Mexico,” Milen menunjuk ke arah restoran yang bernama Bambu, ironis sekali namanya yang bernuansa China, tapi ternyata adalah restoran Mexico dengan logo yang tiada lain adalah topi sombrero, topi tradisional mereka.
“Oke, yuk!”Cassandra setuju yang juga di ikuti oleh anggukan kepala teman-temannya yang lain, mereka menaiki tangga dan memasuki restoran bernuansa hijau itu dan goresan tuilsan hitam di dindingnya yang di penuhi oleh coretan tulisan tangan orang-orang yang pernah datang ke restoran ini.
Cassandra dan teman-temannya memilih untuk di bagian restoran yang memiliki tempat duduk sofa panjang, seorang pelayan memberikan menu makanan dan meninggalkan mereka tanpa berkata apapun.
“Rude3” Cassandra berbisik tapi ternyata teman-temannya mendengar karena mereka juga mengatakan hal yang sama.
“Apakah pelayanan mereka selalu seperti ini?” Tanya Milen.
“Aku tidak tahu” jawab Sarah.
“Aku berharap tidak” Risa ikut menjawab.
Mereka kembali melihat menu untuk mencari menu makan siang mereka, tidak lama, pelayan berambut panjang yang di ikat satu itu datang kembail ke meja mereka, masih tanpa berkata satu katapun dan hanya menganggukan kepalanya menandakan bahwa dia sudah siap menerima pesanan.
“Chicken Tacos”Pesan Cassandra sambil menunjuk ke menu
“Dua ya”Julia mengangkat jarinya, dan pelayannya hanya mengangguk, menunggu pesanan selanjutnya.
“Margherita Pizza yang kecil” Pesan Milen
“Chicken BBQ Pizza yang kecil”Pesan Sarah dan Risa
“Sudah itu saja”ucap Cassandra dan pelayan hanya mengangguk tanpa mengulang pesanan mereka dan Risa hanya bisa menggelengkan kepalanya.