(8 jam sebelumnya)
Cassandra yang baru memasuki kamarnya setelah di antar oleh Eduard, langsung mencari tempat untuk bersandar, ia merasa kakinya sudah kehilangan kekuatannya, ia duduk di kursi di depan jendelanya, dan menyandarkan punggungnya, perempuan itu menaruh tangannya di dada dimana hatinya terletak.
Deg! Deg! Deg!
Hatinya seperti sedang berlari marathon, sudah siap untuk meloncat keluar dari rongganya.
“Tenanglah!” Cassandra meminta kepada hatinya sendiri, mencoba menenangkan debaran yang tak kunjung kandas.
Apakah aku menyukainya? Tidak mungkin Cassandra menggeleng – gelengkan kepalanya mana mungkin aku bisa menyukai laki – laki menyebalkan itu kan? Tidak tidak. Ia menggeleng – gelengkan kepalanya lagi dengan agresif.
“Tidak usah di pikirkan Cassandra, mendingan kau membenarkan makeup mu saja,” ia mengangguk – anggukkan kepalanya, setuju dengan dirinya sendiri, “iya, tidak usah memikirkan laki – laki yang tampannya kelewat batas” menyadari apa yang ia katakana, ia menepuk jidatnya.
Bodoh. Cassandra mendesah tapi, sayang sekali aku tidak bisa pergi makan siang dengan Eduard.
Cassandra bergegas berdiri ke meja belajarnya dan memoles makeupnya, yang kali ini tidak terlalu tipis, tapi tentunya tidak menor, seperti biasa, ia memakai mascara dan membenarkan alisnya, tapi kali ini dia juga memakai foundation, concealer dan bedak, begitu juga dengan blush, contour, dan highlight untuk menambah definisi wajahnya, dan ia memakai lipstick yang berwarna dusty rose, warna pink tua yang kalem dan cantik, dan sangat cocok di warna kulit Cassandra yang lebih putih.
Ia mempercepat geraknya karena ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul pukul 6 sore, ia sangat lamban dalam menggunakan makeup karena sambil memoles mukanya, ia sambil menonton film, sampai – sampai ia kehilangan waktu.
“Sudah selesai!” Cassandra segera mengambil tasnya yang sudah ia taruh di atas ranjangnya, dan sudah di penuhi dengan kebutuhannya, seperti powerbank dan tetes mata untuk softlensnya, juga kunci kamarnya, lalu ia menyemprotkan parfum kesukaannya.
Ia sudah mau keluar dari kamarnya, saat dia menyadari ada sesuatu yang aneh. Ia melihat ke bawah.
“Astaga aku belum ganti sendal” Cassandra masuk lagi ke dalam kamarnya dan, karena ia tahu ia akan keluar semalaman, ia memutuskan untuk menggunakan sepatu adidasnya yang putih saja, dan ia menunggu di lobby, dimana teman – temannya sudah berkumpul.
“Maaf aku telat”ucap Cassandra dengan terengah, karena ia setengah berlari.
“Gak apa – apa, kita juga baru sampai” Milen memeluk Cassandra.
“Cantik banget kamu malam ini,” Julie memeluk Cassandra, lalu setelah ia lepas, Julie memegang bahu Cassandra, “mau cari cowok ya kamu nanti?” perempuan berkulit hitam eksotis itu memainkan alisnya, mengejek Cassandra.
“Jangan,” seru Sarah “nanti cowoknya cemburu lagi” berbeda dengan orang luar, orang Indonesia tidak terlalu sering berpelukan sebagai sapaan.
“Iya,” Risa menambahkan, “tuh cowok, cemburunya minta ampun”
“Cassandra, kau sudah punya pacar?!” Milen dan Julie berseru dalam waktu yang bersamaan.
“Tidak, tidak,” Cassandra menggoyangkan tangannya sambil tertawa “Eduard bukan pacarku”
“Oh? Jadi namanya Eduard?” Milen mengelus – elus dagunya “pasti orang Rusia?”
Cassandra tertawa kikuk, mencoba mengalihkan pembicaraan, “girls, sudah jam segini, bukankah lebih baik kita berangkat sekarang? Aku lapar.”
Milen dan Julie mendesah, “baiklah,” kata Milen, mereka semua berjalan ke taksi online yang sudah mereka booking, mereka masuk ke mobil itu, Cassandra duduk di paling belakang bersama Julie. Milen melihat ke belakang dan menyipitkan matanya, sambil tersenyum sinis “tapi bukan berarti kau sudah bebas, Cassandra, kau harus menceritakan semuanya. Dari awal”
“It’s going to be a long night1” desah Cassandra.
Mereka mencari tempat makan yang sudah di reservasi oleh Milen, sebuah restoran masakan Itali yang menghidangkan berbagai macam makanan yang jarang mereka santap di Indonesia, apalagi Cassandra, karena papanya sangat membenci makanan yang bukan makanan dari China, setiap kali mereka ke mall, mereka selalu ke restaurant Chinese, sampai – sampai Cassandra ingin muntah kalau makan di restaurant – restaurant itu, sepertinya papanya hanya mengetahui 3 restaurant di seluruh Indonesia, padahal Cassandra juga ingin mencoba makanan yang lainnya, tapi, hei, bukankah laki – laki adalah yang selalu harus di turuti di keluarga?
Tentu saja tidak, jaman sudah berubah, tapi papa Cassandra sudah tua, ia adalah orang yang sangat berpikiran tradisional, dan bisa di bilang diktaktor, jadi apa boleh buat? Cassandra menjadi satu – satunya di antara teman – temannya yang lain yang hampir tidak pernah mencoba restaurant lainnya, makanya, salah satu yang membuatnya gembira berkuliah di China adalah, ia bebas memilih makanan apapun yang ia sukai, tidak hanya makan apa yang papanya inginkan.
Sepanjang malam mereka mengobrol, dan topik yang paling panas, tentu topik mengenai hubungan Cassandra dan Eduard. Perempuan itu sudah berkali – kali berkata bahwa mereka tidak memiliki hubungan apa – apa, dan tentu saja mereka semua tidak mempercayainya, begitupun dengan Cassandra yang mulai membuka pikirannya terhadap kemungkinan yang mungkin akan terjadi, karena teman – temannya itu menasihati Cassandra untuk tidak menutup hati dan pikirannya, dan juga karena ia sudah jomblo terlalu lama.
Sepanjang malam itu pula, Cassandra menunggu – nunggu pesan dari Eduard yang biasanya selalu menghiasi notifikasi perempuan itu, hampir setiap hari.
Rasanya aneh kalau tidak di ganggu oleh Eduard. Cassandra melamun dan menopang dagunya dengan tangannya, apa yang sedang laki – laki itu lakukan ya? Sepertinya terkadang dia selalu menghilang tanpa kabar. Semoga ia baik – baik saja.