Tidak. Aku tidak percaya ini.
Apakah benar dia seorang mafia?
Terlalu banya pikiran yang berkelabatan di kepala Cassandra, ia tidak tahu apalagi yang seharusnya di lakukan selain lari. Berlari dari akar masalah yang membuat kepalanya terasa hampir meledak, pecah. Seperti hatinya yang mungkin juga sudah hancur, dan perasaanya yang harus kandas.
Cassandra melarikan dirinya, tanpa berkata apa – apa kepada teman – temannya yang terus memanggil namanya, Cassandra tidak menggubrisnya, yang ia tahu hanyalah ia harus lari, kemana saja yang penting menjauh dari Eduard. Menjauh dari semua ini.
Kemanapun kakinya melangkah, ia akan mengikuti, setelah ia merasa sudah agak jauh dari akar pergumulan Cassandra, ia berhenti sejenak, tidak sanggup lari lagi, dan Eduard menggunakan waktu istirahat Cassandra untuk menangkapnya. Memegang tangannya erat. Cassandra terkesiap dan membelalakan matanya, tapi ia langsung memalingkan wajahnya agar ia tidak melihat pria yang selalu ada di pikirannya belakangan ini.
“Lepaskan aku,” geram Cassandra, ia berusaha sekeras mungkin untuk keluar dari cengkraman itu, dengan badannya yang gemetar, dan bukan gemetar karena kedingingan, “Aku mohon lepaskan aku, Eduard”
Inilah yang Eduard takutkan, ia takut kalau Cassandra akan pergi dari hidup Eduard sebelum laki – laki itu bisa menunjukkan perasaan yang sesungguhnya, sebelum ia bisa bersama – sama dengan wanita itu, dengan tangan terkait. Eduard takut ia tidak akan ada kesempatan untuk menyatakan perasaanya pada Cassandra. Dia tidak mau hubungannya usai sebelum dimulai. Pikiran itu justru membuat pengangan Eduard lebih kencang. Ia tidak pernah setakut ini dalam hidupnya.
“Lepaskan aku,” gumam Cassandra lirih, dengan air mata yang mulai turun deras dari pelupuk mata Cassandra, perempuan itu menggoyang – goyangkan tangannya lagi, mencoba sekuat tenaga untuk keluar dari tangan yang sangat hangat itu.
Hatiku tidak akan kuat, aku mohon lepaskan. Cassandra berkata dalam hati.
Eduard tidak ingin melepaskan Cassandra, sangat tidak ingin. Wanita itu memberanikan dirinya untuk melihat ke wajah laki – laki yang sudah berhasil menghangatkan hatinya, Cassandra melihat, panik, ketakutan, dan kesedihan, yang terpancar sangat jelas dari mata Eduard, manik hijau yang sangat ia sukai.
Katakan sesuatu bodoh! Jelaskan padanya! Rutuk Eduard pada dirinya sendiri.
“Aku mohon” satu tetes air mata turun lagi dari mata kiri Cassandra, melihat itu, Eduard merenggangkan pegangannya, membuat celah untuk perempuan itu menarik tangannya dan terbebas, ia menggunakan kebebasan itu untuk kembali lari dari laki – laki itu.
Eduard membelalakan matanya ketika ia merasakan kehangatan yang menghilang dari tangannya, Eduard sudah hampir putus asa, berpikir untuk tidak mengejar wanita itu, berharap ia akan kembali dengan sendirinya, yang tentu saja, hanya angan belaka. Ia harus berusaha!
Tidak! Aku tidak boleh putus asa!