“EDUARD!” Cassandra berteriak melihat tubuh laki – laki yang di sayanginya ambruk ke aspal yang dingin di bulan September ini, ia mendengar Eduard mengerang kesakitan, dengan tubuhnya yang tergeletak.
Panik. Hanya itu yang ia rasakan. Debaran hatinya sangat kencang.
Semoga ia tidak apa – apa. Doa Cassandra dalam hati.
Cassandra pun ikut terjatuh saat di dorong oleh Eduard menjauh dari mobil sialan yang sudah kabur itu, mendengar suara wanita itu Eduard, mencoba keras membuka matanya dan melihat ke arah perempuan itu. Eduard menghembuskan nafas yang sangat lega, dan untungnya ia juga bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Nyawanya, untuk sekarang, masih berada di dalam tubuhnya.
Oh, syukurlah, dia baik – baik saja. Cassandra menghembuskan nafas lega. Tapi bodohnya, ia masih belum bergerak. Nyawanya belum kembali.
“Cara,” Eduard berkata dengan suara yang serak, ia berusaha untuk bangkit dan berjalan ke Cassandra, tapi sebelum laki – laki itu bisa berdiri, ia sudah terjatuh lagi, dan ia mengerang kesakitan sambil memegang kakinya, tapi rasa sakit itu juga terasa dari tangan kirinya yang mencoba untuk mencapai kakinya yang sepertinya terkilir, dan ada darah, tidak terlalu banyak, yang mengalir dari celananya.
“Astaga!” Cassandra langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Eduard, tanpa memedulikan sikutnya yang juga berdarah atas imbas dari ia terjatuh, wanita itu langsung duduk di samping pria yang telah menyelamatkannya itu.
Ia mengangkat kepala Eduard dan menempatkannya di pahanya, dan ia mengangkup pipi Eduard, air matanya bergabung di pelupuk matanya.
“Maafkan aku,” lirih Cassandra, Eduard masih menutup matanya dan mengerang kesakitan “Mana yang sakit? Apanya yang sakit?”
“Ka-kaki aku” Eduard menunjuk kakinya dengan tangannya yang tidak cedera.
“Kaki kamu kenapa?” Eduard mulai meringis kesakitan yang makin lama makin terdengar berlebihan, tapi tentu saja Cassandra tidak menyadarinya karena ia sangat sibuk panik dan mengkhawatirkan pasien gadungan di depannya itu, dia menyentuh tubuh Eduard, untuk cek bagian mana lagi yang terasa sakit “mana lagi yang sakit? Kamu gak apa – apa?”
Hati Eduard terenyuh.
“Kaki aku kayaknya terkilir,” Eduard tidak berbohong karena memang kakinya terkilir, Cassandra meletakkan tangannya yang hangat di kaki kiri Eduard yang terkilir, Ah, hangat.
“Kamu gak apa – apa? Bisa jalan?” Cassandra bertanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
“Tidak bisa,” Eduard cemberut lalu ia mengerang kesakitan lagi, “aduh, aduh Cara, Sayang, kakiku sakit sekali, aku tidak bisa berdiri, bantu aku” laki – laki itu menatap memohon ke Cassandra yang sudah mulai merasakan ada yang tidak beres. Cassandra memicingkan matanya.
“Apakah benar – benar sakit?” Cassandra menaikkan alisnya dan Eduard mengangguk – anggukkan kepalanya dan kembali mengerang kesakitan sambil memegani kakinya.
“Iya sakit banget, Cara, sayang, tolong aku” oh, ini permainan rupanya.
“Mana yang sakit?” tanya Cassandra dengan manis. Terlalu manis.
“Yang ini” Eduard menunjuk ke pergelangan kaki Eduard yang mungkin sudah membiru, lalu ia melihat ke Cassandra dan ia cemberut, Cassandra tersenyum lalu ia memegang tempat yang Eduard tunjuk.
Kenapa perempuan ini jadi tersenyum seperti ini? Bukankah dia tadi hampir menangis? Oh tidak.
Senyuman manis perempuan itu terganti dengan senyuman sinis.
Ah, tamatlah sudah hidupku.
Seperti dugaannya Cassandra menekan bagian yang sakit.
“Aduh!” Eduard mengerang “memang kau tidak punya hati!”
“Oh, baiklah, wanita yang tidak punya hati ini akan pergi meninggalkanmu sendiri di jalanan ini” Cassandra menaruh kepala Eduard kembali di aspal, lalu beranjak pergi, sebelum wanita itu bisa berjalan lebih jauh, ia sudah memegang tangannya.
“Cara! Tunggu!” Cassandra melihat ke bawah, ke arah laki – laki yang tersenyum malu itu, hati permpuan itu berdebar.
Apakah dia benar – benar seorang mafia?
“Kakiku benar – benar sakit” Cassandra mengangkat alisnya, tidak percaya, “serius, aku gak bohong”
Apakah kata – katanya bisa di percaya?
Tidak melihat reaksi apa – apa dari Cassandra ia melepas tangan wanita itu dan mencoba berdiri dengan satu tangan dan satu kaki yang tidak cedera, ia berhasil berdiri, tapi ia terpincang – pincang, Cassandra langsung bergegas lari ke arah Eduard setelah melihat kondisinya.
“Maafkan aku”Cassandra menundukkan kepalanya dan bergumam rentetan kata – kata maaf. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Eduard, dan menaruh lengan laki – laki itu melingkari lehernya.
“Setidaknya kau kembali padaku,” Eduard menghela nafas lega, akhirnya ia merasa bisa bernafas, ia merasa ada oksigen yang bisa masuk ke paru – parunya “setidaknya kau tidak lari dariku.” Laki – laki itu mengelus bahu Cassandra pelan.
Cassandra terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Ia membawa Eduard menyeberangi jalan dan ia mendudukkannya di kursi panjang halte bus yang kosong, dan Cassandra duduk di sampingnya.
“Terima kasih” Eduard berkata tanpa berpikir, Cassandra mengangguk. Lalu mereka kembali terdiam.
Eduard terlihat seperti ingin merogoh sesuatu di kantung celana sebelah kiri, tapi terhambat karena tangannya yang cedera.
“Biar aku bantu” Cassandra berdiri dan berpindah untuk duduk di sebelah kiri Eduard, dan merogoh barang yang di carinya di saku kirinya.
“Oh? Kau sudah berani untuk memegang – megangku, sayang?” Eduard tersenyum jahil.
“Apa maksudmu? Diamlah, kutu” Cassandra menggerutu kesal dan laki – laki itu hanya tertawa, ia tidak suka di panggil dengan sebutan kutu, tapi, untuk pertama kalinya ia sangat gembira mendengar kata – kata itu keluar dari bibir manis Cassandra.
“Nih,” Perempuan itu menyodorkan hpnya Eduard kepada laki – laki itu, dan ia langsung membuka kontak emergensinya, dan menghubungi Alex untuk menjemput mereka, lalu ia mematikannya.
“Kau tidak memberitahu lokasinya?” Tanya Cassandra
“Mereka akan melacak hp-ku” Cassandra hanya bergumam sebagai jawaban.
Malam itu kembali senyap, dan perempuan itu sangat tidak tahan dengan atmosfer yang canggung dan diam.