Cassandra sangat menyukai anak kecil, tapi tidak kalau anak kecilnya bertinggi badan yang mungkin lebih dari tiang lampu itu, setelah mereka kembali ke asrama, Cassandra langsung di serbu oleh sahabat – sahabatnya, yang telah di beri tahu kedatangan mereka saat Cassandra masih di mobil.
Perempuan itu serasa menjadi artis yang di gerubungi oleh penggemarnya, atau mungkin lebih tepatnya jurnalis yang mempertanyakan secara detail, tentang apa yang terjadi dengan wanita itu, tapi melihat Cassandra yang mendorong Eduard yang terluka, akhirnya mereka mengalah dan memilih untuk meminta penjelasan perempuan itu nanti saja.
Cassandra membawa Eduard menaiki lift yang persis di depan kamar mereka.
“Eduard, mana kuncimu?” tanya Cassandra
“Di saku celanaku” Eduard tersenyum miring dan Cassandra memicingkan matanya
“Ambil sendiri, aku tidak mau memegang saku celanamu lagi,” Cassandra bergidik geli
Alex terbahak “Biar aku yang mengambilnya”, tanpa memberikan waktu untuk membantah, sahabat Eduard itu langsung merogoh saku celananya dan dengan cepat mengeluarkan dompet Bossnya itu dan mengeluarkan kunci kamarnya, lalu memberikannya ke Cassandra.
Galina, hanya diam, dengan tangannya yang terkepal, dan hanya melihat ke arah yang lain selain ke arah Eduard dan Cassandra, ia menggigit bibirnya.
“Terima kasih,” wanita itu mengambil kuncinya dan memasukkan, lalu membuka kamarnya Eduard.
“Have fun1” Alex melambaikan tangannya dan pergi ke kamarnya dengan Galina yang kamarnya di ujung lorong itu.
Cassandra mengantar Eduard masuk ke kamarnya, dan dia mendudukkan Eduard di kasurnya, dan perempuan itu sudah mau beranjak pergi keluar dari kamar laki – laki itu menarik tangannya.
“Kau mau kemana?” tanya Eduard
“Aku mau ke kamarku,” perempuan itu menaikkan alisnya “aku ingin mandi”
“Aku juga ingin mandi,” Eduard tersenyum sedih yang pura – pura, “tapi tidak bisa dengan tangan dan kakiku yang terkilir seperti ini” lalu laki – laki itu melihat ke Cassandra dengan memelas.
“Mandi bersamaku?” Eduard tersenyum jahil
“Dalam mimpimu!” Cassandra mendorong muka Eduard sampai kepalanya terhempas di ranjangnya, dan laki – laki itu tertawa lepas “pria itu memang semuanya serigala, mesum, cabul!”
Eduard memegang perutnya dan sedikit berguling – guling di kasur.
“Apakah kau punya kantong plastik?” Cassandra bertanya dengan kesal.
“Plastik?” Eduard mencoba mengingat “ada, di laci itu” Eduard menunjuk ke laci di bawah TV.
Sambil mengambil, Cassandra berkata “buka bajumu” mata Eduard membelalak.
Hah?
“Kau sudah seberani itu untuk menyuruhku membuka baju, love?” Eduard bertanya dengan usil
Cassandra dengan spontan langsung berdiri tapi ia lupa di atasnya ada tepi meja yang menonjol dan panjang, dan kepalanya dan tepi meja itu terbentur. Cassandra meringis dan memegangi kepalanya dan menggosok – gosoknya.
“Cara!” Eduard mencoba untuk berdiri tapi tentunya ia tidak bisa “Maaf! Kau tidak apa – apa?!”
“Memang ya di otakmu tidak ada yang lain, selain pikiran mesum!” Cassandra masih menggosok – gosokkan kepalanya, dan ia mengambil plastik itu dari lemari dan menutupnya.
Cassandra berjalan mendekatinya lagi, “buka bajumu” dengan spontan Eduard langsung mengikuti perintah perempuan itu dan membuka bajunya, tentunya dengan Cassandra yang membantunya agar baju itu bisa melewati tangannya yang sudah di beri sling.
Oh, kau membuat pilihan yang salah, Cassandra Chu. Sangat, sangat salah. Pandangan Cassandra melihat ke lengan Eduard, yang berotot, Perempuan itu menarik napas, dan, ternyata pemirsa, tidak hanya wajahnya yang tampan, badanya pun, bak dewa Yunani.
Merasa tidak bisa bernapas, Cassandra dengan cepat mengikatkan plastik – plastik itu untuk menutupi bagian tubuhnya yang terkilir, agar tidak basah oleh air. Setelah tangannya telah di bungkus, perempuan itu berjongkok untuk membungkus bagian kakinya, dengan kecepatan kilat.
“Sudah!” Cassandra langsung berdiri dan berjalan cepat ke arah pintu Eduard “Silahkan mandi! Dadah!” perempuan itu menutup pintu kamar dengan kencang, laki – laki itu langsung tertawa geli melihat reaksi wanita itu yang sangat polos.
Sebenarnya, luka seperti ini tidak ada apa – apanya bagi Eduard, ia sudah merasakan yang lebih parah, dan ia langsung beranjak dari kasurnya, dan tanpa bantuan tongkat jalan, ia mengambil bajunya dan melemparnya ke ranjang. Lalu ia memasuki kamar mandinya.
Sepertinya aku akan mandi air dingin hari ini. Pikir Eduard
Sekali lagi, Cassandra sangat mencintai anak kecil, tapi tidak kalau anak kecilnya adalah Eduard. Selama 3 hari kedepan, Eduard selalu mengganggu Cassandra, hp perempuan itu berdenting setiap menitnya, beruntung 2 hari setelah kecelakaan itu adalah hari libur, kalau tidak, mungkin gunung api akan meletus.
Pagi ini mereka harus masuk ke kelas, Cassandra terbangun dengan suara yang familier, ketokan kamar Eduard dan suara teriakkan Alex, perempuan itu tersenyum, lalu ia dengan cepat membilas diri dan bersiap – siap untuk masuk kelas.
Pukul 09:30, ia keluar dari kamarnya, dan Alex melihat Cassandra seperti dewi penyelamat yang turun dari Surga. Mengetahui arti pandangan laki – laki itu, ia langsung mengetuk pintu kamar Eduard.
“Bangun!” teriak Cassandra sekali, dan langsung ada jawaban dari dalam kamar itu
“Iya!” Eduard menjawab “tunggu aku sebentar!”
“Terima kasih” Alex mendesah lega, “kenapa dia selalu menurut kepadamu?”
“Mungkin karena dia seperti anak kecil?” Cassandra mengangkat bahunya “anak kecil selalu mendengarkan perkataanku” ia tertawa pelan.
“Cas, udah siap?” Risa, yang baru keluar dari kamarnya bertanya, dan menyapa “hai, Alex!”
Alex melambaikan tangannya.
“Udah nih, lagi nunggu si kutu sebentar” Risa tersenyum dan memainkan alisnya dan Cassandra memutar bola matanya. Lalu, suara pintu kamar Eduard terbuka.
“Selamat pagi, Cara” Eduard berjalan dengan pincang ke arah Cassandra dan memeluknya.
“Iya, iya, selamat pagi,” Cassandra berjalan di sebelah Eduard, “yuk, jemput si Sarah” setelah menjemput Sarah yang terlihat sangat pucat, mereka jalan masuk ke kelas, well, laki – laki itu dengan kedua antek – anteknya menggunakan mobil, karena tentunya mereka tidak bisa membiarkan Boss mereka berjalan dalam kondisi seperti itu.
Eduard sudah meminta Cassandra untuk naik mobil, tapi ia lebih memilih untuk berjalan sama sahabat – sahabtanya, yang sangat ia rindukan. Di bawah sinar matahari yang terang.
Sesampainya di kelas, Cassandra dan kedua sahabatnya berjalan ke tempat duduk mereka yang biasa, yaitu di belakan, dan wanita itu melihat sosok dengan muka yang cemberut dan dari berkerut, siapa lagi kalau bukan Eduard.
“Jangan bersungut terus,” Cassandra menekan jidat Eduard “nanti cepat tua”, entah di sengaja atau tidak, Galina menepis tangan Cassandra dan meninggalkan bekas merah, dengan reflek, Eduard langsung mengangkat kerah Galina dan menatapnya dengan pandangan murka.
“Eduard” Cassandra memanggil laki – laki itu yang langsung menoleh ke arahnya dan menurunkan tangannya dari Galina, lalu perempuan Asia itu tersenyum dan mengangguk.
“Tidak apa – apa, Galina” perempuan itu menjulurkan tangannya pada salah satu sahabat boss mafianya itu “semoga kita bisa berteman ya” Cassandra bisa melihat bahwa wanita itu tidak ingin menjabat tangan Cassandra, tapi ia terpaksa. Ia tersenyum cerah ke Galina. Lalu, Cassandra duduk di tempatnya, yang hampir selalu di tengah Sarah dan Risa, lalu ia menoleh ke arah sahabatnya yang berJilbab itu, ia menyeringitkan alisnya.
“Sar, kamu kenapa? Kok pucat banget gitu?” tanya Cassandra
“Biasalah, kurang tidur” tentunya Cassandra mengetahui itu bohong, karena sahabatnya ini hampir tidak pernah tidur lebih dari jam 11 malam.
“Kalau mau bohong yang pinteran dikit” Perempuan itu berkomentar, Sarah tersenyum “jadi ada apa nih?”
“Itu, si orang gila itu” Cassandra yang mendengar sebutan orang itu langsung kesal
“Ada apa lagi dia?” tanyanya “ngirimin kamu apa lagi?”
“Kali ini dia kirimin pesan – pesan yang lebih eksplisit,” Sarah menutup wajahnya dengan tangannya “kau tahulah, tentang, tentang posisi yang dia sukai, bagaimana cara dia membayangkanku di ranjang bersamanya”