Gelap. Itu adalah hal pertama yang Cassandra lihat, dan tali adalah sensasi pertama yang ia rasakan dengan tangannya yang terkepal di belakang sebuah kursi kayu, dari indera penciumannya terhirup bau yang tidak sedap, bau lembab dan debu, dan keheningan adalah apa yang terdengar oleh Cassandra. Sunyi senyap di tempat gelap yang berada entah ada dimana.
Cassandra mencoba untuk keluar dari belenggu yang telah di pasang, memelintirkan tangannya kesana kemari, tapi semuanya tidak membuahkan hasil. Cassandra menghela nafas frustrasi. Ia sama sekali tidak tahu kemana ia di bawa.
Ia bergidik mengingat apa yang orang – orang itu lakukan kepadanya, setelah ia di tarik dari mobil, dan melihat badan Eduard yang penuh luka dan darah yang mengalir, terkapar tidak berdaya di antara reruntuhan mobil itu, ia ingat bahwa ia terus meneriakkan nama Eduard, sampai kepalanya di pukul dan ia kehilangan kesadaran, tapi dengan pikiran yang lebih tenang, karena sebelum ia terbawa pergi, ia melihat Alex dan Galina membantu Eduard keluar dari mobil itu. Wanita itu hanya tersenyum ketika Alex melihatnya dan memanggil – manggil namanya.
“Siapa yang menculikku?” ia bergumam pada diri sendiri dan Cassandra mengerang pelan karena kepalanya yang masih berdenyut, ia tidak ingin pasrah pada situasi, Cassandra mencari cara untuk setidaknya menurunkan penutup mata, agar ia bisa melihat lebih jelas situasi yang dimana dia sedang berada.
Kepalanya ia goyangkan ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah, mencoba untuk melonggarkan ikatan penutup mata, Cassandra menaikan dan menurunkan alisnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh tenaga.
“Siapa yang mengikat tali sekencang ini? Apakah mereka gila?” pikir Cassandra sambil masih berusaha untuk, setidaknya, mengembalikan indera penglihatannya, ia menggeleng-gelengkan dan mengangguk-anggukkan kepalanya lagi, tapi tidak berhasil. Dia mencoba lagi dan lagi. Sampai pada akhirnya, pada percobaan yang ke 10, penutup mata mulai mengendor.
“Yes!” Cassandra teriak, tentunya dengan suara yang pelan, karena dia tidak tahu siapa yang ada diluar sana. Ia mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya lagi lebih kuat dan mengangguk-anggukannya lagi, dan akhirnya Cassandra bisa melihat sekelilingnya.
Astaga!
Apa yang dilihat Cassandra membuatnya terkesiap dan matanya membelalak, seluruh tubunya bergetar ketakutan. Benar dugaan Cassandra bahwa ia telah disekap di ruangan bawah tanah. Ruangan besi dengan ventilasi sangat minimal, hanya satu bolongan di langit-langit ruangan itu.
Pengap.
Tapi bukan itu yang membuat Cassandra ketakutan. melainkan bercak darah yang melumuri hampir seluruh permukaan ruangan itu, ranjang yang lapuk dan ambruk berada di paling ujung kanan ruangan yang berukuran sedang itu.
Cassandra menahan suaranya sebisa mungkin, karena kasur yang lapuk itu tidak luput dari lumuran darah. Lumuran darah kering yang menggambarkan bayang-bayang seorang wanita. Cassandra mengatup erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
Ia terisak, badannya gemetar, tangannya dan kakinya yang juga terikat kencang dengan tali mulai terasa dingin, Cassandra meremas-remas tangannya untung menenangkan diri, kukunya menusuk-nusuk telapak tangannya untuk mendistraksi dia dari kemungkinan-kemungkinan yang terpikirkan oleh Cassandra.
“Apakah aku akan mati disini?” Cassandra berpikir dalam hati, ia tidak ingin hidupnya berakhir seperti ini, di ruangan bawah tanah di antah berantah. Tidak terpikirkan oleh Cassandra malamnya yang indah berakhir seperti ini. Malamnya yang penuh gemerlap cahaya lampu kristal digantikan oleh lampu yang redup dengan bolam yang berwarna kuning, yang berkedip.
Malamnya bersama pria yang ia cintai, hancur lebur seperti mobil yang mereka tunggangi. Pikiriannya selalu kembali ke Eduard, melihat pria itu tidak sadarkan diri, membuat perempuan itu selalu bertanya – tanya pada dinding ruang bawah tanah itu, tanpa mendengar jawaban.
Apakah Eduard baik – baik saja?
Cassandra menggelengkan kepalanya dengan kuat, ia tidak boleh berputus asa, ia harus bisa kembali kepada Eduard dengan selamat, karena ia belum menyatakan cintanya pada laki – laki itu, ia belum mengatakan bahwa ia menyayanginya, ia mencintai boss mafia itu.
Cassandra mencoba untuk keluar dari belenggu tali, ia tidak ingin nasibnya berakhir seperti ini. Hidupnya baru saja dimulai. Hidupnya bersama dengan Eduard. Cassandra menggesek tangannya lebih kencang, gesekan itu menyebabkan sensasi terbakar yang sangat menyengat, dan serat-serat dari tali yang keluar membuat tangan Cassandra tergores dan terluka,.
Cassandra mengerang kesakitan, tapi ia mengatup mulutnya dengan kencang supaya suaranya tidak terdengar keluar, ia merasakan ada setitik darah yang mengalir, tapi ia tidak mau menyerah sekarang, Cassandra mencari cara lain, ia merasakan ada serpihan kayu yang keluar di kursinya, ia menggunakan itu untuk menggesek-gesekan talinya pada serpihan kayu yang tajam itu.
Ayo! Lepaslah!
Ia sangat sibuk mencoba untuk melepaskan dirinya, sampai ia tidak mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat ke ruangan yang ia berada. Setiap detik yang berlalu suara langkah kaki makin terdengar jelas. Langkah kaki yang berat. Cassandra menghentikan pergerakannya untuk sesaat, untuk mendengar.
Kreek suara pintu besi terbuka secara perlahan.
“Oh sialan” umpat Cassandra dalam hati, ia mempercepat gerakannya, tapi ia terlambat, orang itu sudah masuk ke dalam ruangan.
“sudah sadar rupanya, princess1?” Cassandra mendongak untuk melihat penculiknya yang sedang tersenyum menyeringai. Seringaian yang bisa merobek mulutnya. Cassandra bergidik ngeri.
“Kau” Cassandra menyipitkan matanya, nafasnya membara marah “lepaskan aku”
“ck,” dia menggelengkan kepalanya “no can do2, princess” dia berjalan melingkari Cassandra, ia mengikuti gerak-gerik penculiknya dengan awas. Dia harus berhati-hati dan sigap, meskipun Cassandra tidak bisa kabur kemana-mana.
“Ah, berusaha kabur, princess?” tanya penculik itu
Cassandra diam saja, tidak ingin menjawab pertanyaan penculiknya. Tidak ada gunanya.