"Rahel, proposal lo tembus untuk rumahnya Wijaya."
Dalam posisi tengkurap, aku hanya memandang setengah sadar. Kulihat jam, masih jam 5 sore. Obat tidurku baru bekerja sekitar 2 jam. Kulelapkan lagi tidurku dan membiarkan laki-laki bising ini mengoceh panjang. Dalam hati, aku menyesal kenapa setuju memberikan password pintu apartemenku.
"Hel, bangun dong. Datar amat nerima kabar kayak gini.”
Laki-laki itu masih terus berusaha untuk merayakan kabar (yang menurutnya) gembira ini.
"Gue ngantuk," ucapku teler, sambil meraba ke bawah bantal dan mengambil botol obat tidur, dan menunjukkan botol itu padanya.